CHAPTER 13 : GHOST CITY

Mobill van yang kami tumpangi berjalan santai, Mojo town tampak jauh, ya, karena dua orang yang membawa kami tidak bertujuan ke sana, aku, Bager, dan Alwi akan “di jual” ke seseorang yang mereka sebut ilmuwan, sial, siapa yang mengincar kami sampai di beri “label harga” bagi tubuh kami, untuk apa, dan siapa yang mereka sebut ilmuwan.

“aduuh-aduuh”, tiba-tiba Bager merasa kesakitan sambil memegang perutnya. “hei ger kenapa?”, aku dan Alwi bingung. “aduuuh maag.. maagku kambuh”, ujar Bager. “hei, kenapa dia?”, ujar Mat. “penyakit maagnya kambuh”, bilangku. “sial, ada-ada aja”, ujar Mat.

“apa gak ada obat pereda sakit maag di van ini?”, bilangku. “gak ada”, ujar Mat. “waduh gimana sih, petugas medis kok gak punya obat-obatan?”, celetuk Alwi.

“hei, diam kau, obat-obatan kami sudah habis kami setor ke kamp karantina tadi!”, sahut Tom. “aduuuh, perutku.. aku mau muntah..”, rintih Bager. “hei, tolong dong berhenti dulu”, aku menyuruh Mat untuk memberhentikan mobil. “hei bawa dia keluar jangan muntah di sini! ”, ujar Mat.

aku dan Alwi hendak menurunkan Bager dari mobil. “hei kalian berdua tetap di sini biar Tom yang membawanya”, ujar Mat. Tom membopong Bager ke luar mobil. “ dia kebanyakan minum soda, sementara perutnya belum kemasukan nasi”, bilangku. “kenapa kau tadi tidak mengambil obat maag di minimarket?”, ujar Mat.

“aku lupa, aku tidak kepikiran sama sekali, sial, coba aku tadi ambil obat bukannya mengambil minuman soda”, bilangku. Tom berteriak memanggil Mat dari luar, dia kelihatan panik, karena Bager tiba-tiba terjatuh dan kejang-kejang!. “bager!!”, aku dan Alwi pun bergegas keluar.

Wajah Bager tampak pucat, tubuhnya mengalami reaksi kejang-kejang. “sialan, kenapa temanmu ini?”, ujar Tom. “dia memang punya penyakit, minggir aku angkat kepalanya agar terkena angin”, bilang Alwi sambil mengangkat kepala Bager. “jangan, biarkan dia terbaring di tanah”, sahut Mat sembari turun dari mobil. “hei, apa maksutmu di biarkan terbaring?” sahut Alwi.

“biarkan saja dulu, kau yakin temanmu ini cuman sakit maag?”, tanya Mat. “ya, dia emang punya penyakit maag sejak kecil”, jawab Alwi. “sakit maag tidak sampai seperti ini, apa kau yakin dia tidak terkena virus?”, tanya Mat. “enggak lah tidak mungkin, waktu kita tadi di kamp karantina kami di nyatakan bersih”, sahutku.

“hmm aku tidak yakin bocah, Tom coba kau periksa matanya, apa ada bintik merah”, ujar Mat. “apa? Nggak mau, tiba-tiba dia menyerangku gimana?”, bilang Tom. “sudahlah periksa dulu, kalaupun dia kena virus ini baru gejala awal”, bilang Mat. “o..oke”, ujar Tom sambil merunduk memegang mata Bager dan memeriksanya. Lalu seperti kucing hutan yang mempertahankan diri , Bager menggigit tangan Tom.

“aaaaah-aaah”, Tom kesakitan. Mat terlihat mengeluarkan handgun dari balik celananya yang tertutup kemeja. Sudah kuduga dia membawa senjata. “sekarang wi”, teriakku.

Kemudian Alwi menyemprot mata Mat dengan spray deodorant yang ku ambil dari mini market sebelumnya. aku merencanakan ini semua ketika aku membujuk Mat dan Tom untuk memutar lagu metal dari flashdisk ku, dan aku menyuruh mereka untuk sedikit mengeraskan volumenya agar aku bisa berbisik menyampaikan rencanaku ke Bager dan Alwi.

