Duren Mateng
"Papa!" Seru anak laki-laki yang berusia 5 tahun tengah berlarian kecil menghampiri pria bertubuh tinggi tegap yang telah merentangkan tangannya untuk membawa sang anak ke dalam pelukannya. Anak laki-laki itu pun langsung menghambur ke dalam pelukan ayahnya.
"Apa yang kamu pelajari tadi, Nak?" tanya Alvaro.
Tak lama kemudian, bocah kecil yang bernama Bima itu pun langsung mengeluarkan buku gambar di dalam tasnya. Ia langsung menunjukkan gambar yang dibuatnya tadi.
Alvaro mengernyitkan keningnya, ia melihat gambar yang ditulis oleh putranya itu, yang memperlihatkan sebuah anggota keluarga terdiri dari ayah, ibu dan satu anak. Namun, perhatian Alvaro teralihkan pada gambar wanita yang diberi tanda tanya tersebut.
"Ini gambar kita, Papa."
"Ini Papa, ini Bima, dan ini Mama," lanjutnya seraya menunjuk satu persatu gambar.
"Ada apa dengan tanda ini, Boy?" tanya Alvaro pada anaknya.
"Ini mama. Kita belum mendapatkan mama, Pa. Aku ingin mama," celetuk bocah itu yang cukup membuat Alvaro membulatkan matanya.
"Tapi Bima kan sudah mempunyai mama," ujar Alvaro yang mencoba memberi paham pada anaknya itu.
"Aku ingin mama yang ada bersama kita, Pa. Kalau mama Bima, dia ada di sini," ucap anak kecil tersebut sembari menunjuk dadanya.
Alvaro tersenyum, ia pun mengusap puncak kepala putranya itu dengan rasa sayang yang teramat dalam. "Kamu tidak merindukan mama?" tanya Alvaro.
"Bima rindu, Pa. Ayo kita berkunjung ke tempat mama," ajak Bima.
"Nanti ya, Nak. Akhir pekan ini, kita langsung mengunjungi mama," ucap Alvaro.
"Papa janji?" tanya Bima yang memperlihatkan jari kelingkingnya.
"Iya, Boy. Papa janji!" Alvaro pun langsung menautkan hari kelingkingnya di jari kelingking mungil putranya itu.
Alvaro memasukkan kembali buku gambar anaknya ke dalam tas. Lalu kemudian menggendong anaknya itu menuju ke mobil mereka yang terparkir di depan.
Asisten Alvaro membukakan pintu untuk anak dan ayah tersebut. Setelah keduanya masuk, asisten dari Alvaro itu langsung menempati kursi kemudi, melajukan kendaraan tersebut menuju ke jalanan.
"Mau ikut papa ke kantor atau tinggal dengan nenek saja?" tanya Alvaro pada putranya.
"Bima mau ke tempat nenek saja, Pa."
"Langsung ke rumah mama saja, Jun." Alvaro berucap pada asistennya.
"Baik, Pak."
Asistennya itu pun kembali memacu kendaraannya, mempercepat laju kendaraan tersebut menuju ke rumah utama.
Sekitar dua puluh menit lamanya, akhirnya mereka pun tiba di rumah utama. Alvaro dan anaknya pun turun dari mobil. Pria tersebut berjalan sembari menggandeng anaknya masuk ke dalam rumah utama.
Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh Arumi. Rambut Arumi kini memutih karena telah termakan usia. Namun, meskipun dengan begitu, wanita tersebut masih tetap terlihat cantik.
"Cucuku, ...."
"Nenek, ...." Bima menghambur ke pelukan Arumi. Wanita itu memberikan ciuman di kedua pipi gembul cucunya.
"Mana papa?" tanya Alvaro.
"Ada di atas."
"Alvira?" Alvaro menanyakan keberadaan saudara kembarnya.
"Mengantarkan makan siang untuk suaminya ke kantor," ucap wanita tua itu. Binar matanya begitu terlihat jelas saat sang cucu datang berkunjung.
Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Alvaro melihat ayahnya yang baru saja menuruni anak tangga tersebut. Rambut pria itu juga sudah memutih, sama halnya dengan Arumi. Meskipun keduanya sudah termakan usia, akan tetapi kecantikan serta ketampanan masih terlihat begitu nyata di wajah mereka yang sudah mengeriput.
"Eh ada cucu kesayangan kakek," ucap Fahri berjalan menghampiri Bima.
"Kakek." bocah itu pun menghambur ke pelukan Fahri.
"Ma, Pa, aku titip Bima dulu. Nanti setelah pulang dari kantor, aku akan menjemputnya ke sini," ucap Alvaro.
"Mau kamu tidak jemput pun tidak apa-apa. Mama senang jika ada Bima, rumah terasa ramai," ujar Arumi sembari terkekeh.
"Tapi Alvaro yang merasa sepi, Ma."
"Makanya, segeralah cari istri!" celetuk Fahri.
Pria tua itu mengusap kepala cucunya, " Bima mau punya mama baru?" tanya Fahri.
Dengan cepat, bocah berusia lima tahun itu mengangguk. Ia terlihat begitu sangat antusias saat kakeknya menawari hal seperti itu.
"Lihatlah! Anakmu sangat setuju jika kamu menikah lagi," ujar Arumi.
Ketiga orang tersebut tampak begitu mendukung Alvaro menikah lagi. Sementara pria tersebut hanya mengusap tengkuknya. Ia sungguh tidak ada niat untuk mencari wanita lain.
Arumi berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan tinggi cucunya itu. "Nanti nenek bantu carikan mama untukmu ya, Oke."
"Oke, Nenek." Bima langsung mengacungkan ibu jarinya, sama seperti halnya yang dilakukan oleh neneknya itu.
Tiga lawan satu, dan Alvaro pun merasa kalah. Pria itu menyingkap lengan jasnya, melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Aku harus ke kantor sekarang," ujar Alvaro.
Pria tersebut menghampiri anaknya, lalu kemudian mencubit pelan puncak hidung putranya itu. "Main sama nenek dan kakek dulu ya, Nak. Nanti setelah pulang dari kantor, papa langsung menjemputmu," ucap Alvaro yang langsung melangkah pergi meninggalkan ketiga orang tersebut.
"Dadah Papa, ... hati-hati di jalan!" seru Bima sembari melambaikan tangannya pada sang ayah.
Alvaro berbalik sejenak melihat ke arah putranya. Ia pun membalas lambaian tangan putranya itu seraya memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Pria tersebut melanjutkan langkah kakinya, lalu kemudian masuk ke dalam mobil. Kendaraan itu pun perlahan berjalan meninggalkan rumah utama dan kembali menuju ke kantor.
Saat di perjalanan, Alvaro menatap lurus ke depan. Pria tersebut menggigit jemarinya dengan siku yang disandarkan di pintu mobil.
Ucapan dari anaknya itu membuatnya kembali berpikir. Selama ini, Bima tidak menuntut Alvaro untuk mencarikan ibu pengganti untuknya. Namun, akhir-akhir ini, Bima selalu saja mendorong agar sang ayah mencarikan ibu untuknya.
Tentu saja ini pilihan sulit bagi Alvaro. Ia masih mencintai istrinya dulu. Meskipun sudah hampir lima tahun dirinya menyandang status duda, tak ada niatan baginya untuk mencari wanita yang dijadikan sebagai istrinya lagi.
"Anakku ingin aku menikah lagi, bagaimana pendapatmu, Jun?" tanya Alvaro kepada asistennya itu. Pria yang saat ini menjadi asistennya itu adalah teman masa kecilnya dulu. Jadi, Alvaro sering bercerita pada asistennya layaknya bercerita dengan temannya sendiri.
"Kalau saya yang ada di posisi tersebut, tentu saya akan menerimanya," timpal Juni sembari terkekeh.
"Ya ... jika istrimu mengizinkanmu menikah lagi, mungkin kamu juga akan mencari wanita lain lagi yang hendak kamu jadikan istri kedua," ucap Alvaro seraya menghela napasnya.
"Tentu saja, Tuan." Pria itu menjawabnya dengan antusias, membuat Alvaro hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kelakuan asistennya yang satu itu.
Tak terasa, mobil yang mereka naiki telah tiba di gedung perusahaan. Juni memberhentikan mobilnya sejenak, Alvaro pun langsung turun dari kendaraan tersebut dan berjalan menuju ke pintu masuk. Sementara sang asisten memarkirkan mobilnya terlebih dahulu.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
HARTIN MARLIN
Assalamualaikum hai 🖐🖐 salam kenal dari ku
2023-11-10
3
Susan Sinuraya
setuju sama fahri, ayolah alvaro brikan mama baru untuk anak semata wayang kamu itu.
2023-02-09
2
tria sulistia
bunga buat kakak biar makin semangat
2022-12-06
1