Setelah menyelesaikan makan malam dengan obrolan yang begitu irit, karena yang selalu membuka obrolan adalah Fanny, sementara Alvaro hanya menjawab seadanya. Mereka bertiga saat ini berada di depan resto, berencana untuk pulang.
"Terima kasih atas traktirannya," ujar Fanny seraya tersenyum.
"Ya," timpal Alvaro singkat.
"Apakah kamu ke sini dengan menggunakan mobil?" tanya Fanny.
"Tentu saja." Alvaro kembali menimpali dengan singkat, padat, dan jelas.
"Oh, begitu. Aku kemari dengan menggunakan taksi karena tidak membawa mobil," ujar Fanny tersenyum penuh arti. Wanita tersebut tertunduk sembari menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
"Oh, kalau begitu silakan menunggu taksi. Selamat malam," ucap Alvaro yang langsung menggandeng putranya dan berlalu dari hadapan wanita itu.
Fanny menatap Alvaro yang masuk ke dalam mobil. Ia menganga, memandang Alvaro seakan tak percaya. Maksud hati bercerita bahwa dia menggunakan taksi ke sini agar Alvaro memberikannya tumpangan.
Namun, ia salah besar. Bahkan Alvaro tak menawarkan sedikit pun atau sekedar berbasa-basi kepada Fanny.
Pria itu terlihat melajukan mobilnya ke jalanan, tanpa membunyikan klakson sedikit pun. Fanny mengumpat kesal melihat mobil Alvaro yang melaju ke jalanan.
"Sialan! Jika aku tahu kalau dia tidak memberiku tumpangan, lebih baik aku membawa mobil saja tadi." gerutu Fanny seraya menghentakkan kakinya.
Wanita pun memberengut kesal, menghadang taksi yang lewat di hadapannya.
Di perjalanan, Alvaro melirik ke samping. Ia melihat jagoan kecilnya sudah tertidur dengan posisi yang tampaknya sedikit tidak nyaman.
Alvaro menepikan mobilnya sejenak, lalu menurunkan kursi yang diduduki oleh Bima, agar putranya itu lebih nyaman saat tertidur meskipun tengah berada di perjalanan.
Alvaro mengulas senyumnya, tingkah ceroboh anaknya yang telah terjadi sedari kemarin-kemarin begitu jelas teringat oleh pria tampan itu.
"Apakah kamu benar-benar gigih untuk mencari pengganti mamamu, Boy." Alvaro berbisik seraya mengusap rambut putranya dengan penuh kasih sayang. Setelah cukup lama, pria itu pun kembali melajukan mobilnya menuju ke rumah.
Si hitam kesayangan Alvaro pun memasuki area parkiran. Pria tersebut langsung turun dari mobil sembari menggendong anaknya. Lalu kemudian melangkah memasuki lift.
Tak lama kemudian, pintu lift pun terbuka. Alvaro berjalan beberapa langkah menuju pintu apartemennya. Ia melirik unit yang ada di depannya, dulunya kosong dan tampaknya hari ini sudah terisi.
"Aku memiliki tetangga baru?" gumam Alvaro yang sesaat kemudian menekan kode akses pada pintunya dan melangkah memasuki huniannya itu.
Alvaro berjalan ke kamar putranya, meletakkan jagoan kecilnya itu di atas kasur dengan pelan. Dengan telaten, Alvaro melepaskan sepatu yang dipakai oleh putranya yang tampan itu, lalu kemudian menyelimuti tubuh putranya, dan mengecup kening Bima.
"Selamat tidur kesayangan papa," bisik Alvaro yang kemudian berjalan meninggalkan kamar putranya dan mematikan lampu kamar tersebut yang hanya menyisakan lampu tidur saja.
Bima anak yang mandiri, pria itu memilih untuk tidur di kamarnya sendiri dibandingkan dengan tidur di kamar Alvaro. Dan Alvaro pun membiarkan anaknya menetapkan pilihan tersebut, setidaknya ia melatih anaknya untuk tidak terlalu bergantung terus menerus padanya, karena memang Alvaro juga terkadang sibuk mengurus kantor.
Alvaro mengganti setelan formalnya dengan baju tidurnya. Pria tersebut melangkah ke kamar mandi, menggosok giginya sebelum tidur serta mencuci wajahnya dengan sabun pencuci muka.
Setelah semuanya selesai, Alvaro pun keluar dari kamar mandi, duduk sejenak di meja kerja yang ada di kamarnya, mengecek beberapa dokumen di atas meja tersebut. Lalu kemudian, ia pun memilih melangkahkan kaki ke kasur, merebahkan dirinya yang terasa lelah di tempat yang begitu nyaman.
....
Keesokan harinya, Alvaro menjalankan aktivitas seperti biasa. Pria itu baru saja selesai memanggang roti dan menyiapkan telur mata sapi di atasnya, lalu kemudian di beri mayonaise di atasnya. Menu sarapan yang mudah untuk mengganjal perut mereka di pagi hari.
Setelah menyiapkan sarapan, Alvaro menemui anaknya di dalam kamar. Saat itu Bima baru saja selesai memakai pakaiannya. Alvaro tersenyum, lalu kemudian membantu untuk menyisir rambut ikal anaknya itu.
"Kamu benar-benar sangat mirip dengan mamamu, Nak. Rambutmu, wajahmu, membuat papa teringat akan mamamu," lirih Alvaro.
"Papa ... papa ... papa juga harus cari mama baru untuk Bima, biar bisa urus Bima. Kalau ada mama baru, nanti mama yang akan masak sarapan, mama juga yang urus Bima, supaya papa tidak terlalu lelah," ujar bocah tersebut seakan mengerti bahwa ayahnya itu selalu repot jika setiap pagi.
Sedari dulu, Alvaro memang memilih untuk mengurus anaknya sendiri. Jika dirinya sibuk, ia akan menitipkan Bima kepada neneknya, karena Alvaro tidak mempercayakan untuk menitipkan anaknya kepada orang lain.
Bukan karena pelit tidak ingin menyewa baby sitter, akan tetapi saat dia sering melihat di berita televisi, bahwa maraknya seorang pengasuh yang menyiksa anak yang di asuhnya, membuat Alvaro sedikit ragu untuk menyewa baby sitter, dan memilih untuk menitipkannya pada Arumi saja. Toh, Arumi juga tidak keberatan dititipi Bima, justru wanita itu sangat senang jika cucunya berada di rumahnya.
Mendengar penuturan anaknya tadi, membuat hati Alvaro terenyuh. Entah bagaimana, Bima bisa berpikiran layaknya orang dewasa di umur yang masih sekecil itu.
"Kamu terlalu cepat berpikiran dewasa, Nak. Untuk masalah yang kamu sebutkan tadi, papa tentu bisa mengatasinya. Jangan mengkhawatirkan hal itu," ujar Alvaro meletakkan sisir tersebut.
Bima telah berpakaian rapi, Alvaro pun langsung membawa putranya itu keluar, menuju meja makan untuk menikmati sarapan.
Baru saja mereka berada di depan meja makan, tak lama kemudian terdengar suara bel pintu berbunyi.
"Tunggu sebentar ya, Nak."
Bima menimpali ayahnya dengan sebuah anggukan pelan. Alvaro beranjak dari tempat duduknya, lalu kemudian berjalan menuju ke monitor intercom doorbell, melihat wanita yang berkisar sekitar umur lima puluh tahunan tengah memencet bel pintu tersebut.
"Siapa dia?" gumam Alvaro mengernyitkan keningnya.
Pria itu pun berjalan menuju ke pintu, membukakan pintu untuk tamunya itu.
"Ada apa, Bu?" tanya Alvaro dengan sopan.
"Emmm ... saya adalah ibu dari orang yang mengisi unit di depan," ujar wanita tersebut.
"Ah, iya. Tetangga baru," ucap Alvaro melengkapi ucapan wanita yang ada di hadapannya.
"Iya, tetangga baru." wanita itu tersenyum simpul.
"Kedatangan saya ingin memberikan ini kepada kalian sebagai tanda perkenalan mewakili anak saya," ucap wanita paruh baya tersebut memberikan sesuatu yang dibawanya kepada Alvaro.
"Ah, iya. Terima kasih." Alvaro pun menerima bingkisan itu.
"Kalau begitu saya permisi. Oh iya, kalau misalkan saya pulang ke kampung, tolong lihat-lihat anak saya ya. Takut nanti ada yang ganggu," ucap wanita paruh baya tersebut sembari terkekeh.
Alvaro tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Ia pun menutup kembali pintunya saat wanita tadi sudah masuk kembali ke unit sebelah.
"Siapa Papa?" tanya Bima.
"Tetangga baru, memberikan kita bingkisan ini," ujar Alvaro.
"Apa isinya, Papa?" tanya Bima yang merasa penasaran.
Alvaro pun membuka kotak tersebut, dan isinya adalah brownies coklat. Bima langsung berbinar melihat brownies tersebut yang merupakan makanan kesukaannya.
"Asik! Ada kue," seru Bima.
"Habiskan sarapannya dulu, Nak." Alvaro kembali menutup brownies tersebut.
"Baik, Papa."
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Devi Sihotang Sihotang
aseek tetangga baru idolaku...
2023-07-25
3
susi 2020
😘🥰🥰
2023-04-14
1
susi 2020
😲🙄😎
2023-04-14
0