Bab 6

Setelah disidang oleh Bu Lala dan guru BK lainnya, Lino dan Lina keluar dari ruang BK dengan badan lemas sedangkan Sonny dan gengnya masih berada didalam, entah apa yang akan guru BK lakukan selanjutnya pada mereka.

Jam pulang sudah berakhir 15 menit yang lalu, tapi bagi anak anak yang berurusan dengan BK belum dibolehkan pulang, tak lama setelah Lino dan Lina mendaratkan pantatnya dikursi depan ruangan, tiba tiba beberapa ibu ibu dan juga bapak bapak datang tergesa gesa memasuki ruang BK lalu marah marah tidak jelas.

Lino menundukkan kepalanya, dengan pikiran yang masih terhanyut memikirkan adik perempuannya itu, apakah adiknya itu telah dilecehkan, namun ia tak sanggup bertanya, rasanya pertanyaan itu sungguh menyakitkan.

Disisi lain, Lina juga merasa bersalah pada kakaknya karena telah menyeret kakaknya kedalam masalahnya. Lina melihat Lino yang memijit pelipisnya.

"Abang.... maafin Lina"

Deg!

Seketika jantung Lino seperti berhenti berdetak sejenak, ia takut apa yang ada dipikirannya itu benar terjadi. Lino mendongak menatap wajah saudari kembarnya itu.

Tiba tiba air mata Lina berlinang sembari menatap kakaknya.

"Kenapa dek?" Lino mengusap air mata Lina sembari memegang kedua pipi adiknya itu, hatinya begitu sakit jika kenyataan pahit itu memang terjadi pada adiknya, dirinya merasa sangat bersalah telah gagal menjaga adiknya itu.

"Gara gara Lina, abang jadi kena masalah juga, Lina minta maaf, gara gara Lina elo jadi kena poin.... kalo abang dikeluarin dari sekolah gimana? kalo abang dimarahin sama bunda dan kakak kakak gimana? Ini salah Lina" gadis itu menangis sesegukan.

"Udah ga usah dipikirin, ini memang kewajiban abang jaga elo, elo saudara kembar abang, elo perempuan yang harus dijaga... lagian gapapa lah sekali sekali anak cerdas kena poin, kalo masalah dikeluarin dari sekolah kayaknya ga mungkin dek" Lino mencoba menenangkan adik perempuannya itu, mengelus rambutnya dan menyandarkan kepala adiknya itu dibahunya.

Lino meringis merasa sedikit kesakitan diarea bibirnya yang besam dan berdarah.

"Sakit?" tanya Lina ikut meringis melihatnya.

"Enggak kok, cuma agak perih aja"

Persaudaraan mereka sangat membuat iri, terlihat sweet, penuh perhatian dan kasih sayang.

"Dek.... abang boleh tanya, tolong jawab sejujurnya" Lino menunduk, tak sanggup jika memang apa yang dipikirannya adalah suatu kenyataan.

"Apa?"

"Elo ga diapa apain kan sama mereka? abang takut elo dilecehin, karena liat baju lo yang berantakan dan dasi sama sabuk lo ga ada... abang takut gagal jaga elo, abang siap dikeluarin dari KK kalo sampe itu terjadi."

"Enggak abang.... abang kejauhan mikirnya, Alhamdulillah Lina masih dilindungi sama Allah SWT bang, dasi sama sabuk Lina ga ada emang Lina buat perlindungan tadi, buat mukul mereka tapi kan Lina cewe ya jadinya kalah, kalo abang kurang yakin... kita bisa cek cctv" jawab Lina dengan tersenyum.

Lino menghembuskan nafas lega begitu mendengar pernyataan dari adiknya itu, ia yakin kalau Lina tidak mungkin berbohong.

"Alhamdulillah kalo gitu, maafin abang ya karena berburuk sangka sama lo" Lino mengacak rambut adiknya, Lina hanya mengangguk.

"Kenapa elo malah telfon bang Rain?" tanya Lina saat melihat panggilan telfon yang tertuju untuk Rain di ponsel Lino.

"Ya terus, gue harus telfon siapa? bunda? ga mungkin lah, emang lu mau malu maluin emak lu cuma perkara gini doang? apalagi kak oo atau bang Abim, jelas ga mungkin. Bisa bisa kita dibuang ke lubang buaya, satu satunya yang bisa kita percaya, ya cuma bang Rain, bang Rain yang slalu bisa bela kita apapun masalahnya" terang Lino.

"Kak Audrey kan bisa"

"Kak Audrey kan sekolah, lagian dia juga masih seorang siswi masa bisa dia ngelawan ibu ibu rempong didalam sana, kalo bang Rain pastinya bisa belain kita sampe titik darah penghabisan sekalipun"

"Iya juga sih"

Lino berdecak.

