Keesokan harinya, Alvaro dan Bima sudah rapi bersiap untuk pergi mengunjungi ibu dari Bima. Alvaro menggandeng tangan pria kecil berambut sedikit ikal itu.
Keduanya masuk ke dalam lift. Sesekali Bima mendongakkan kepalanya, melihat ayahnya dengan tersenyum. Alvaro pun membalas senyuman dari anaknya itu.
Tinggg ....
Pintu lift terbuka, kedua pria tersebut keluar.daei ruangan sempit itu menuju ke parkiran mobil.
"Papa, jangan lupa beli bunga," ujar Bima.
"Tentu saja, Nak. Mama mu sangat menyukai bunga mawar, setiap berkunjung papa tidak akan melupakannya," ucap Alvaro seraya membantu memasangkan sabuk pengaman pada anaknya supaya lebih aman.
Alvaro menghidupkan mesin mobilnya, ia pun kemudian melajukan kendaraan tersebut menuju ke jalanan.
Saat di perjalanan, Alvaro singgah sejenak di toko bunga. Membeli sebuket mawar merah untuk ibu dari Bima itu. Alvaro mengeluarkan uang cash dari dalam dompetnya, lalu kemudian menyerahkan uang tersebut pada wanita paruh baya yang ada di hadapannya untuk membayar bunga yang dibelinya tadi.
"Anaknya mana?" tanya penjual bunga tersebut. Tempat itu memang tempat langganan Alvaro biasanya membeli bunga. Dan pria itu juga sering kali mengajak Bima ke sana. Tidak heran jika wanita paruh baya tersebut tahu tentang anak Alvaro.
"Ada, Bu. Di dalam mobil lagi asyik main ponsel," timpal Alvaro seraya tersenyum.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Bu."
"Iya, terima kasih ya."
"Sama-sama."
Alvaro keluar dari toko bunga tersebut dengan sebuket mawar merah yang ada di tangannya. Pria tersebut meletakkan bunganya di kursi belakang. Setelah itu, Alvaro kembali menempati kursi kemudi dan memasang sabuk pengamannya.
Bima tersenyum menatap Alvaro, membuat pria tersebut menaikkan alisnya sebelah. "Sepertinya kamu banyak tersenyum hari ini. Apakah kamu sesenang itu berkunjung ke tempat mama?" tanya Alvaro.
Bima hanya menimpali ucapan ayahnya dengan sebuah anggukan pelan. Namun, pria kecil tersebut tak berhenti mengulas senyum yang membuat Alvaro menaruh curiga pada anaknya itu.
"Apakah kamu merencanakan sesuatu?" tanya Alvaro menjengit.
Bima menggeleng.
"Baiklah, kalau begitu ... Ayo kita menuju ke rumah mama." ucap Alvaro yang mulai melajukan mobilnya menuju ke jalanan.
Setelah cukup lama menempuh perjalanan, mobil yang dikendarai oleh Alvaro tiba di depan sebuah pemakaman umum.
Kedua pria berbeda generasi itu pun langsung turun dari mobil. Alvaro mengambil bunga mawar yang dibelinya di kursi belakang. Lalu kemudian pria tersebut menggandeng anaknya dan berjalan menuju pusara wanita yang telah melahirkan Bima.
Setibanya di depan pusara tersebut, Alvaro meletakkan bunga yang ada di tangannya tadi ke atas gundukan tanah tersebut. Kedua pria itu berjongkok di depan nisan tersebut. Tangan Alvaro mengusap nisan yang bertuliskan nama Diara Aksara.
"Di, ... kami datang lagi," ujar Alvaro mengusap nisan tersebut.
"Mama ... Bima datang, Bima rindu mama," ucap bocah berumur lima tahun tersebut. Bima beranjak dari tempat duduknya, Pria tersebut ikut mengusap nisan ibunya.
Diara meninggal seusai melahirkan Bima. Bima tidak mendapatkan kasih sayang secara langsung dari ibunya. Pria tersebut hanya bisa mengenali wajah ibunya hanya lewat foto saja.
Sejak kepergian Diara, Alvaro bahkan enggan mencari pengganti wanita itu. Di dalam pikirannya hanya satu, yaitu bagaimana cara membesarkan Bima dengan baik, memberikan perhatian serta kasih sayang sebanyak-banyaknya meskipun pada akhirnya putranya itu haus akan kasih sayang dari seorang ibu.
Cukup lama mereka berada di tempat tersebut, melepaskan rasa rindu dengan berkunjung ke pusara Diara yang sering di sebut oleh Bima rumah mama.
Alvaro pun beranjak dari tempat duduknya, mengajak putranya itu untuk pulang.
Namun, Bima tak kunjung beranjak dari tempat duduknya itu. Bocah itu pun mengucapkan sesuatu di depan makam ibunya itu.
"Mama, Bima boleh ya punya mama baru lagi," ujar pria kecil itu.
Mendengar hal tersebut, tentu saja membuat Alvaro langsung tersentak kaget. Pria itu langsung membulatkan matanya.
"Di sekolah, Bima sering kali diejek, mereka bilang Bima tidak mempunyai ibu."
Saat mendengar kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut putranya itu, membuat Alvaro mentap anaknya dengan sendu. Pria itu pun memilih untuk mendengar keluh kesah anaknya, mengadu di depan pusara ibunya.
"Boleh ya Papa cari mama baru untuk Bima. Bima janji, Bima tidak akan melupakan mama setelah Bima mendapat mama baru nantinya," tutur Bima.
Setelah meminta restu dari mamanya, Bima pun langsung beranjak dari tempat duduknya. Mata Alvaro sedikit memerah, ia tak menyadari bahwa sebanyak apapun dirinya memberikan kasih sayang pada putranya itu, tak akan pernah lengkap tanpa adanya seorang ibu.
"Ayo Pa kita pulang!" ajak Bima sembari menggandeng tangan ayahnya.
"Tadi Bima minta izin, terus mama jawab apa?" tanya Alvaro tersenyum.
"Mama bisik-bisik ke Bima, kata mama, Papa boleh cari mama baru lagi asal jangan sampai lupa sama mama yang di sini," timpal Bima.
Alvaro mengusap puncak kepala anaknya seraya terkekeh geli. Pria itu pun langsung menggendong putranya untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.
Alvaro dan Bima masuk ke dalam mobil. Saat ayahnya itu sibuk menatap ke arah jalanan, Bima mengotak-atik ponselnya. Pria kecil itu sudah paham memainkan ponsel pintarnya. Bahkan terkadang, Bima membaca tulisan yang ada i layar ponsel itu pun dengan mengejakan huruf tersebut satu persatu.
Tak lama kemudian, ponsel yang di pegang Bima berdering. Ia mengeja tulisan nama pemanggil tersebut sebelum menerima panggilan tersebut.
Mendengar ada yang menelepon melalui ponsel Bima, membuat Alvaro menepikan mobilnya sejenak. Pria itu pun melihat ekspresi wajah anaknya saat berbicara dengan seseorang di seberang telepon.
"Iya, sudah. Tadi Bima sudah minta izin sama mama, Nek."
Setelah mendengar percakapan antara putranya dengan ibunya itu, membuat Alvaro paham tentang rencana yang telah disusun oleh ibunya itu.
"Nak, boleh papa pinjam ponselmu sebentar?" tanya Alvaro.
Bima pun langsung menjauhkan ponselnya dari telinga, dan langsung memberikan ponsel tersebut kepada ayahnya.
"Apakah mama yang menyuruhnya?" tanya Alvaro seraya menempelkan benda pipih tersebutke telinganya.
"Mama tidak menyuruhnya, anakmu yang mempunyai inisiatif sendiri," timpal Arumi dari seberang telepon.
"Tunggu di sini sebentar ya, Nak. Papa ingin berbicara dengan nenek dulu," ujar Alvaro.
Bima menganggukkan kepalanya. Alvaro pun membuka pintu mobil, memilih untuk berbicara pada Arumi di luar.
"Mustahil anak sekecil itu mempunyai inisiatif seperti itu," ucap Alvaro tak percaya.
"Sungguh! Mama tidak bohong, Al. Tadi dia sempat menelepon Mama. Dia bilang akan berkunjung ke rumah ibunya untuk meminta izin. Mama tidak memaksa kamu untuk menikah lagi, tapi pikirkan anakmu yang membutuhkan seorang ibu," ucap Arumi.
Alvaro menghela napasnya dengan berat, ia takut jika nanti Bima akan mendapatkan seorang ibu tiri yang kejam seperti kebanyakan di serial drama ataupun di novel-novel.
"Bagaimana? Apakah kamu setuju? Jika kamu bersedia, ibu akan mengatur kencan buta untukmu. Suruh Bima saja yang menilainya, apakah wanita itu cocok atau tidaknya," papar Arumi.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Alvaro pun menyerah. " Ya sudah, aturlah kencan buta untukku," ucap Alvaro pasrah.
Arumi pun terdengar kegirangan setelah mendengar keputusan dari putranya itu. "Baiklah, mama akan mengatur kencan buta untukmu dengan segera."
Panggilan telepon terputus. Alvaro berkacak pinggang, lalu kemudian mengusap wajahnya dengan kasar.
"Apakah ini akan seperti sayembara? Sayembara mencari ibu untuk putraku," gumam Alvaro dengan nada bicara yang terdengar frustasi.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
τɑɳᷟрᷧɑᷠпͩаᷧṃа࿐ᶻᵘᵃ
Gimna rasanya tanpa seorang ibu🙂
Bagiku👉 Semua boleh pergi, asal jgn ibu🙌
2025-01-27
0
Erina Munir
semoga bima dpt ibu yg baik
2024-12-23
0
Putri Minwa
lanjut
2024-02-19
0