Si Mat jatuh dan kesakitan memegang kedua matanya akibat semprotan spray deodorant yang memang berbahaya bila terkena mata. Aku pun menyuruh Alwi untuk mengambil handgun Mat yang terpental jatuh ketika tadi di pegang Mat. Bager masih bergulat dan memggigit tangan Tom.

Bager yang berbadan kurus kecil kalah tenaga di banding Tom. Tom melepaskan gigitan Bager dari tangannya dan mulai mencekik leher Bager. Alwi pun secara sigap memukul kepala Tom dengan ujung gagang handgun hingga Tom terjatuh, jarang-jarang aku melihat Alwi berani begini.

“wi, ger! Ayo cepat masuk ke van!”, teriakku sambil bersiap menancap gas. Semenjak Alwi menyemprot mata Mat aku sudah langsung masuk ke Van dan menyalakan mesin agar kami dapat cepat kabur. Alwi dan Bager masuk melalui pintu tengah van yang sudah terbuka. “tunggu bocah sialan jangan kabur kalian!" , tiba-tiba Tom memegang jendela pintu tengah van dan berusaha masuk.

Mobil van pun langsung ku tancap kencang, namun Tom masih bergelantung di sisi van. “aku tidak akan membiarkan kalian kabur!”, teriak Tom sambil berusaha masuk ke van melalui jendela pintu kiri mobil. “wi pukul dia dengan handgun!”, teriakku. Alwi memukulnya dengan ujung gagang handgun, namun ayunan pukulannya lemah, dan berhasil di tangkap Tom dengan tangan kanannya.

“bocah bodoh, ternyata susah juga menangkap kalian!”, teriak Tom sambil mengarahkan handgun yang di rebutnya dari Alwi. “aah, ja.. jangan tembak!”, Alwi panik ketika Tom mengarahkan handgun kepadanya. “ha ha jangan takut bocah, aku tidak akan membunuh kalian, berhentikan mobilnya dan biarkan aku masuk atau ku tembak dia!”, ujar Tom mengancamku dan menyuruhku memberhentikan mobil.

Aku menambah kecepatan mobil karena kulihat di depan jalanan rusak dan berlubang cukup besar. “hei, hentikan mobilnya!, aku tidak main-main ku tembak dia!”.

ancam Tom. Aku tidak menghiraukan gertakannya karena aku tahu nyawa dan keselamatan kami berharga hadiah imbalan baginya, dia tidak mungkin menembak.

Mobil pun berguncang dan hampir tergelincir ketika melewati jalanan rusak berlubang dengan kecepatan tinggi.

Tom pun terpental jatuh ke jalan dengan cukup keras. Aku melihat dari spion tubuh Tom tidak bergerak setelah terjatuh, ku rasa dia tidak akan bangun lagi mengejar kami. aku lanjutkan menyetir mobil van dan melanjutkan perjalanan.

“wuih, hampir saja!”, ujar Alwi sambil mengusap keringat. “zar, untung kau rencanain ini semua, bagaimana kau tahu kalau mereka hendak menjual kita?”, ujar Bager. “ketika di minimarket, aku menguping pembicaraan dua orang itu, mereka akan membawa kita ke seseorang yang mereka sebut ilmuwan, dan mereka di janjikan imbalan kalau berhasil membawa kita”, sahutku.

“hah? Ilmuwan? Siapa emang? Terus kita ini siapa sampe harus di beri imbalan segala buat bawa tubuh kita?”, sahut Alwi. “ya, aku juga bingung siapa yang mereka maksut ilmuwan ini? dan apa sebenarnya tujuan mereka?”, ujarku.

“ah, udahlah gak penting, mungkin dua orang itu cuman penculik yang stres, yang penting kita sekarang selamat”, ujar Bager sambil mengambil bungkus rokok milik Mat dan Tom yang tertinggal di mobil. “mungkin kau benar ger, yang penting kita lolos dari dua orang penculik yang bodoh tadi, dan sekarang kita memiliki mobil buat membawa kita pulang boyo city", ujarku.

