Malam itu, Alvaro kembali datang ke tempat yang sama saat dirinya bertemu dengan wanita pilihan ibunya kemarin. Namun, kali ini ia menemui wanita yang berbeda, anggaplah kandidat kedua dari Arumi dan juga Bima.
Alvaro duduk sendirian di salah satu meja, sementara Bima duduk di meja terpisah bersama dengan neneknya yang melihat interaksi alvaro dari kejauhan.
Bima sempat mengadu kepada neneknya, bahwa papanya itu tak banyak bicara dengan wanita pilihan neneknya kemarin, membuat Arumi turun tangan dan mengawasi putranya itu secara langsung.
"Kita lihat saja wanita yang kedua, apakah dia akan tetap irit berbicara seperti kemarin?" gumam Arumi seraya menyesap minuman yang dipesannya.
Saat ia mengarahkan pandangannya pada sang cucu yang ada di hadapannya, ia sempat terkejut karena Bima yang tiba-tiba pindah tempat duduk.
Arumi pun panik, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari cucu tercintanya itu.
Di waktu yang bersamaan, Rania tengah menunggu pria yang dipilihkan oleh ibunya itu untuk kencan buta. Wanita itu tampak menghela napasnya dengan kasar, karena sudah lewat dua puluh menit pria itu tak kunjung datang juga.
"Dari pada menunggu seseorang yang tak dikenal seperti ini, lebih baik aku menunggu pasien yang datang ke klinik, setidaknya waktu yang terbuang terbayarkan oleh rupiah," keluh gadis tersebut.
Tak lama kemudian, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang berusia lima tahun datang mengisi bangku kosong yang ada di hadapannya.
Rania tertegun sejenak, lama memandangi anak kecil tersebut yang tersenyum menatapnya. "Apakah anak kecil ini yang hendak mama jodohkan kepadaku?" batin Rania sembari mengerjapkan matanya beberapa kali. Terlintas pikiran konyol saat itu juga di kepalanya.
Rania mengedarkan pandangannya, lalu kembali menatap bocah yang ada di hadapannya.
" Nama kamu siapa?" tanya Rania bertanya dengan hati-hati. Gadis itu mengulas senyumnya saat pria itu kembali melemparkan senyum.
"Aku Bima," ujarnya dengan begitu polos.
"Ibu kamu mana?" tanya Rania.
Bima menggelengkan kepalanya.
"Ayahmu?"
Bima menunjuk ke sembarang arah dengan bibirnya membuat Rania bingung sembari mengedarkan pandangannya.
"Tante, maukah tante menjadi mamaku?" tanya Bima.
Pertanyaan bocah lima tahun tersebut sontak membuat Rania terkejut. Bagaimana tidak? Dirinya tak mengenal anak siapa yang saat ini tengah bersamanya, dan secara tiba-tiba anak itu meminta Rania untuk menjadi ibunya.
Rania belum menjawab, tiba-tiba datang seorang pria yang berjalan menuju ke arahnya.Pria itu mengembangkan senyumnya seraya menatap Rania.
"Benarkah ini Rania?" tanya pria tersebut.
"Iya benar." Rania menimpali dengan menganggukkan kepalanya.
"Saya Edo, pria yang sudah mengatur pertemuan melalui ibu anda kemarin," ujar pria tersebut memperkenalkan diri.
Rania mengangguk, lalu kemudian mempersilahkan pria yang merupakan pasangan kencan butanya untuk duduk.
Edo mengarahkan pandangannya pada Bima, lalu kemudian menatap ke arah Rania.
"Dia siapa?" tanya Edo.
"Aku ti ...."
"Mama." Bima mengerjapkan matanya seraya menatap Rania dan memanggilnya dengan sebutan mama.
Sontak mata Rania langsung membelalak, terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Oh, ternyata seorang single parent, aku kira kamu seorang gadis lajang," celetuk pria tersebut.
Rania langsung terkekeh geli mendengar ucapan pria yang ada di depannya itu. "Sepertinya anda benar-benar tipe yang sangat mudah mempercayai orang lain," ujar Rania.
"Tentu saja, bahkan jika kamu bukan seorang dokter sungguhan pun aku mempercayainya," balas pria tersebut.
Raut wajah Rania tiba-tiba berubah. Entah mengapa ucapan pria yang ada di hadapannya itu menurutnya sudah sangat keterlaluan.
"Iya, aku seorang janda dan aku adalah dokter gadungan. Dan semua yang kamu ucapkan tadi benar adanya," ucap Rania yang merasa kesal, akan tetapi sebisa mungkin ia menjaga sopan santunnya dan bersikap seperti bisa saja.
Selang beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan rambut yang sudah memutih berjalan ke arahnya.
"Astaga cucuku, kamu kemana saja sedari tadi," ucap Arumi panik.
Arumi mengulas senyumnya pada Rania, Rania pun membalas senyuman Arumi sembari menundukkan sedikit kepalanya.
"Maafkan sikap cucu saya," ujar Arumi.
"Tidak apa-apa, dia sangat lucu dan menggemaskan. Aku menyukainya," balas Arumi.
Bima yang melihat Arumi tersenyum ke arahnya pun langsung menyembunyikan wajahnya di belakang sang nenek. Bukan karena pria kecil tersebut takut pada Rania, melainkan ia malu karena dipuji oleh wanita tersebut.
Arumi melirik pria yang ada di sebelah Rania. "Sayang sekali, jika dia adalah wanita lajang, sudah pasti aku akan menjodohkannya dengan Alvaro," batin Arumi.
"Kalau begitu, kami permisi dulu," ucap Arumi yang dibalas anggukan pelan oleh Rania. Keduanya pun berlalu dari hadapan Rania.
Edo, pria yang ada di sebelah Rania sedikit membetulkan dasi yang serasa mencekik lehernya. Ia baru saja salah tentang gadis yang ada di hadapannya itu yang sebelumnya ia kira adalah janda.
Edo baru saja hendak membuka mulutnya untuk berbicara, tiba-tiba ada lagi seseorang yang menghampiri Rania. Anak perempuan berusia sekitar 10 tahun itu pun langsung menyapa Rania.
"Bu Dokter," sapa anak gadis itu.
"Eh Dinda sayang, kamu di sini juga," ujar Rania.
"Iya Bu Dokter, mama dan papa ada di sana," ucap anak tersebut sembari menunjuk kedua orang tuanya yang ada di ujung. Kedua orang tua anak tersebut melambaikan tangan seraya tersenyum menatap ke arah Rania.
"Apakah gigimu masih terasa sakit?" tanya Rania.
"Sudah tidak lagi. Berkat Bu Dokter, aku sudah bisa makan tanpa merasakan sakit pada gigiku," ujar gadis kecil itu.
"Kurangi makan yang manis-manis dulu, dan jangan lupa untuk menyikat gigi sebelum tidur," ucap Rania.
"Baik, Bu dokter. Kalau begitu Dinda permisi dulu, Bu Dokter."
Rania mengangguk pelan, lalu kemudian gadis kecil tersebut pergi meninggalkannya dan kembali ke kursinya.
Edo kembali tercengang, ia benar-benar merasa tak enak hati pada Rania karena telah berucap yang tidak pantas. Rania bukanlah seorang janda dan dia juga bukan dokter gadungan. Edo seakan tertampar oleh kenyataan yang ada, membuat pria tersebut sedikit kehilangan muka.
"Soal tadi, ma ...."
Rania langsung berdiri dari tempat duduknya, hingga ucapan Edo pun langsung terpotong begitu saja. "Sepertinya aku harus pulang karena besok aku harus kembali bekerja. Selamat malam."
Tanpa berbasa-basi, Rania langsung melenggang pergi meninggalkan pasangan kencan butanya itu. "Dasar pria menyebalkan!" batin Rania menggerutu kesal sembari membawa langkah kakinya untuk pergi dari tempat tersebut.
Bima dan Arumi saat itu melihat Rania yang pergi meninggalkan pria yang bersamanya tadi sendirian.
"Apakah mereka bertengkar?" tanya Arumi.
"Mungkin," celetuk Bima.
"Dia tidak buruk, cantik dan imut. Aura keibuan begitu lekat terpancar di wajahnya," gumam Arumi.
Keduanya beralih memperhatikan Rania sedari tadi, tanpa mereka sadari bahwa keduanya melupakan niat awalnya untuk mengawasi Alvaro yang saat itu tengah melakukan kencan buta juga.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Erina Munir
hahaaa...pda terkesima sm rania... jdi lupa sama tujuannya
2024-12-23
0
Enung Samsiah
haha ada dua psang kencan buta berarti,,, nnti tukaran aha biar pas
2023-11-19
1
Dewa Dewi
duh Bima lucu bgt😍😍😘😘😘
2023-11-14
1