05

"Tuan Arash suka makan apa, Bi?"

Hilda sedang meneliti isi kulkas berpintu dua, sedangkan bi Ani sedang berkutat di dapur. Gadis itu ingin memasakkan makanan yang disukai Arash karena kata bi Ani, suaminya akan mampir ke apartemen setelah pulang kerja. Ini pertama kalinya Arash datang setelah seminggu lamanya pria itu tidak menjenguk istrinya.

Masih segar di ingatan Hilda sikap terakhir Arash. Jika mengingat itu hatinya kembali sakit. Jujur, Hilda sangat ketakutan saat berhadapan dengan Arash. Baginya, Arash tidak lain seperti algojo. Tatapan tajam Arash selalu membuat Hilda menggigil ketakutan. Tangan besar Arash benar-benar mengerikan. Hilda khawatir jika suatu saat tangan besar itu dapat melukainya hanya dengan sekali gerakan.

Namun, Hilda mencoba menepis semua perasaan itu. Dikubur dalam-dalam bersama dengan harapan memiliki rumah tangga bahagia. Ketika menciptakan Hilda, sepertinya Tuhan tidak menuliskan kata bahagia di suratan takdirnya. Jadi, biar bagaimanapun Hilda berusaha mencari kebahagiaan, kata itu hanya ada di dalam kepalanya. Tidak bisa diwujudkan apalagi dirasakan walau sedetik saja.

"Biasanya tuan Arash suka makan sayur sop," kata bi Ani sedikit berteriak dikarenakan jarak mereka berdua cukup jauh.

Hilda terkesiap. Dia lalu mengambil beberapa jenis sayuran yang diperlukan untuk membuat sop sayur. Membawanya ke dapur untuk diolah oleh bi Ani.

"Boleh nggak aku yang bikin sayur sop untuk tuan Arash?" tawar Hilda. Jika dia tidak bisa menunjukkan baktinya secara terang-terangan kepada Arash, maka dengan cara begini saja sudah cukup. Memasakkan sesuatu yang suaminya tanpa tahu Hilda disukai yang membuatnya.

"Nona Hilda bisa memasak?"

Hilda mengangguk antusias. "Tentu saja!" jawabnya dengan semangat.

Berkat bertahun-tahun bekerja di rumah makan dan diajari langsung oleh pemilik rumah makan, Hilda sudah mahir memasak segala macam makanan. Kalau masalah membuat sayur sop itu adalah perkara gampang baginya. Sayangnya, bi Ani menyangsikan kemampuannya.

"Gini deh, Hilda coba buat sedikit, nanti bi Ani yang cicipi. Kalau nggak enak, boleh deh bi Ani yang masak sop sayurnya," tawar Hilda.

Setelah mendapat anggukan dari bi Ani, Hilda segera mempersiapkan alat dan bahannya. Dia melakukan pekerjaan itu dengan sepenuh hati dan senyum selalu terkembang di bibir tipisnya. Harapannya hanya satu, Arash makan masakannya dengan lahap. Labih bagus lagi jika sikap suaminya melunak saat mencicipi masakan enak buatannya.

Bertepatan dengan selesainya masakan yang dibuat Hilda, pintu apartemen terbuka. Hilda dan bi Ani langsung pucat. Hilda segera meminta bi Ani mencicipi masakannya. Setelah mendapat binar mata kagum dan acungan dua jempol dari bi Ani, sayur sop buatan Hilda dihidangkan.

Terakhir, Hilda harus menyambut Arash pulang. Setelah menarik napas panjang berkali-kali dan mengembuskannya secara perlahan, tidak lupa menyiapkan mental, Hilda akhirnya berjalan menuju ruang tamu. Senyum manis diukir di bibirnya ketika sang suami bertemu tatap dengannya.

"Selamat sore, Tuan Arash," sapa Hilda dengan nada bicara dibuat manja.

Sontak, rahang Arash mengeras dan matanya memicing ke arah Hilda. Tas kerja yang dia jinjing langsung dilempar ke sembarang arah. "Nggak usah sok-sok manis ke saya! Saya jijik liatnya!"

Arash berlalu dari hadapan Hilda. Bahu kokoh Arash membentur bahu ringkih Hilda dengan keras. Alhasil, tubuh kecil itu jatuh terduduk di sofa ruang tamu.

Sepeninggal Arash, mata Hilda berubah sendu. Bibirnya mengeluarkan cairan merah akibat digigit begitu keras. Tubuhnya bergetar kuat. Dia berusaha mati-matian menahan emosi yang bergejolak. Hilda sudah belajar dari bi Ani bahwa emosi tidak boleh dibalas dengan emosi. Arash tidak tahu kalau menahan perasaan akan sesulit ini.

Lalu dari arah dapur terdengar suara barang pecah dan bunyi berdenting. Bukan sekali, melainkan berkali-kali. Tergopoh-gopoh, Hilda berjalan ke dapur. Sesampainya di sana Hilda dibuat tercengang ketika melihat di lantai berserakan makanan yang tadi sudah dimasaknya. Arash berdiri dengan angkuh di seberangnya. Matanya berkilat marah. Dia menatap bi Ani seolah menguliti wanita paruh baya itu hidup-hidup.