“sekarang? Zar bagaimana dengan Syarif, Fadil, Mo, dan Ragol? Masa kita ninggalin mereka?”, tanya Alwi. “hei, iya zar masa kita ninggal temen-temen kita? perasaanku mereka lagi dalam bahaya zar, mending kita balik ke kamp karantina tadi, jemput mereka”, sahut Bager.

“tidak usah, justru kalau kembali ke sana malah merepotkan kita semua, aku yakin mereka sudah di atur dan di amankan oleh Pak Boy. Pak Boy dan kawanannya memiliki fasilitas untuk mengantar mereka ke boyo city, aku yakin sekarang mereka mungkin juga dalam perjalanan pulang", bilangku.

“oh iya Pak Boy, ampe sekarang aku masih mikir-mikir siapa sih orang itu? gila ga nyangka dia dan anak buahnya punya senjata keren dan ngelawan tentara kaya gitu”, ujar Alwi. “ya, mungkin aja dia seperti agen rahasia atau semacamnya, yang penting dia kelihatannya baik, jadi aku rasa teman-teman kita baik-baik saja”, jawabku.

“mudah-mudahan aja ya, sial banget kok jadi gini ya, liburan bencana nih namanya, sumpah aku gak nyangka aja kalau keadaan bisa jadi kacau gini”, kata Bager. “sebenarnya beberapa bulan terakhir kan udah marak masalah pandemi virus mematikan ini, tapi yang aku gak nyangka kok separay ini situasinya”, ujarku.

“ya ini gara-gara pemerintah sendiri lambat nanganin masalah virus ini, akhirnya jadi nyebar kemana-kemana, aturan pembatasan sosial juga sedikit terlambat ”, celetuk Alwi. “yang bikin seram efeknya ampe kaya gitu, sumpah ngeri banget pas liat ibu-ibu di hutan tadi”, ujar Bager.

“iya sih, tapi dua minggu yang lalu sebelum kita berangkat ke villa kan ada berita heboh, orang berubah jadi monster di Djekardah city videonya sempat viral di youtube dan instagram sebelum di blok permanen, persis kaya ibu-ibu itu”, ujar Alwi.

“aduh sumpah jadi takut nih, aku kira nih virus kaya virus flu babi atau flu burung gitu, tapi parah banget”, ujar Bager. “ya kita doakan aja keluarga kita selamat ga kena virus, oh iya siapa hapenya masih idup? Coba cek sinyal, Hapeku mati, powerbank ama chargerku di tasku yang ketinggalan di kamp tadi”, ujarku

“ga ada, sinyal masih ga ada”, ujar Alwi sambil ngecek hapenya. “hmm, tampaknya pemancar sinyal selular udah tak terpakai, matiin aja hapemu wi buat hemat baterai, yang aku penasaran masa sih..”, aku memutar channel radio dari audio set. “zzzzzz”. “sial, sinyal radio FM dan AM juga tidak ada”, ujarku.

Memasuki sore hari, kami sudah memasuki perbatasan arah masuk Boyo city. “hei biasanya di daerah sini rame kan?”, kata Bager. “ya emang aneh sih, mungkin warga-warga di sini sudah di pindahkan semua”, bilangku. “astaga!”, Alwi menjerit ketakutan melihat pemandangan mengerikan sebuah toko jamu bernama ‘pak Hasan’ di pinggir kiri jalan.

Toko jamu itu bagian depannya hancur dan banyak bekas darah, beberapa mayat tergeletak di lantai. “apa mungkin mayat-mayat itu terkena virus?”, tanya Bager. “bisa jadi”, aku menjawab dengan perasaan cemas. Sungguh masa-masa sekarang adalah masa terburuk dalam hidupku, selama perjalanan aku di liputi rasa takut.

Tak lama kemudian kami mulai memasuki Boyo city. Tak ada yang aneh walaupun memang sangat sepi sekali tidak ada orang, aku pikir mungkin orang-orang berada di dalam rumah atau bersembunyi di suatu tempat. Namun ketika memasuki salah satu daerah padat, di distrik 20 ,aku berhentikan mobil. aku menahan nafas dan melotot seakan tidak percaya dengan apa yang kulihat.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!