"Elo diapain aja tadi?"

"Ditampar, dicekek, dicengkeram pipi gue, didorong ke tembok juga, untungnya elo datang diwaktu yang tepat, kalo elo ga ada, entah apa yang terjadi sama gue, mungkin apa yang elo pikirin tadi bakal terjadi" jawab Lina.

"Sebenarnya, gue masih sakit hati sama Sonny dan gengnya, pingin banget gue gebukin mereka sampe mereka masuk rumah sakit, tapi gue sadar kalo gue lakuin itu bisa bisa gue dikeluarin dari sekolah, bakalan panjang urusannya, bunda juga bakal usir gue dari rumah pastinya"

"Untung abang gue ini masih mikir kedepannya, kalo enggak, udah habis hidup enak lo"

Lino menghela nafas. Beberapa menit kemudian, deru motor Supra milik Abim terdengar berhenti didepan mereka, Lino dan Lina tercengang mana kala melihat Rain tak datang seorang diri, terlihat Rain berdiri plonga plongo dibelakang Abim.

"Lin" Lino menyenggol siku Lina yang tengah terdiam dengan mulut menganga.

"Kayaknya ga lama lagi akan ada hujan badai angin ribut deh"

Namun Lina tak menyahut, gadis itu tak sanggup lagi untuk berfikir, ingin sekali saat ini juga dia berubah menjadi tumbuhan.

"Muka kalian kenapa lebam?" Abim menatap penuh curiga.

Hening. Lino tak tau harus beralasan apa, sementara Lina seolah berubah menjadi tumbuhan saat ditatap oleh Abim dengan tatapan mencekamnya itu. Keduanya langsung menunduk, niatnya mereka akan meminta bantuan Rain namun saat melihat Rain datang bersama dengan Abim, mereka urung mengungkapkan niatnya, otak mereka rasanya kosong, mereka benar benar ketakutan jika Abim akan tambah memarahinya.

"Mmmm tadi...." Lina menyenggol siku Lino.

"Aku berantem sama kakak kelas" saut Lino, sontak membuat Lina tercengang menatap kakaknya yang berdiri di sebelahnya.

Abim terdiam, sedangkan Rain malah merangkul pundak Lino dengan senyum smirk seolah mendukung apa yang dilakukan oleh adiknya itu.

"Kamu yang nonjok duluan apa mereka?"

Lino terdiam sejenak, ia tak tau lagi apakah ini saatnya dia berbohong, atau ungkapkan saja yang sebenarnya. "A-aku duluan, soalnya dia nyeret Lina ke parkiran guru"

Rain membelalak, "lu diseret?!!" matanya melotot kearah Lina, "wih ini parah nih, masa adik kesayangan Abimanyu Mahendra Anggara diseret sih? sama kakak kelas lagi"

Detik itu juga, Abim langsung mengetuk pintu ruang BK dengan raut wajah yang benar benar marah, saat suara perempuan mempersilahkan masuk, Abim membuka pintu dan melangkahkan kakinya masuk kedalam.

Namun langkahnya terhenti tepat didepan pintu saat melihat 4 anak laki laki dengan orangtua disisinya, melihat wajah mereka lebih bonyok dari adiknya.

"Lino! kamu yang bikin mereka kayak gini?!" bentak Abim pada Lino yang bersembunyi dibelakang tubuh Rain.

Lino mengangguk pelan, pandangannya tak berani menatap ke depan, tetapi dia pasrah jika sampai rumah seandainya dia dimarahi habis habisan oleh keempat kakaknya ditambah bundanya, kalau Rain sih tidak mungkin memarahinya, Rain selalu membela adik adiknya.

Namun, diluar dugaannya. Abim dan Rain malah mengacunginya jempol, membuat orang orang didalam ruangan terkejut melihatnya, termasuk si kembar.

"Mas ini, walinya Lino dan Lina?" tanya bu Lala.

"Iya, saya kakaknya"

"Silahkan duduk"

Ke empat anak Anggara langsung duduk berdampingan disebelah guru guru BK, didampingi dengan tatapan kebencian dan nyinyiran dari para wali orangtua Sonny dan gengnya diseberang meja.

"Baik, jadi begini mas. Tadi sewaktu pergantian jam ke enam, Lino berkelahi sama 4 anak ini, yaitu kakak kelasnya. Seperti yang kakaknya si kembar liat, mereka babak belur" terang pak Deni, guru BK lainnya.

