“cup, ini aku cup!”, bujuk Ragol, Sambil memegang tangannya. “raaaawk”, Ucup semakin berontak. “gol!! Menjauh gol!!" ,Ragol tidak menghiraukan teriakanku dan Mo. “raaaaaawrk!!”, Ucup mencengkram Ragol, “aaaaah!”, Ragol tersentak kaget dan menjerit. “Ragol!!”, Fadil menghampiri Ragol berusaha untuk menariknya dari cengkraman Ucup.
“raaaaawk!!”. Terlambat, Ucup menggigit pundak Ragol. “Ragoool!!”, Fadil loncat menarik Ragol yang terluka, aku dan Mo memegang tubuh Ragol, menjauhkannya dari Ucup. “roooowrll!!!”, Ucup menyerang Fadil, namun Fadil melawan, dia menusuknya dengan bambu runcing.
Ucup tersungkur akibat tusukan Fadil, namun Ucup masih melawan dan memegang kaki Fadil.”rawwwwkl!!”, Ucup mencengkram kaki Fadil dan berusaha menggigitnya. Fadil kembali menusuk Ucup, kali ini tepat di dadanya, Ucup masih kuat dan tidak melepas cengkramannya.
Fadil kembali menusuk berkali-kali sampai akhirnya Ucup melemah dan melepaskan cengkramannya. Fadil langsung menjauh sambil siaga mengangkat bambu runcing.
Fadil menoleh ke arahku dan Mo yang menjaga Ragol. Tiba-tiba Ucup yang dadanya tercabik akibat tusukan Fadil masih bisa bergerak dengan menggeserkan tubuhnya mendekati Fadil, “raaaaaaaawkl!!”.
“dil, awas!!”, teriakku dan Mo, Fadil langsung reflek menendang kepala Ucup, namun Ucup masih melawan dan memegang kaki Fadil. dengan sorotan mata berkaca-kaca dan ekspresi sedih, Fadil mengangkat tinggi-tinggi bambu runcing dengan kedua tangannya.
“maafkan aku cup!!”, Fadil memejamkan mata, mungkin dia tidak tega melihat Ucup yang berubah menjadi makhluk menjijikan. “haaaaaaaaaaargh!!”, teriakan Fadil mengiringi ayunan keras bambu runcing yang mengarah ke kepala Ucup. crrrrrrrrooooooots!! kepala Ucup pecah di tembus bambu runcing yang menghujam keras.
“hosh, hosh, hosh”, suara nafas Fadil yang tersengal-sengal menjadi satu-satunya suara yang dapat kudengar. aku melihat kepala Ucup yang tertancap bambu runcing, darah menyimbah keluar ke sekelilingnya.
Perasaan sedih dan marah menyelimutiku saat ini. sedih karena teman kami Ragol terluka. Aku berharap lukanya tidak adanya infeksi, bagaimana kalau gigitan ini menular?ucup yang berubah begitu karena dia terluka di bahunya, ya Tuhan bagaimana dengan Ragol?
Aku marah karena Ucup, sosok orang baik yang berniat membantu kami mencari teman yang terpisah di tengah-tengah hutan belantara ini, dia harus mati mengenaskan di bunuh dengan keji oleh temanku sendiri. marah, karena dia ternyata terkena virus yang merusak dan mengubah orang baik seperti Ucup menjadi makhluk tidak berakal dan menjijikkan.
“addduhhh, aaaaduuh!!”, Ragol merintih kesakitan, teriakannya langsung menyadarkanku dari renungan dan rasa marah. Fadil pun langsung bergegas menghampiri Ragol. “gol!, kau tidak apa-apa?!”, tanya Fadil. “parah nih”, bilang Mo sambil menunjuk luka gigitan yang menganga di pundak kiri Ragol.
“tahan darahnya!”, teriakku. Fadil langsung menyobek baju kaosnya dan mengikatkannya dengan menyilangkan tangan kiri Ragol.
“addduh, tolong, dil Fadil, sakit dil“, Ragol terus merintih kesakitan. “tahan gol!”, teriak Fadil. “gimana nih? Minta tolong ke siapa? Gak mungkin kita minta tolong ke warga sini”, Mo kebingungan. “hei, ayo kita keluar aja ke arah jalan raya, mungkin ada orang di sana”, kataku. “Rif, tolong bantu aku membopong Ragol”, ujar Fadil.
Aku pun membopong Ragol bersama Fadil. Mo berjalan di depanku. Kami berjalan keluar hutan dengan maksut mendapatkan bantuan, barangkali ada seseorang yang masih berada di sekitar sini.
