Rania dan Hilda tengah menikmati waktu istirahat mereka dengan menyantap makan siang yang dipesan melalui sebuah aplikasi. Keduanya tampak berbincang-bincang di luar sembari menyantap makanan mereka karena klinik saat itu sedang tidak ada pasien.
"Aku masih penasaran dengan pria menyebalkan yang dikatakan Bu Dokter tadi, apakah jangan-jangan dia suami masa depannya Bu Dokter," celetuk Hilda sembari terkekeh.
"Kamu ada-ada saja, Hilda. Dia seorang duda anak satu, mana mungkin aku mau," timpal Rania sembari mencebikkan bibirnya.
"Biasanya benci sama cinta itu beda-beda tipis. Jangan sampai jilat ludah sendiri ya Bu," goda Rania.
"Tidak akan! Melihatnya saja membuatku pusing apalagi jadi suami nantinya? Bisa-bisa vertigo ku kambuh setiap hari," cecar Rania.
Hilda tersenyum mendengar ocehan Rania. "Beberapa hari yang lalu, aku juga menghadiri kencan buta. Dia pria yang sudah memiliki anak, tapi sialnya aku bisa menyukai pria itu," ujar Hilda yang baru saja menyelesaikan makannya.
"Lalu, bagaimana? Apakah kalian berhasil menjalin hubungan?" tanya Rania.
Hilda menggelengkan kepalanya. "Dia terlihat tidak menyukaiku, bahkan aku bisa menebak bahwa dia menemuiku hanya karena terpaksa," jelas Hilda.
"Yang benar saja, seorang gadis cantik sepertimu dia menolak begitu saja. Aku benar-benar tidak menyukai pria yang sok jual mahal," ujar Rania yang tanpa disadari bahwa dirinya tengah mengkritik tetangganya sendiri.
"Bu Dokter juga," celetuk Hilda.
"Apanya?"
"Sok jual mahal," ujar Hilda seraya terkekeh geli.
"Ya ... a-aku seorang wanita. Wanita boleh-boleh saja sok jual mahal, tidak berlaku untuk para pria," balas Rania terbata-bata.
....
Malam harinya, Alvaro baru saja memarkirkan mobilnya di area parkir apartemennya. Pria tersebut bersama dengan putranya keluar dari kendaraannya.
"Papa ... papa ... Bima mau tante cantik tetangga kita itu untuk dijadikan mama Bima," ujar Bima.
"Ayolah, Nak. Jangan setiap bertemu dengan wanita manapun kamu selalu saja meminta untuk dijadikan mama. Papa yang bingung memilihnya," ucap Alvaro.
Kedua pria tersebut masuk ke dalam lift, mengantarkannya hingga ke lantai yang hendak dituju.
Tinggg ....
Pintu lift terbuka. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang wanita yang tengah menenteng kantong plastik, tampaknya di dalam kantong tersebut berisikan sampah.
Rania memutar bola matanya saat melihat sosok yang ditemuinya itu adalah pria yang disebutnya tutup panci pagi tadi.
Alvaro berdecih melihat Rania, sementara Bima mengulas senyumnya karena senang bertemu dengan tetangga sebelahnya itu.
Alvaro mengajak anaknya untuk keluar dari lift, karena tampaknya Rania yang hendak masuk ke dalam ruangan sempit itu.
Saat Rania hendak melangkah ke arah kiri, Alvaro juga ikut ke kiri. Saat Rania mengambil langkah ke kanan, Alvaro juga melakukan hal yang sama.
"Ck, apakah kamu sengaja?" ketus Rania.
"Siapa? Aku? Yang benar saja!" gerutu Alvaro.
"Ya buktinya, kamu selalu saja menghalangi jalanku!" protes Rania.
"Aku tidak menghalangi jalanmu, kamu lah yang menghalangi jalanku. Apakah kamu benar-benar tertarik padaku?" tanya Alvaro.
"Tertarik? Bukankah sudah ku katakan bahwa kamu itu adalah tu ...." Belum selesai Rania mengucapkan kalimatnya, Alvaro terlebih dulu membungkam mulut Rania.
"Jangan membahas tutup panci di depan anakku," bisik Alvaro.
Rania menggigit tangan Alvaro, hingga pria itu melepaskan tangannya sembari meringis kesakitan. "Apakah kamu sudah tidak waras?!" tanya Alvaro dengan suara yang sedikit meninggi.
"Cuih, tanganmu pahit!" ujar Rania sembari mengelap mulutnya.
Bima sedikit menjauh dari pertengkaran para orang-orang dewasa. Pria kecil itu tersenyum, sembari terkekeh melihat ayahnya yang terlihat begitu lucu, tengah beradu mulut dengan tetangganya itu.
"Minggir!" tukas Rania.
