BAB 8

Di suatu malam sepulang dari kampus, Yasmin dan Rain mampir disebuah warung pinggir jalan, warung rujak sederhana langganan mereka.

Ditengah tengah obrolan, tiba tiba Yasmin terdiam, dia menatap Rain dengan tatapan sendu.

"Rain... maafin aku" gumamnya, mengingat beberapa hari yang lalu saat dia pernah membawakan sandwich yang hampir mencelakai nyawa Rain jika tak segera diobati.

"Udah gapapa, sayang" balas Rain menggenggam lembut jemari gadis didepannya.

Yasmin gelagapan, lalu hanya selang sedetik saja, air matanya lolos jatuh membanjiri pipinya, Yasmin merasa begitu bersalah.

"Loh.... kok nangis, Yasmin?" panik Rain. Cowok itu langsung berpindah ke sebelah Yasmin yang menangis tanpa bersuara, menahan sesak di dadanya, cowok itu sudah tak peduli pada pengunjung lain yang tengah menatap mereka dengan sinis dan penuh nyinyiran.

Rain tak peduli pada orang orang yang ada diluar hubungannya, dia tipikal lelaki yang tidak akan membiarkan seorang perempuan tersakiti dan menangis, apalagi jika perempuan itu adalah bundanya, saudara perempuannya dan juga Yasmin, Rain tak akan membiarkan mereka menangis apalagi didepannya.

"Aku salah Rain.... aku minta maaf"

"Udah gapapa sayang, jangan nangis"

"Tapi kamu sakit gara gara aku"

"Iya udah gapapa, lagian kan udah lewat, buktinya sekarang aku udah sehat, saat ini aku masih ada disisi kamu" ujar Rain sembari menghapus air mata Yasmin dan menenggelamkan gadis itu kedalam pelukannya.

"Aku minta maaf.... aku mau jujur sama kamu" gumam Yasmin melepas pelukan itu. Rain terdiam, ia mencoba mendengarkan penjelasan Yasmin.

"Waktu itu aku bohong"

"Emmm?"

"Pas kamu nanya aku dimana, aku bohong sama kamu dengan bilang aku ada dirumah, padahal aku ada diluar sama Devano".

Rain terdiam.

"Rain, maafin aku. Aku ga maksud bohong sama kamu, waktu itu aku habis rapat keadaan udah mendung banget, liat jam udah jam 9 malem. Aku ngga dapet driver, aku mau minta jemput kamu tapi waktu itu kamu lagi sakit, aku ngga tega, trus Devano lewat nawarin aku buat balik bareng, jadi aku terima aja soalnya udah malem banget, aku takut sendirian, Rain aku minta maaf" terang Yasmin panjang lebar sembari menunduk.

Rain mengangguk, cowok itu begitu tenang mendengarkan pengakuan Yasmin.

Begitu saat Yasmin mendongak, justru pemandangan tak biasa, ia melihat pacarnya itu tersenyum manis padanya, sungguh sesuatu yang baru yang tak pernah ia temukan pada diri Devano.

"Aku ga marah kok. Makasih ya"

"Makasih buat apa?"

"Karena kamu udah mau jujur sama aku"

"Rain.."

"Iya sayang?"

"Maaf"

"Kenapa lagi?"

"Maaf, selama ini aku belum bisa jadi pacar yang baik buat kamu"

Rain tertawa kecil, ia begitu tak ambil pusing tentang hubungannya. Rain tau kalau gadis itu benar benar merasa bersalah, tetapi Rain merasa lebih baik jika Yasmin mau berkata jujur padanya, karena sebuah hubungan harus dilandasi dengan kejujuran dan saling percaya. Cowok itu mengusap puncak kepala Yasmin kemudian mencium keningnya.

"Rain, ada yang telfon tuh"

Rain pun menoleh pada ponselnya yang tergeletak diseberang meja, ia melihat nama yang tertera pada panggilan telfonnya, nama Falina tertera disana.

"Siapa?" tanya Yasmin.

"Lina, tumben banget tuh anak telfon"

"Loudspeaker dong, aku pingin denger" antusias Yasmin, sudah lama Yasmin mendengar cerita si kembar dari mulut Rain, dari semua cerita itu si kembar sangatlah lucu baginya, suatu saat ia ingin sekali bertemu dengan adik adik Rain.

Rain pun menuruti permintaan pacarnya itu.

"Apa dek?"

"Abang tolooong!"

Rain dan Yasmin nampak panik mendengar panggilan tersebut, namun sesaat keduanya mengernyit saat mendengar suara Lino yang menirukan suara sirine ambulance.

"Kenapa?"

"Mizone mau lahiran!! tolong abang!!"