Seketika ibu ibu itu langsung nyinyir, membuat Rain berbisik ke telinga Abim, bergibah, "nyinyir banget sih ibu ibu itu, ngeri liatnya, kayak ibu tiri antagonis yang diliat bunda semalem di tv indosiar njirr"

"Katanya anak berprestasi, tapi kok attitude nya kayak anak jalanan gitu" kata ibu ibu disebelah Dean. Penampilannya seperti istri seorang pejabat dengan perhiasan emas yang memenuhi tangannya.

"Namanya juga anak anak ya bund" saut Rain dengan nada menyindir.

Tak mau kalah, ibunya Sonny juga ikut menyaut sembari melotot ke arah Rain, "gara gara adik kamu, anak saya jadi babak belur gini!" bentaknya, diikuti dengan anggukan Sonny yang sok yang paling teraniaya.

"Ya ada untungnya saya memasukkan adik saya ke sanggar taekwondo, supaya dia bisa beladiri kalo diserang orang, juga terutama untuk menjaga adik kembarnya" balas Abim sembari melihat Bu Lala, dan tersenyum tipis.

"Enak aja!! anak saya ini anak baik baik, ga mungkin nyerang adik kamu duluan!!" akhirnya, ibunya Ellon menyolot.

"Emangnya kakak saya barusan bilang kalau anak ibu nyerang adik saya?" tanya Rain sengaja memancing mancing.

"Dari apa yang dibilang Lino, dia mukulin anak anak ini karena adik kembarnya diseret dan diperlakukan tidak baik duluan sama mereka, apalagi adiknya perempuan, ya masa cowok nyerang cewe sih, ga jantan banget" sindir Abim.

"Bohong ma!! aku ga ngapa ngapain dia! dia aja yang tiba tiba datang mukulin aku, padahal kita cuma mau pinjam buku matematikanya aja ke Lina" Sonny menyahut, beralasan yang tak sesuai kenyataan.

"Lina, apa benar yang dibilang Sonny?" tanya pak Deni.

Lina terdiam, menunduk ketakutan, badannya berkeringat dingin, jantungnya berdetak begitu kencang, wajahnya begitu pucat.

"Aku dipalak sama mereka, karena aku ga mau ngasih uangnya, jadinya aku diseret ke parkiran terus aku didorong ke tembok, ditampar, dicekik" jawab Lina dengan suara bergetar.

"Enggak ma" "enggak pa"

Jawab mereka bersamaan.

Lina mendongak, mendapati tatapan ancaman yang dilemparkan oleh Sonny dan teman temannya, namun beruntungnya Abim dan Lino yang mampu menenangkannya, keduanya memegang erat tangan dingin Lina.

"Ini memang bukan pertama kalinya Sonny, Ellon, Dean, Xevier memalak saya, ini pertama kalinya saya menolak memberikan uang pada mereka, akhirnya mereka menyeret saya, terus ga lama Lino datang, nolongin saya, jadinya mereka berantem bu, pak" terang Lina.

"Lina bohong Bu!!!" teriak mereka bersamaan.

"Kalo Bu Lala sama pak Deni ga percaya, bisa bertanya ke teman teman sekelas saya, mereka juga sering dipalak sama mereka, mereka berempat ngumpulin duit itu biar bisa beli rokok, kalo ga percaya buka aja tasnya mereka" tambahnya.

"Sonny bener itu?"

Namun untuk membuktikan kebenarannya, para wali murid mengecek tas dari anak anak mereka, dan benar saja ditemukan satu bungkus rokok di tas masing masing.

"Jadi ini yang kamu lakuin selama ini Xavier!! papa nggak ngajarin kamu ngerokok!! palak temen temen, apalagi melukai perempuan!!" papanya Xavier nampak begitu marah, ia menampar anaknya itu hingga bunyinya begitu renyah didengar.

Anak anak Anggara saling tatap, terkejut melihat kejadian yang barusan terjadi.

Lina merasa sangat lega setelah semua terungkap dan memang dinyatakan dirinya dan kakaknya tidak bersalah, Lina masih teringat akan pesan kak Reza sebelum cowok itu merantau jauh keluar kota.

"Jangan takut untuk mengatakan hal yang memang seharusnya diungkapkan, kebenaran selamanya akan menjadi kebenaran, hal yang terpenting adalah kamu harus berani berkata jujur" ujar Reza kala itu.

Lino tersenyum dan merangkul adiknya. Mereka kini telah menang, banyak kebusukan yang telah dibongkar oleh Lina, Lino sangat bangga pada adiknya itu yang telah berani berkata jujur didepan guru, keduanya tertawa lega setelah menghadapi ketegangan yang luar biasa.

Kini Lina tak lagi ingin menjadi tumbuhan, cukup jadi manusia yang berjalan dijalan yang benar saja sudah cukup.

~•~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!