Mobil kami yang di kemudikan Fadil terus menyusuri jalan sempit di hutan ini. kami terus mencari dan mencari. Kami terus berjalan lurus, sambil sesekali melihat kanan-kiri, mungkin ketiga teman kami berada di antara semak-semak dan pepohonan .
"woiii guys, di mana kalian?!!”, teriak Mo dan Ragol, sambil berharap ketiga teman kami mendengar dan menjawab. Tak lama kami tengah berkendara, tiba-tiba lewat di depan kami sosok seseorang. seorang pria seumuran kami dia berdiri diam.
Kami hentikan mobil. Aku dan Ragol turun untuk menemui orang itu. sosok orang itu pemuda yang kira-kira seumuran dengan kami, wajahnya tampak pucat, tangan kirinya memegang bahu kanannya yang terluka dan berdarah. "Mas, kenapa? Kamu tidak apa apa?", tanyaku kepada pemuda itu.
tapi pemuda itu tidak menjawab hanya memberi tatapan lesu. Luka di bahu pemuda itu tampak seperti luka gigitan, sebagian kulit bahunya terkupas, darah dan nanah tampak jelas. "mas anda habis di serang hewan buas kah?”, tanya Ragol. Pemuda itu mengangguk dengan tatapan lemas.
Kemudian Ragol membalut dan menekan luka pemuda itu dengan sobekan dari kaus agar darah tidak terus mengalir .
“Mo coba cari di dashboard mobil apa ada peralatan medis”, teriakku kepada Mo yang berada di mobil. Mo mencari-cari di dalam mobil dia tampak menggeleng-geleng kepala. “mas, kamu tinggal di sekitar sini? ”, tanyaku. Pemuda itu mengangguk sambil meringih kesakitan.
“ “i..i..iya mas”. Berarti dia paham isi dari hutan ini, mungkin dia juga bisa membantu kami mengarungi hutan ini. “ayo mas, ikut kami,kami antarkan pulang”, bilang Ragol sambil menuntun pemuda itu menaiki jeep kami.
“loh-loh”, Fadil keheranan, dia memanggilku dan berbisik. “ ngapain? Kita ga usah sembarangan menerima orang asing, apalagi keliatannya dia Bermasalah.”
" Iya sih, tapi dia tampak parah sekali,kita enggakak bisa meninggalkan nya begitu saja, lagian dia tinggal di sekitar sini, mungkin dia bisa menunjukkan jalan untuk kita" bilangku.
“oke deh, tapi kita harus tetap waspada”, bilang Fadil sambil kembali menyalakan mesin mobil. Mo duduk di depan di sebelah Fadil. Aku, Ragol, dan pemuda yang terluka itu duduk di belakang.
“oh iya mas namanya siapa? ”, tanya Ragol. “Ucup mas”, jawab pemuda itu. mobil kami pun lanjut berjalan menyusuri hutan. Kami berniat membantu ucup yang sedang cedera. Rumahnya di sekitar sini, kemungkinan warga di kampung hutan ini mengetahui keberadaan ketiga teman kami.
“mas ucup apa melihat ada tiga orang pemuda yang lewat di sekitar sini? ", tanya Fadil bermaksut menanyakan keberadaan ketiga kawan kami. si ucup cuma terdiam, dan saat kulihat ternyata dia tertidur, mungkin pingsan akibat dari luka yang dia tahan.
" Kita harus cepat menolongnya jangan sampai dia kehilangan darah,lukanya harus di jahit " ujar Ragol.
Kemudian Fadil mulai menaikan kecepatan. sekitar 10 menit kemudian kami mulai memasuki kawasan yang lebih luas dari sebelumnya.
Terlihat bekas pepohonan yang di tebang, terlihat juga beberapa tumpukan batang kayu dan ruang kosong bekas pepohonan menandakan adanya penduduk di sini.
“duk, gruk, krek”, jeep kami seperti melindas sesuatu, bukan kayu atau batu. “apaan tuh?”, bilang Mo. aku melihat ke belakang ada sesuatu seperti batang kayu tapi aneh. “ bentar dil, aku lihat dulu”, bilangku seraya turun dari jeep aku penasaran benda apa itu.
ketika aku melihat dari dekat bukan batang pohon, melainkan sebuah tangan, ya tangan manusia!.
“oi Rif, apa itu?”, tanya Mo. “emm coba lihat sendiri..”, bilangku. Mo dan Ragol mendatangiku untuk melihat. “Aaaah... Apa ini?!”, “aaargh”, respon Mo dan Ragol melihat seonggok tangan manusia yang tergeletak di tengah hutan.
“kenapa sih? Ada apa?!”, teriak Fadil, Aku masih terdiam dan merasakan kengerian melihat potongan tangan itu. Fadil kembali memanggil. Aku kemudian memberi isyarat ke Mo dan Ragol untuk kembali ke jeep.