"Atau aku akan meneriakimu tu ...." Rania memajukan bibirnya yang sudah siap mengatakan tutup panci. Dengan cepat Alvaro pun menyingkir sembari mendelik karena merasa kesal dikatai oleh Rania.
Pria itu memilih mengalah, dari pada ia harus kehilangan muka di depan sang anak karena disamakan dengan tutup panci.
Rania yang sudah berada di dalam lift mengembangkan senyumnya. Tak lain adalah senyum penuh kemenangan karena dia telah memiliki senjata jika tetangganya itu bersikap semena-mena padanya.
Pintu lift tertutup, di saat pintu besi itu belum tertutup dengan rapat, terlihat jelas bahwa saat itu Rania tengah mengejek Alvaro dengan menjulurkan lidahnya.
"Wanita itu ... lihat saja nanti! Aku akan memberikan perhitungan padamu," gumam Alvaro.
Ketika pintu lift telah tertutup rapat, Alvaro mengarahkan pandangannya pada Bima. Ia melihat pria kecil tersebut sudah terkikik geli sembari tertawa memperlihatkan gigi susu bagian depan.
"Papa dan tante yang tadi benar-benar sangat lucu," ujar Bima.
"Tidak ada yang lucu, Nak. Ayo kita pulang dan membersihkan badan. Aku yakin wanita itu membawa sampah, dan kumannya akan menempel di tubuh kita," ucap Alvaro sembari membawa anaknya masuk ke dalam huniannya itu.
Setibanya di rumah, Alvaro melihat kondisi rumahnya yang sudah lebih bersih dan rapi. Pelayan yang bekerja di rumah utama sangat rajin datang di saat waktu siang hari dan pulang ketika telah selesai membersihkan rumah tersebut.
Kedua pria berbeda generasi itu langsung menuju ke kamarnya masing-masing. Mereka membersihkan dirinya, dan memakai baju piyama yang serupa.
Bima yang telah selesai membersihkan diri dan berpakaian lengkap, keluar dari kamarnya. Pria kecil itu tersenyum saat menyadari bahwa baju yang ia pakai sama dengan milik ayahnya.
"Bima sangat senang jika melihat Papa memakai baju yang sama dengan baju Bima," celoteh pria kecil tersebut.
"Benarkah? Kalau begitu papa akan membeli lebih banyak lagi piyama sepasang yang seperti ini, supaya kita lebih sering memakai pakaian yang serupa," ujar Alvaro.
"Ide yang bagus, Papa." Bima menimpali ucapan ayahnya dengan antusias.
Pria kecil itu memilih berjalan menuju ke meja makan. Ia melihat ayahnya yang tengah berkutat di dapur menyiapkan makan malam untuknya.
"Papa masak apa?" tanya Bima.
"Nasi goreng," timpal Alvaro sembari mengulas senyumnya.
"Asyik! Bima sangat suka nasi goreng. Pakai telur mata sapi dan sosis ya Pa," ucap bocah tersebut.
"Siap laksanakan!" jawab Alvaro seraya membusungkan dadanya serta tangannya yang membentuk hormat.
Bima tertawa melihat tingkah ayahnya itu, " Papa, Bima juga sering hormat seperti papa saat upacara," ujar Bima yang memperagakan gerakan hormat.
Alvaro langsung mengacungkan kedua ibu jarinya pada sang anak.
"Bima kalau sudah SD nanti mau menjadi orang yang menaikkan bendera, Pa. Bima merasa orang-orang yang menaikkan bendera itu terlihat sangat keren," oceh pria kecil tersebut.
"Good job! Papa akan selalu mendukung Bima selagi itu dalam hal-hal yang positif," ujar Alvaro yang menatap anaknya dengan bangga. Tak terasa, Bima sudah tumbuh besar, tanpa kehadiran seorang ibu yang menemaninya.
Selang beberapa menit kemudian, Alvaro mematikan kompornya. Pria tersebut menghidangkan nasi goreng buatannya ke atas meja. Aroma nasi goreng tersebut sangat menggoda. Di tambah dengan telur mata sapi serta sosis yang ada di atas nasi goreng tersebut, menambah penampilan serta rasa dari nasi goreng itu.
Mereka pun mulai menyantap makan malamnya dengan tenang, diiringi dengan obrolan kecil yang mempermanis suasana malam itu.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Adelia Rasta
lanjut ka
2023-04-12
0
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
Wkwk kok akuuu malahhh terharuuuu sama interaksi alvaro sama bima ya. walaupun alvaro sibuk dia tetap menyempatkan waktu buatt anaknyaa
2022-11-09
2
⏤͟͟͞R Kodok Terbang 🦟
tutup panci lgi berantem sama panci anak panci mlh senyum krna lucu🤣🤣
2022-10-20
1