Setelah sampai keluar dari hutan, kami mendapati jalan raya yang sepi tidak ada orang. Ada beberapa mobil yang kosong sepertinya di tinggal lari oleh pemiliknya. Tanpa berpikir panjang kami langsung menghampiri sebuah mobil sedan tua.
pintu kanan mobilnya sedikit terbuka. Mo memeriksa dalam Mobil. “hei, lihat kuncinya masih ada!”, teriak Mo, sambil menunjukan kunci mobil yang masih menancap. “rif, mo, bantu aku menggendong Ragol ke kursi belakang!”, kata Fadil.
Setelah menggendong dan menaikan Ragol yang terluka ke kursi belakang, Fadil langsung naik ke kursi depan dan mulai menyalakan mesin mobil. aku duduk di belakang menemani Ragol, Mo di depan bersama Fadil yang menyetir mobil.
Sedan tua yang kami tunggangi pun berjalan. “hei, dil kita mau ke mana? Kita harus cari bantuan buat Ragol”, tanyaku. Fadil tidak menjawab dan mulai melajukan mobil dengan kencang.
Tampaknya Fadil akan membawa kita langsung ke Boyo city. “hei, dil, kau mau ke mana?, mending kita balik ke tempat Pak Boy saja!”, teriakku. “apa kau gila?!!, kau mau kita melewati hutan bencana itu lagi?!!”, bantah Fadil.
“bukan begitu, kita harus mencari pertolongan pertama untuk Ragol, boyo city masih jauh dil, yang terdekat dan masuk akal buat kita ya Pak Boy dan kawan-kawannya, kita tidak harus lewat hutan lagi, mutar aja lewat parang lebih masuk akal bagi kita untuk minta pertolongan dari pak Boy daripada kita harus ke Boyo city ", aku menjelaskan.
“tidak!, kita ke Boyo city!!”, bentak Fadil. “dil, apa kau tidak kasihan dengan Ragol?, kita harus cepat menolong dia, Boyo city jauh dil!”, aku mencoba membujuk Fadil.
“kenapa kau ini rif!, apa kau takut di Boyo city ga ada pertolongan?, sebelumnya kau malah yang paling optimis untuk pulang ke boyo city, kenapa sekarang kau jadi sentimen?! ”, sahut Fadil. “dil, kau gak pake akal sehatmu, jalan ke boyo city jauh, lebih memungkinkan bagi kita buat minta pertolongan ke pak Boy yang masih dekat di sini dil”, aku kembali menjelaskan.
Tiba-tiba Fadil mengerem mobil. “kau yang gak pake akal!!, apa kau yakin di sana pak Boy bisa membantunya?!, apa kau yakin dia punya cukup peralatan medis untuk Ragol?!, pak Boy itu hanya membantu warga sekitar parang!, belum tentu dia bisa terus membantu kita!, dan apakah kau bisa menjamin kalau kita memutar ke sana pak Boy masih berdiam di sana hah?!!, jawab!, apa kau bisa menjamin!!" Fadil membentakku dengan luapan amarah.
aku sedikit marah dengan sikap egoisnya, namun aku diam saja, aku tidak bisa menyalahkan dia 100 persen di tengah kondisi seperti ini, apa lagi ragol adalah saudaranya wajar dia ingin bertindak sendirian mencoba melakukan apapun demi Ragol.
“hei, sudah-sudah, jangan bertengkar, kita harus cepat, inget Ragol ! “, Mo mencoba menenangkan perdebatanku dengan Fadil. “oke dil, kalau menurutmu itu bagus, kita ke Boyo city , demi Ragol kita harus lakukan yang terbaik, kau yang pegang kemudi, jadi antarkan kita mencari pertolongan buat Ragol”, aku melunak dan mengalah.
Fadil pun kembali menginjak gas dan melanjutkan perjalanan. “to..to.. toloong, aku lemas, sakit..dil Fadil...”, Ragol merintih kesakitan dengan suara yang lemah. aku mencoba menekan balutan kain yang menahan luka di pundaknya. “bertahanlah gol!”, teriak Fadil sambil menancap gas dengan kencang. Kami pun meluncur ke arah Boyo city dengan mobil sedan tua yang kami temukan, kami melaju kencang karena terpacu dengan waktu.
terpacu dengan waktu karena kami dalam keadaan darurat, seorang teman kami terluka. Aku berharap kami sampai ke Boyo city dengan selamat dan aku tidak henti-hentinya berharap dan berdoa misteri tentang keadaan keluarga kami bisa kami ketahui, dan aku berharap Ragol bisa segera di selamatkan dan tidak mengalami infeksi atau efek apapun.
aku berharap tidak terjadi apa-apa dengannya, tidak seperti Ucup yang berakhir tragis menjadi makhluk menyeramkan, aku berharap juga bisa segera bertemu dengan Nizar, Bager, Alwi, aku berharap mereka juga melakukan hal yang sama dengan kami, menuju Boyo city Ya, banyak hal yang ku harapkan, aku hanya berharap yang terbaik.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments