Malam itu, Alvira sedang berada di kamarnya bersama dengan sang suami. Andre tampak mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja. Pria tersebut duduk di meja tempat istrinya sering berias, sembari menatap Alvira yang saat itu sedang duduk di tepi ranjang.
"Sayang, bisalah kamu bujuk abangmu itu. Jika Bang Varo tidak mau menyuntikkan dana ke kita, maka perusahaan sudah tidak bisa tertolong lagi," ucap Andre.
"Mas, ini sudah kesekian kalinya. Tidak mungkin terus -menerus kalian mengalami krisis yang tiada berujung seperti ini. Aku malu dengan Varo, Mas." Alvira memijat keningnya karena permintaan suaminya itu.
"Sayang, tetap saja. Mau bagaimana pun juga, kita masih membutuhkan uluran tangan dari saudara kembarmu itu. Cuma Bang Varo yang bisa menolong kita," bujuk Andre.
"Tetap saja, Mas. Ini bukan hanya sekali dua kali saja, tetapi sangat sering. Bagaimana cara kamu mengelola uang perusahaan, Mas? Kenapa selalu saja minus?" tanya Alvira.
"Vira! " Andre meninggikan sedikit suaranya, sesaat kemudian ia pun memejamkan mata, mulai meredam sedikit emosinya mengingat bahwa saat ini dirinya tinggal serumah dengan mertuanya.
"Yang aku kelola ini adalah perusahaan kedua orang tuamu. Jika kamu tidak percaya padaku, silakan kamu kelola saja sendiri. Aku angkat tangan masalah ini," ucap Andre yang berucap pekan, akan tetapi dengan penuh penekanan.
Alvira hanya menghela napasnya dengan kasar. Lagi-lagi ia mengalah dengan sikap egois suaminya yang begitu tinggi. Alvira bersikap seperti biasa saja bukan berarti dia tidak mencurigai suaminya. Wanita itu menaruh curiga yang amat besar pada Andre. Namun, sebisa mungkin Alvira menutupinya, dan mencoba mencari tahu sendiri bagaimana perusahaan selalu kekurangan dana.
"Baiklah, aku akan mencoba berbicara dengannya nanti," ujar Alvira seraya menghembuskan napasnya dengan kasar.
Wajah muram Andre pun langsung berubah cerah seketika. Pria itu langsung menghampiri istrinya, meraih tangan Alvira dan mengecupnya bertubi-tubi.
"Istriku memang wanita terbaik. Aku sangat mencintaimu," ucap Andre dengan mengembangkan senyumnya yang lebar.
Alvira hanya membalas ucapan Andre dengan tersenyum simpul. Ia bingung harus bagaimana lagi menghadapi sikap suaminya itu. Di lain sisi, ia juga memikirkan anak yang ada di dalam kandungannya, bagaimana pun juga Andre adalah ayah dari anak yang dikandungnya itu. Setidaknya Alvira harus menghormatinya sebagai suami, sebelum nantinya ia tahu apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya itu.
Tak lama kemudian, terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah. Alvira beranjak dari tempat duduknya, melepaskan genggaman tangan suaminya begitu saja. Wanita itu melihat ibunya yang baru saja pulang di antar oleh Alvaro.
Melihat sang istri beranjak dari tempatnya, membuat Andre pun menyusul langkah Alvira. Pria tersebut langsung membulatkan matanya melihat Alvaro yang baru saja turun dari mobil bersama dengan mertuanya.
"Bukan kah itu Bang Varo? Sebaiknya kamu katakan sekarang saja, Sayang." Andre tampak begitu antusias. Ia kembali membujuk istrinya untuk mewujudkan keinginannya tadi.
Alvira tidak menjawab ucapan Andre. Wanita itu langsung melangkah pergi begitu saja tanpa berucap sepatah kata pun.
Andre mengembangkan senyumnya. Dimatanya, terpancar sebuah harapan yang besar, jika Alvira sudah turun tangan, mustahil bagi Alvaro untuk tidak membantunya.
Alvira menuruni anak tangga, ia melihat Alvaro tengah menggendong anaknya yang sedang menyalami kakeknya itu. Alvira menghampiri mereka, membuat semua orang yang ada di sana langsung menoleh ke arah wanita tersebut.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Alvira datar menatap Alvaro. Wanita itu melenggang pergi keluar lebih dulu tanpa mendengar persetujuan dari saudara kembarnya itu.
Alvaro menatap punggung Alvira yang semakin menjauh. Pria itu pun menurunkan Bima dari gendongannya.
"Nak, main lah dulu sama kakek dan nenek ya, Papa ingin menemui Tante Vira dulu," ujar Alvaro berkata dengan lembut pada sang buah hatinya.
"Baik, Papa." Bima menimpali ucapan ayahnya. Pria kecil itu pun langsung digandeng oleh kakek dan neneknya, mengajaknya untuk duduk di sofa yang ada di ruang tengah.
Fahri sempat bersitatap dengan istrinya. "Apa yang ingin Vira bicarakan? Kenapa kelihatannya sangat serius?" tanya Fahri sedikit berbisik pada istrinya itu.
"Entahlah. Aku tidak tahu. Mereka berdua memang seperti itu, selalu saja berbicara empat mata seakan menyimpan banyak rahasia," ujar Arumi.
Alvaro melangkahkan kakinya menyusul Alvira. Ia melihat saudara kembarnya itu sudah duduk di gazebo yang ada di depan rumah. Pria itu pun langsung menghampiri Alvira dan duduk di sampingnya.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Alvaro.
"Bisakah kamu membantu suamiku. Aku tahu ini sedikit memalukan, tapi tolong ...."
"Berapa kali lagi aku harus mengeluarkan dana? Sudah berapa kali aku membantu suamimu, akan tetapi aku tidak melihat hasil yang memuaskan," tukas Alvaro yang langsung menyela ucapan Alvira.
"Jika aku terus yang turun tangan masalah ini, perusahaannya tidak kunjung membaik, lalu apa fungsinya dia menempati posisi sebagai pimpinan di sana," lanjut Alvaro yang menuangkan langsung rasa kesalnya.
"Tolong pandang aku, Varo. Bagaimana pun juga dia adalah suamiku. Seburuk apapun dia, dia tetap suamiku. Kali ini saja, aku mohon ...." Alvira menatap Alvaro dengan wajah yang memelas. Alvira tidak pernah memohon seperti ini kepada Alvaro. Namun, karena cintanya yang terlalu buta untuk suaminya itu, membuat Alvira bertindak hingga sejauh ini.
Dari atas, diam-diam Andre memperhatikan keduanya. Andre dapat melihat kemarahan dari raut wajah kakak iparnya saat menatap Alvira.
"Apakah dia akan menolaknya? Tapi mustahil, karena Alvira kan saudara kandungnya," gumam Andre.
Di bawah sana, Alvaro dan Alvira saling terdiam. Alvaro belum memberikan jawaban tentang kesediaannya membantu adik iparnya tersebut.
"Bagaimana? Apa kamu mau membantunya?" tanya Alvira membuka suara saat melihat saudara kembarnya itu hanya diam sembari menatap lurus ke depan.
"Apakah kamu tidak pernah sekali pun mencurigai suamimu?" tanya Alvaro penuh selidik.
Alvira menghela napasnya cukup panjang. " Manusiawi bagi seseorang memiliki kecurigaan seperti yang kamu katakan. Namun, tidak ada salahnya untuk berpikir positif sebelum nanti dihadapkan dengan kenyataan yang sebenarnya," tutur Alvira.
Alvaro mengusap wajahnya dengan kasar. Saat ini ia menjadi serba salah. Jika tidak membantu, dia akan tidak enak hati pada saudari kembarnya itu. Jika dibantu, pasti Andre akan semakin menjadi-jadi.
"Baiklah, aku akan membantunya untuk kali ini saja. Jika nanti, aku temukan bahwa kinerjanya buruk, aku tidak segan-segan melaporkannya pada mama dan papa," tegas Alvaro.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Usmi Usmi
Alvaro kenapa tidak d selidiki sih
2025-02-20
0
Erina Munir
ada apa dngn andre yaaa
2024-12-23
0
susi 2020
😎😎😎😎
2023-04-15
0