Aku pun menanyakannya ada masalah apa antara keluarganya dan para warga. Dia pun menjelaskannya, “hutan ini.. tempat tinggalku tercemar virus aneh mematikan, satu persatu-satu keluargaku jatuh sakit, ayahku, ibuku, dan adikku.
Kami semua sudah melakukan segalanya, namun apa daya.. adikku yang masih berumur 10 tahun fisiknya semakin melemah, virus sudah menggerogoti tubuhnya, sampai akhirnya ia tewas.. ayah dan ibuku.. me-..mereka semakin hari berubah menjadi aneh, mereka menjadi sosok yang tidak kukenali, mereka menjadi seperti monster.. “, suara Ucup semakin melemah dan ia tidak tahan untuk meneruskan ceritanya. Aku pun menepuk pundaknya untuk menenangkannya.
“ cup, tadi para warga seperti menyalahkan ayahmu, emang dia salah apa cup?”, tanya Mo. Ucup menjawab dengan suara pelan, “a..ayahku.. ayahku tidak salah, dia hanya..”, suaranya hilang akibat menahan tangisan yang membuat kami iba. Ragol membuat isyarat ke Mo untuk tidak meneruskan pertanyaannya, sambil menepuk pundak Ucup dan menenangkannya.
Hari sudah memasuki sore hari, sebelum gelap kami harus terus berjalan dan menemukan Nizar, Alwi, dan Bager. Fadil dengan bambu runcingnya dan Mo dengan tubuhnya yang basah dengan keringat berjalan di depanku. Di belakangku Ragol sedang bersenda gurau menghibur Ucup.
“hei, cup kalau hari semakin gelap, kita sudahi dulu pencarian kita, kita lanjutkan besok”, bilangku. “oh, ku rasa mending kita lanjutkan saja walaupun malam hari, jangan kuatir aku hafal semua wilayah hutan ini jadi tak masalah walaupun gelap”, jawab Ucup.
“bukan begitu, ya untuk alasan keamanan mending kita berhenti dulu, kau tahu kan aku gak mau di serang anjing zombie untuk yang kedua kalinya”, bilangku. “oh, baiklah, aku mengerti”, jawab Ucup.
“tunggu dulu, mau nginap di mana kita?, masa kembali ke rumah pohon itu? bunuh diri namanya, aku yakin para warga itu akan terus mencari kita”, tanya Fadil. “yeah, plus anjing zombie bro!”, sahut Mo.
“gak apa-apa, santai saja, kita berteduh di pohon, sekarang kita ambil perlengkapan buat berteduh, dan juga kita berburu ikan buat kita makan, gak jauh kok dari sini ada sungai, kita bisa ambil ikan di sana”, kata Ucup.
wajah Ucup tampak pucat dan dia seperti mengerang menahan sakit, mungkin akibat kelelahan. “hei cup, kau tidak apa-apa?”, tanyaku, “ah, gak apa apa kok, cuman butuh istirahat saja”, jawabnya. “yakin cup?, wajahmu pucat sekali ”, tanya Ragol. “gak apa apa kok, makanya sekarang kita istirahat sambil cari ikan buat di makan”, jawab Ucup sambil tersenyum.
Sesampainya di sungai, Fadil dan Mo turun untuk menangkap ikan, aku, Ragol, dan Ucup duduk di pinggir sungai. Fadil dengan bambu runcingnya menangkap ikan dengan gahar, dia terlihat seperti suku indian yang pandai berburu, Mo membantu Fadil mengumpulkan ikan.
“setelah ini kita lanjutkan aja ya”, bilangku. “loh, rif, aku udah laper banget nih, masa jalan lagi”, protes Ragol. “haha, maaf gol tahan dulu, mending sekalian kita lanjut deh, nanggung sekalian malem aja, ini udah pukul 16.00, waktu kita tinggal 2 jam-an gol”, aku menjelaskan.
“tidak apa-apa rif, toh kita harus istirahat, pencarian ini kan butuh energi”, jawab Ucup. “hmm, baiklah”, jawabku, tidak ada salahnya juga istirahat sebentar pikirku, lagian tanpa kusadari perutku juga sudah keroncongan.
“ayoo, kita bakar!”, kata Fadil sambil mengangkat ikan hasil buruannya, lumayan banyak juga, 5 ikan dia tangkap. Aku, Ucup, dan Ragol mengumpulkan batangan kayu untuk kita membakar ikan.
“marii makaaan broooo!”, teriak Ragol kegirangan, Sesaat kemudian ikan bakar ala kadarnya telah siap, kami menyantap dengan cepat, maklum rasa lapar menguasai perut kami. “setelah ini kita lanjut”, bilangku.
“hei rif, habis makan gak boleh banyak gerak, santai aja tidur-tiduran dulu”, sahut Ragol sambil mencuci tangannya di pinggiran sungai. “ah, manja kamu gol, sekalian istirahatnya ntar malem”, kata Fadil.
Setelah itu kami pun melanjutkan pencarian, hari pun sudah hampir gelap. “lurus lagi sudah sampai di ujung hutan ini, kalian akan menemukan jalan besar ke arah dojo- mojo town. jika kalian ingin pulang ke boyo city”, bilang Ucup.
“oh ya? enggak kerasa udah di ujang hutan”, kata Mo. “terus gimana nih, udah hampir keluar dari hutanpun masih belum ketemu juga, waduh jangan-jangan mereka udah ke boyo city duluan”, kata Ragol. “enggak mungkin, mereka pasti nungguin kita, lagian mereka ga ada kendaraan ”, kataku.
“ayo, kita jalan lagi, kita cari lagi sampai ketemu”, kataku. aku yakin Nizar, Alwi, dan Bager masih di sekitar hutan sini, entah kenapa aku hanya yakin saja. Sesaat kemudian pikiranku tentang Nizar, Alwi, Bager tiba-tiba buyar karena rintihan dan jeritan kesakitan dari seseorang yang ikut membantu kami dalam pencarian ini.
“aaaargh-aaarghhh sakiiiit aaaaarrrgggh”, Ucup menjerit kesakitan sambil memegang balutan luka di bahu kanannya. “cup?!, kenapa cup?!”, teriak Ragol dan Mo kebingungan sambil memegang Ucup dan menenangkannya. Aku terdiam dan juga sedikit takut, karena aku melihat Ucup agak aneh, mukanya pucat dan matanya memerah, sebelumnya memang dia tampak tidak sehat tapi sekarang tambah parah.
“cup!, kenapa cup?!, tenang cup!, duduk dulu abaikan rasa sakitnya!”, teriak Ragol yang memegang Ucup sambil di bantu Mo. “raaaaaaagh-raaaaaagrgh”, Ucup semakin tak terkendali, tubuhnya meronta-ronta matanya semakin merah, wajahnya semakin pucat, bibirnya menjadi pecah-pecah dan air liur terus menetes dari bibirnya.
“raaaagh-raaaaagh”, Ucup dengan mata merahnya menatap kami dengan pandangan kosong. “cup? Kau kenapa cup? “, Ragol bertanya ke Ucup sambil melambaikan tangan ke matanya berharap Ucup sadar. “raaaaaaaawkkk!!!!”, ucup meraung seperti orang kesurupan. “aku, Fadil , dan Mo mundur pelan-pelan..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments