Alvaro baru saja tiba di kantor. Pria tersebut memberhentikan mobilnya di parkiran. Sebelum turun dari mobil, Alvaro melihat dirinya di pantulan cermin. Ia merapikan penampilannya, lalu kemudian menyentuh rahangnya secara bergantian.
"Enak saja wajahku disamakan dengan tutup panci," gerutu pria tersebut.
Setelah merapikan penampilannya, Alvaro pun turun dari mobilnya. Beberapa pegawai yang berpapasan dengan Alvaro langsung menunduk hormat. Pria tersebut berjalan menuju ke ruangannya dengan penuh kharisma.
Tinggg ...
Pintu lift yang membawa Alvaro menuju lantai lima pun terbuka. Pria tersebut melangkahkan kakinya, berjalan menuju ke ruangannya. Saat jaraknya tak jauh lagi, Juni datang menyambut Alvaro.
"Selamat pagi, Pak. Di pagi yang cerah ini, seorang wanita cantik sudah menunggu kedatangan anda di ruangan," ujar Juni.
Alvaro menaikkan alisnya sebelah, "Siapa?"
"Mantan sekretaris Pak Andre," timpal pria tersebut.
Alvaro langsung menghela napasnya sembari memejamkan mata. "Ini masih pagi, kenapa aku sudah dipusingkan oleh dua orang wanita," gerutu Alvaro berlalu dari hadapan asistennya.
Juni mengerutkan keningnya. "Dua orang wanita? Menurutku itu adalah berkah," gumam Juni kembali ke meja kerjanya.
Alvaro masuk ke dalam ruangannya. Dan benar saja, seorang gadis berambut pendek tengah menunggu kedatangannya di sofa yang ada di ruangan tersebut.
Alvaro menjatuhkan bokongnya di salah satu sofa. "Ada apa?" tanyanya tanpa berbasa-basi.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin menagih tawaranmu yang kemarin," ujar wanita itu seraya mengulas senyumnya.
"Ku kira kamu ingin memperlihatkan potongan rambut barumu," celetuk Alvaro.
Shinta pun langsung menyentuh rambutnya. " Anggap saja begitu," ucap wanita tersebut sembari terkekeh.
Alvaro kembali diam, akan tetapi di dalam hatinya pria tersebut mengumpat tentang wanita yang ada di hadapannya itu.
"Jika bukan karena permintaan Alvira, aku sangat tidak mau berdekatan dengannya dalam jarak sepuluh meter," cecarnya dalam hati.
Keheningan tercipta diantara keduanya. Membuat Alvaro pun lama-lama tidak tahan dengan suasana yang sungguh membosankan ini.
"Kalau tidak ada hal yang penting, sebaiknya kamu pulang saja. Masih banyak pekerjaan yang belum aku urus," ucap Alvaro seraya melirik jam tangannya.
"Ah iya. Baiklah kalau begitu. Aku hanya ingin menanyakan kapan kamu akan mengajakku berkencan?" tanya Shinta.
Alvaro menekuk bibirnya ke dalam, mencoba menahan rasa kesalnya. Bukan tipe Alvaro yang ditagih berkencan oleh seorang wanita, karena pria tersebut akan semakin merasa risi.
"Emmm begini, aku lihat kondisinya terlebih dahulu. Aku bukanlah seorang pria yang banyak bersantai. Aku memiliki kegiatan yang cukup padat. Nanti, jika ada waktu, aku akan menghubungimu," ucap Alvaro yang masih mencoba mengulas senyumnya.
"Baiklah, aku akan menunggumu. Jika kamu tidak sampai menghubungiku, maka aku akan kembali menemuimu," ujar Shinta seraya mengedipkan sebelah matanya.
Alvaro melihat wanita tersebut tampak sangat agresif, membuat dirinya bergidik ngeri. Ia hanya melihat Shinta yang mulai beranjak dari tempat duduknya, lalu kemudian meninggalkan Alvaro sendirian di ruangan tersebut.
Sepeninggal Shinta, Alvaro kembali menduduki kursi kebesarannya. Pria tersebut langsung meraih phone table, mencoba untuk menghubungi sang asisten.
"Ke ruanganku sekarang!" ujar Alvaro yang langsung menutup panggilannya.
Tak lama kemudian, Juni pun menampakkan batang hidungnya. Pria tersebut mengetuk pintu perlahan sebelum masuk ruangan atasannya itu.
"Ada apa bapak memanggil saya?" tanya Juni.
"Lain kali, jika wanita itu datang kemari di saat aku tidak ada, sebaiknya kamu suruh dia pulang saja. Pagiku yang cerah menjadi suram hanya karena wanita," tukas Alvaro.
"Baik, Pak."
"Kalau begitu, silakan lanjutkan pekerjaanmu!" titah Alvaro dengan gerakan tangannya.
Juni pun pamit undur diri dari ruangan tersebut. Saat dia melangkahkan kakinya beberapa langkah, tiba-tiba Alvaro pun kembali memanggilnya.
"Juni, tunggu sebentar!"
Sang asisten langsung berbalik. "Ada apa, Pak?"
"Apakah emmm ... tutup panci ... Ah sudahlah! Lupakan!" Alvaro hendak menanyakan tentang dirinya yang dikatai tutup panci. Namun, pria tersebut mengurungkan niatnya.
"Apakah Pak Alvaro kehilangan tutup panci? Saya bisa memesankannya kembali untuk bapak tutup panci yang berkualitas baik," ujar Juni yang mencoba menebak.
"Tidak! Aku membenci tutup panci. Bahkan, tutup panci yang ada di rumah akan ku buang semuanya," tukas Alvaro.
Juni tercengang, ia bingung kesalahan apa yang dibuat oleh tutup panci tersebut hingga membuat lagi Alvaro menjadi kelabu.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu, Pak."
Juni melanjutkan langkahnya sembari berpikir keras tentang hubungan tutup panci dan Alvaro.
Di lain tempat, Rania baru saja tiba di klinik. Wanita itu dengan cepat langsung masuk ke dalam gedung tersebut.
"Ada apa? Kenapa Bu dokter datang kesiangan?" tanya Hilda yang sudah berada di sana. Sementara pasien tampak sudah mengantri menunggu untuk segera ditangani.
"Aku bertemu dengan pria menyebalkan," jawab Rania yang langsung meletakkan tasnya dan memakai jas dokternya.
Hilda tak ingin bertanya lebih jauh karena melihat Rania yang tampak tergesa-gesa.
"Baiklah, kita mulai sekarang!" titah Rania yang sudah siap menangani pasiennya. Hilda pun mengangguk, wanita tersebut berjalan keluar ruangan sembari menyebutkan nama pasien satu persatu untuk diperiksa giginya.
.....
Arumi dan Bima juga baru saja sampai. Mereka menuju ke sekolahan menggunakan taksi. Saat turun dari mobil, Arumi berjongkok. Wanita tua itu merapikan penampilan cucunya sebelum mengantarkan cucu kesayangannya itu masuk ke gerbang sekolah.
"Sudah rapi. Belajar yang rajin ya, cucuku. Nanti kalau Bima memperoleh nilai paling baik diantara teman-teman Bima yang lainnya, nenek akan belikan Bima hadiah," ujar Arumi seraya mengusap rambut ikal milik Bima.
"Benarkah Nek?" tanya Bima.
"Hmmm ... tapi harus janji sama nenek, belajar yang rajin."
"Siap Nek, Bima akan belajar lebih giat lagi," ujar pria kecil tersebut.
"Bagus. Sekarang ayo nenek antar ke dalam!"
Arumi kembali berdiri, wanita tersebut menggandeng tangan cucunya untuk masuk ke dalam gerbang sekolah.
Saat memasuki area sekolah, pria kecil itu melihat Nana yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya saat ini. Bima menundukkan pandangannya. Ia merasa takut serta bercampur rasa tak enak hati karena penolakan dari ayahnya semalam.
"Bima!" seru Nana dengan memperlihatkan segaris senyum di bibirnya.
Pria kecil itu memberanikan diri menatap gurunya. Ia membalas senyuman dari gurunya itu. Arumi sedari tadi memperhatikan Bima. Ia bahkan bisa menebak bahwa cucunya sedang merasa tak nyaman saat ini.
"Ada apa cucuku?" tanya Arumi dengan lembut dan sedikit pelan.
"Bima tidak enak dengan Bu Guru. Semalam Bu Guru marah-marah sama papa karena tak terima dengan ucapan papa," cicit Bima.
"Astaga, Alvaro selalu saja berbuat seperti itu. Dia benar-benar tidak bagaimana anaknya nanti saat di sekolah," ujar Arumi.
Keduanya melihat Nana yang berjalan menghampiri. Bima yang masih merasa tak enak hati pun masih tertunduk.
"Tidak masalah, Sayang. Nanti nenek yang bantu berbicara pada Bu Guru," ujar Arumi mencoba membujuk anaknya.
"Bima," panggil Nana lagi saat tiba di hadapan pria kecil itu.
Bersambung .....
Gengs, yang mau liat visualnya Bima sama Alvaro, langsung aja cek di Ig aku, ayasakaryn24.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Erina Munir
mister tutup panci...kan ganteng tuh dpt gelar itu..😆😆😆😆
2024-12-24
0
Adelia Rasta
hahaha tutup panci,,ya ada lagi bu guru nya ni apa g malu ya
2023-04-12
2
Sumita Mita
seriusan perutku sakit akibat tertawa baca novelnya thor good job
2022-12-26
1