"Bima." Nana kembali memanggil pria kecil tersebut saat telah berdiri di hadapannya.
"Iya, Bu guru." Bima menimpali ucapan Nana seadanya. Mendengar cerita Bima tadi, membuat Arumi langsung turun tangan.
"Emmm begini, saya minta maaf atas ucapan anak saya Alvaro yang sempat menyinggung Bu Guru," ujar Arumi berucap pada Nana.
Nana tersenyum, lalu kemudian melirik Bima sejenak. "Apakah kamu tidak berani menatap Bu Guru karena masalah semalam?" tanya Nana.
Bocah kecil itu pun langsung menganggukkan kepalanya, membuat Nana tersenyum lalu kemudian berjongkok mensejajarkan dirinya dengan pria kecil tersebut.
"Tidak apa-apa. Bima jangan takut, Bu guru tidak akan marah dengan Bima. Lagi pula, masalah semalam adalah urusan orang dewasa," tutur Nana sembari mengusap rambut Bima.
"Mulai sekarang, Bima tidak perlu merasa bersalah. Karena sebenarnya yang bersalah itu Bu Guru," lanjut Nana.
Bima pun menganggukkan kepalanya. Paham akan perkataan yang dilontarkan oleh Nana tadi. Nana kembali berdiri, lalu kemudian menundukkan kepalanya.
"Sebenarnya saya yang harus minta maaf kepada ayahnya Bima. Semalam itu adalah murni kesalahan dari saya, Bu." Nana berucap sembari menatap Arumi.
Arumi tersenyum, lalu kemudian memegang bahu Nana. "Tidak apa-apa, bagi saya, anak saya lah yang tidak bisa menjaga lisannya. Kalau begitu saya titip cucu saya ya," ujar Arumi dengan bijak.
"Baik, Bu."
"Ayo Bima!" lanjut Nana yang mengajak Bima untuk masuk ke dalam kelas.
Bima pun berpamitan dengan neneknya, menyalami tangan sang nenek dan kemudian berjalan menuju ke arah Nana, menggenggam tangan gadis tersebut.
Keduanya pun beranjak meninggalkan Arumi sendirian. Bima sesekali menatap neneknya yang masih setia melihat ke arahnya, hingga Bima benar-benar masuk ke dalam kelasnya.
Sementara Nana, ia semakin tak enak hati dengan ucapan yang Arumi lontarkan tadi. Bagaimana pun juga, semalam adalah kesalahannya, bukan Alvaro.
"Jika dia datang untuk menjemput Bima, aku akan meminta maaf secara langsung padanya," batin Nana.
.....
Siang itu, Alvaro masih sibuk berkutat dengan dokumen serta layar monitornya. Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Pria tersebut menyetel waktu untuk menjemput putranya itu agar datang lebih tepat waktu dan tidak membuat jagoan kecilnya itu menunggu terlalu lama.
Alvaro mematikan alarm ponselnya. Lalu kemudian pria tersebut bersiap-siap untuk pergi ke sekolah menjemput Bima.
Ia keluar dari ruangannya, melihat Juni yang tampak sibuk dengan pekerjaannya. Sang asisten langsung berdiri saat melihat Alvaro.
"Aku menjemput Bima sebentar," ujar Alvaro.
"Baik, Pak." Juni kembali menjatuhkan bokongnya saat Alvaro sudah melenggang pergi.
Alvaro tiba di parkiran, pria tersebut masuk ke dalam mobilnya. Saat ia hendak menghidupkan mesin mobilnya, pria itu kembali terpikirkan tentang Nana. Saat di sana nanti, pasti dirinya akan bertemu kembali dengan wanita itu. Hal tersebut kembali membuatnya memijat kening.
"Ah, sudahlah! Bima saja bisa menghadapi wanita itu, sedangkan aku sebagai pria dewasa tidak bisa menghadapinya? Lucu sekali," gumam Alvaro.
Ia pun menghidupkan mesin mobilnya, dan membawa BMW berwarna hitam tersebut menuju ke jalanan.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Alvaro tiba di sekolah. Ia melihat Bima baru saja keluar dari kelasnya, Alvaro langsung masuk ke gerbang sekolah yang sudah terbuka itu. Ia melambaikan tangannya ke arah putranya. Bima melihat Alvaro, dan pria kecil itu langsung berlari menuju ayahnya.
"Bagaimana pelajaran hari ini Boy?" tanya Alvaro seraya menggandeng tangan anaknya.
"Tidak terlalu sulit, Pa. Kami disuruh untuk menulis dan menyanyi," timpal Bima.
"Apakah hari ini menyenangkan?" tanya Alvaro berjalan menuju ke arah mobil mereka yang sudah terparkir di depan.
"Iya, Papa. Hari ini sangat menyenangkan," ujar Bima dengan mata yang berbinar.
Saat Bima dan Alvaro baru saja hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya dari belakang.
"Pak Alvaro!"
Alvaro langsung menoleh, ia melihat Nana yang berjalan ke arahnya. Wanita itu tidak lagi memanggilnya dengan sebutan 'mas' seperti yang ia lakukan semalam.
"Ada apa?" tanya Alvaro yang mencoba bersikap seperti biasa.
"Aku ingin minta maaf atas masalah yang kemarin," jelas Nana yang menghentikan langkahnya saat tepat berada di depan kedua pria berbeda generasi tersebut.
"Aku sadar, kalau tindakanku salah. Aku terpaksa berbuat seperti itu karena aku yang memang ingin serius. Sungguh, aku juga tidak menyangka jika semua itu akan mengundang kemarahan dari anda," lanjut Nana.
"Maafkan saya jika ucapan saya semalam sedikit menyinggung," ujar Alvaro.
Nana hanya menganggukkan kepalanya. "Saya janji, tidak akan mengharapkan apapun lagi dari anda. Saya cukup sadar diri, dan merasa terlalu malu jika bertemu dengan anda. Kalau begitu, saya permisi." Nana menunduk, lalu kemudian berjalan meninggalkan Alvaro.
"Tunggu!"
Mendengar Alvaro yang mencegahnya, membuat Nana pun membalikkan badannya menatap pria tampan itu.
"Kamu cantik, bahkan sangat cantik. Namun, karena saya yang sudah berumur, saya merasa kamu masih seperti anak remaja bagi saya. Tenang saja, setelah ini kamu akan mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari saya," tutur Alvaro. Pria itu menjadi tak enak hati karena ucapan Nana yang merendah sebelumnya.
Nana tersenyum, matanya sedikit berkaca-kaca mendengar ucapan Alvaro. Sesungguhnya Alvaro memiliki hati yang baik, akan tetapi karena sikapnya yang dingin, membuat pria tersebut terkesan arogan.
"Terima kasih. Saya juga berharap anda mendapatkan wanita yang baik untuk dijadikan mama Bima," ujar Nana.
Wanita itu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Ia merasa lega setelah meminta maaf secara langsung pada Alvaro.
Alvaro membawa anaknya untuk masuk ke dalam mobil. Pria kecil itu memperhatikan ayahnya sedari tadi sembari mengulas senyum.
"Ada apa, Nak?" tanya Alvaro menaikkan alisnya sebelah.
"Papa, Bima senang karena papa bisa berbaikan dengan Bu guru," ujar Bima.
Alvaro mencubit pipi kiri anaknya dengan pelan. "Sebaiknya begitu, Nak. Karena bu guru membuat kesalahan pada papa, makanya bu guru minta maaf. Dan papa juga begitu, kata-kata papa sempat menyinggung perasaan ibu guru kemarin, jadi papa juga minta maaf," tutur Alvaro.
"Papa, apa arti maaf itu?" tanya Bima yang benar-benar ingin tahu.
"Kata maaf itu diucapkan pada orang yang memiliki kesalahan terhadap orang lain. Seperti yang papa jelaskan tadi," jawab Alvaro dengan begitu sabar.
"Papa, Bima sering kali membuat kesalahan. Bima juga minta maaf," ucapnya dengan begitu polos.
Alvaro merasa gemas, ia pun menyentuh puncak hidung putranya itu. "Baiklah, papa maafkan. Bisakah Bima berhenti untuk minta dicarikan mama baru?" tanya Alvaro serius, tetapi dengan nada sedikit candaan.
"Bima minta maaf lagi, Pa. Bima tidak bisa menuruti permintaan papa," jawab Bima.
Alvaro hanya bisa mengulas senyumnya seraya mengusap tengkuknya menanggapi ucapan jagoan kecilnya itu.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Erina Munir
bimaa...tua banget ya pemikiraanya...😆😆😆
2024-12-24
0
Lily Chaeroni
wkwkwkkwwk 🤣🤣🤣
bima..bima..gemesin bgt sih kamu
2023-04-23
1
V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷
Udah jadi Tutup panci jadi kulkas dua pintu juga lagi si Bang Duren ini...selalu Angkuh,kaku dan Cool 🥶
2022-11-25
2