Kalau saja si kembar ada dihadapannya, Rain pasti sudah menyumpal mulut mereka menggunakan kaus kakinya yang bau. Tapi sayangnya mereka terpaut jarak untuk Rain siksa secara langsung, Rain hanya bisa menggelengkan kepalanya, lelah menghadapi keunikan seorang Falina dan Falino Anggara.

By the way, Mizone itu marmut milik Abim, hadiah ulang tahun dari Audrey setahun lalu dan sekarang marmut tersebut tengah berjuang untuk melahirkan anak anaknya.

"Terus gue harus apa?"

"Bang Rain tau nggak sih, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia" saut Lino.

"Terus?"

"Jadi, Abang nggak sayang sama Mizone?"

"MIZONE KAN MARMUT, INO!!! BUKAN MANUSIA!"

"Tapi marmut juga punya perasaan kayak manusia, bang"

"Ya terus?"

"Kasian Mizone, dia pernah sedih gara gara ditinggal si Cola, 2 hari ga mau makan, artinya dia punya perasaan kan?"

Rain menghela nafas berat, "Lino?"

"Apa bang?"

"Tidur aja gih"

"Terus Mizone gimana?"

"Lo lakiknya Mizone bukan?"

"Bukan sih"

"Terus lakiknya Mizone siapa?"

"Hmmm..... bang Abim?"

"Sip, itu tau. Jadi, biar bang Abim aja yang nemenin proses persalinan Mizone."

"Oke, yaudah aku sama Lina tidur duluan"

"Dadah abang" saut Lina dengan suara imut khasnya.

"Dadah Lina, Lino. Muah buat Abang dulu dong"

"Dih OGAH!" balas keduanya bersamaan.

Sambungan telfon pun terputus, sampai kapanpun si kembar malas melakukannya, kecuali kalau Rain menyodorinya dengan segebok uang dolar asli.

Yasmin langsung tergelak, lucu sekali hubungan kakak dan adik satu ini, pikirnya.

"Mizone itu apaan?"

"Marmut"

"Kok namanya Mizone? aneh banget"

"Karena waktu itu, kak Hendra ulang tahun dikasih hadiah marmut itu sama Audrey pas kak Hendra lagi minum Mizone, ada sih satunya namanya Cola suaminya si Mizone tapi udah meninggal 4 hari sebelum Mizone lahiran"

"Unik! random banget sih kakak kamu tuh"

Rain tergelak, kemudian bangkit mendahului Yasmin. "Lebih random lagi bang Reza, tapi sayangnya dia merantau jauh, jarang banget kumpul"

"Kemana?" tanya Yasmin sembari mensejajarkan langkahnya disebelah Rain.

"Bali"

Rain bukanlah pengendara Brio seperti Devano. Tapi motor Mio milik Rain rasanya sudah lebih dari seratus kali Yasmin tumpangi. Devano tak pernah membiarkan jaketnya dipakai Yasmin, tak seperti Rain yang selalu memakaikan jaketnya ditubuh Yasmin setiap kali gadis itu berpakaian sedikit terbuka.

Yasmin seharusnya merasa beruntung menjadi pacar seorang Rain Winata Anggara. Keduanya pun bernyanyi bersama sepanjang jalan, walau sederhana tetapi malam itu memberi sejuta kenangan bagi keduanya.

...Bagaikan sungai yang tak punya malu...

...Mengalir meskipun terancam surut...

...Lalu hmmm...

...Kakimu melangkah kerumahku...

...Setengah melirik, mencoba rayu...

...Apa yang kau inginkan...

...Dari senyumku ya tuan?...

...Gemar sekali kau lukiskan bintang untukku...

...Sungguh lihai tanganmu...

...Menata kembali hati yang hampir mati...

...Kan ku letakkan hangat...

...Ditengah duka kita, ohhh...

...Jangan biarkan ku pulang...

...Kerumah yang bukan engkau...

...dudududu...

...Dudududu...

Jujur, ini adalah kali pertama Rain mendengar suara Yasmin yang begitu merdu, tenang didengar, apalagi dengan sunyinya malam ini membuat suara Yasmin terdengar jelas, menenangkan segala pikirannya.

...Gemar sekali kau lukiskan bintang untukku...

...Sungguh lihai tanganmu...

...Menata kembali hati yang hampir mati...

...Kan ku letakkan hangat...

...Ditengah duka kita, ohhh...

...Jangan biarkan ku pulang...

...Kerumah yang bukan engkau...

...Jika mampu ku menjelajahi langit...

...Kan ku, petik pelangi tuk warnai harimu...

...Jangan khawatir, masih ada aku...

...Jangan khawatir, masih ada aku...

...Kan aku persilahkan, kau menetap disini......

~•~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!