"Bi Ani mau membunuh saya?! Bosan jadi pembantu sekarang mau jadi pembunuh majikan sendiri?!" Arash berkacak pinggang. Matanya nyalang menatap bi Ani yang berdiri tertunduk. "Bi Ani tahu kalau saya nggak bisa makan makanan yang asin tapi Bibi tetap memasukkan garam ke dalamnya?!"

"Ma-maafkan saya, Tuan. Sa-saya lupa ka-"

"Bibi saya pecat! Segera pergi dari apartemen ini! Padahal, saya bisa mencari yang lebih bagus dari Bibi, tapi karena saya merasa kasihan, saya tetap memperkerjakan Bibi."

"Tuan Arash! Anda jangan keterlaluan!" Hilda datang dan langsung menempatkan diri di depan bi Ani.

Susah memang menahan emosi jika sudah berhadapan dengan Arash. Pria itu melakukan segalanya sekehendaknya saja. Dia tidak mau repot-repot mendengarkan ucapan orang lain. Baginya, yang benar adalah ucapannya sendiri. Sifat Arash benar-benar arogan. Bisanya menindas orang yang lemah saja! Hilda benci pria seperti ini.

"Jangan ikut campur, Hilda. Ini bukan urusan kamu.

"Ini adalah urusanku, aku berhak ikut campur. Aku yang membuat sayur sop itu. Aku yang memasukkan garam di sana. Kalau kamu mau marah, marahi saja aku. Bi Ani tidak ada sangkut pautnya dalam ini!"

Arash menyeringai. “Oh, kamu ternyata biang keladinya."

Arash berjalan mendekati Hilda. Gadis itu memasang sikap siap siaga. Siap menerima apa pun perlakuan Arash setelahnya. Intinya, jika Hilda mengusik emosi Arash, berarti dia sudah bersedia mati di tangan pria dingin itu.

"Kenapa repot-repot membuatkan saya sop sayur, hm?"

Arash meraih dagu Hilda. Membuat gadis itu mendongak. Bola mata mereka saling hujam. Saat itu Arash menyadari kalau Meera punya jiwa pemberontak yang besar. Gadis dari kalangan rendahan yang tidak sadar di mana seharusnya dia menempatkan diri. Sikap yang seharusnya tidak boleh dimiliki oleh wanita yang menjadi pendamping hidupnya.

"A-aku hanya mencoba berbakti pada suami,” jawab Hilda, terbata.

Alis Arash terangkat. “Suami? Maksud kamu ... saya?" Pria itu menunjuk dirinya sendiri. "Memangnya saya mau jadi suami kamu?”

"Kalau Tuan tidak mau kenapa Tuan menikahiku?"

Arash mengapkan badan. Wajahnya menggelap segelap langit di luar. Detik berikutnya, dia menarik Hilda. Membawa gadis itu masuk ke dalam kamar.

"Saya terpaksa!" kata Arash sembari mendorong Hilda ke dinding. "Sampai sekarang pun saya masih nggak menyangka gadis hina sepertimu menjadi istri saya. Saya selalu berpikir apakah anak saya akan sama hinanya seperti kamu jika nanti dia lahir dari rahimmu."

Cukup sudah! Kesabaran Hilda sudah melampaui batasnya. Selama dua minggu pernikahan mereka, dia selalu mencoba mengalah dan menerima hinaan Arash. Dia berusaha keras untuk menerima semua makian itu. Sekarang tidak bisa lagi! Percuma menutupi luka jika Arash kembali menaruh garam di atasnya.

"Buat apa kamu masakin saya makanan kesukaan saya? Mau ngambil hati saya? Jangan! Nggak guna! Apa pun yang kamu lakukan nggak akan mengurangi rasa jijik saya ke kamu. Selamanya, kamu nggak akan bisa mengambil hati saya, Hilda."

"Lalu kenapa nggak Tuan ceraikan saja aku?! Untuk apa mempertahankan barang yang menjijikkan ini di sisimu?!"

"Tenang saja, aku akan ceraikanmu setelah kamu melahirkan anakku."

"Lalu kapan aku akan melahirkan anakmu jika kamu sendiri sangat jijik hanya dengan melihat wajahku?! Kapan kamu akan meniduriku dan membuatku mengandung anakmu?!”

Arash membuang muka. Urat-urat di lehernya menegang. "Tunggu sampai aku tidak merasa jijik lagi padamu."

BRAK!

Pintu kamar ditutup dengan kasar. Hilda meremas kuat dadanya. Sesak sekali di sana. Paru-parunya seperti ditekan bebatuan dengan berat berton-ton. Pandangannya kabur, terhalang air mata. Lalu, pandangannya menggelap. Sampai akhirnya, pipinya jatuh membentur lantai keramik yang dingin.

Bersambung.....

Terpopuler

Comments

Ica Ica

Ica Ica

di racun aja hilda ci arash nya

2023-07-25

1

Nova Angel

Nova Angel

nanti bucin lo

2023-07-05

0

Ara Julyana

Ara Julyana

kasar sekali arash...

2023-06-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!