Setelah naik, Fadil menatap ke arahku, Mo, dan Ragol dengan tatapan yang penuh dengan tanda tanya. Aku pun menyuruhnya untuk melanjutkan perjalanan. “ada apa sih?”, dia kembali bertanya. Aku hanya menjawab “ enggak apa apa kita lanjut aja". Mesin mobil kembali nyala, dan kami pun kembali melanjutkan perjalanan.
pikiran-pikiran berkecamuk di kepalaku, aku merasa ada sesuatu yang membahayakan di hutan ini. Kami tidak bisa berlama-lama berada di hutan ini, kami tidak tahu bahaya apa yang akan mengintai.
Aku berharap bisa segera bertemu ketiga temanku. Tak lama kemudian kami memasuki jalan yang menyempit, dari jauh terlihat rumah-rumah kecil yang terbuat dari kayu. “nah kayaknya ada orangnya nih!”, bilang Fadil .
“stop!”, tiba-tiba Ucup sudah sadar dan berteriak. “udah mas, stop dah sampai sini saja! ”, lanjutnya. “loh kenapa?" tanya Ragol. “ini sudah sampai,aku turun sini aja "bilang Ucup. “kalian jangan lewat sini mending putar balik”, bilang Ucup dengan raut wajah yang ketakutan.
dia tidak ingin kami memasuki kawasan kampungnya. “ “kenapa emangnya?”, tanya Ragol. Ucup melihat ke arah kami dengan pandangan bingung, berkeringat dan wajah pucat. Tanpa berkata-kata tiba tiba dia loncat dari jeep dan lari. “hei!”, Ragol memanggil sembari turun dari mobil dan mengejarnya.
“gol, naik, kita kejar pakai mobil! ”, teriak Fadil. Sesaat setelah Ragol naik, dia langsung menancap gas dan kami pun masuk ke arah pemukiman di hutan ini. tampak kanan-kiri rumah-rumah sederhana yang terbuat dari bambu dan kayu. Tidak terlihat kemana tadi si Ucup lari.
Apa mungkin dia tahu keberadaan kawan kami?. “kemana dia? ”, tanya Ragol. “ mungkin masuk ke salah satu rumah di sini, coba deh kita tanya ke orang sini pasti ada orang nih ”, bilang Mo. kami pun turun dari mobil dan mendatangi rumah warga satu-persatu.
dan kami mendatangi rumah pertama, kami mengetuk pintu yang terbuat dari kayu. “Assalamu’alaykum,” aku mengucap salam, berharap penghuni rumah membalas. “enggak ada orang kayaknya”, ujar Fadil.
Aku kembali mengetuk pintu dan mengucapakan salam, kembali tidak ada balasan. Kemudian kami pindah ke rumah sebelahnya, ku ketuk pintu yang juga terbuat dari kayu. “Assalamu’alaykum”, sama saja tidak ada yang menjawab.
Aku melihat sekeliling. Tampak rumah di seberang kami, sebuah rumah kecil dari bambu, di halaman depannya berserakan sampah, sampah kulit buah.
Di situ pasti ada orang. Aku mendatangi rumah itu dan mulai mengucapkan salam. sama, tidak ada balasan, ku ucapkan sekali lagi sambil mengetuk pintu.
“siapa?”, ada balasan dari dalam, suara seorang pria. Aku menoleh ke arah Fadil, Mo, dan Ragol yang berada di seberang, ku beri isyarat agar kemari.
“permisi pak saya bukan orang sini, saya mencari tiga teman saya yang hilang di hutan ini”, aku mulai bertanya. Pria itu tidak menjawab. “pak?, permisi saya cuman mau tanya aja, mungkin anda tau info kawan saya yang hilang”, aku bertanya lagi. “pergi!!, pergi dari sini!!”, sahut pria itu dengan kasar.
Aku kembali berjalan mendatangi rumah-rumah. Aku tetap ngotot ingin bertanya karena feelingku mengatakan penduduk sini tahu sesuatu tentang keberadaan kawan kami.
hutan ini tidak begitu besar, cuman mengikuti jalan, dan aku yakin ketiga temanku yang sudah lebih dulu masuk, pasti melewati pemukiman penduduk ini. ketika aku berjalan aku melihat rumah di arah kananku, jendelanya terbuka dan ada seseorang mengintip.
“hei!”, teriaku sambil mendatangi rumah itu, ketika aku datangi penghuni rumah yang tadi mengintip dia menutup jendelanya. “hei, tolong buka, kami bukan orang jahat kami Cuma mencari teman kami yang tersesat”, bilangku sambil mengetuk jendela kayu yang berwana agak pudar. “pergi mas, pergi dari sini!”, jawab penghuni rumah itu, yang ternyata seorang wanita.
“tidak! , kami tidak akan pergi sebelum anda buka pintu dan jawab pertanyaan kami”, bilangku. Wanita itu diam , sesaat kemudian, “cklek”, pintu dari kayu terbuka dan tampak seorang ibu-ibu dengan ekspresi ketakutan. “maaf bu, kami berempat lagi mencari teman kami yang hilang, emm, ibu lihat enggak?”, tanyaku.
Ibu itu menatap kami satu persatu dengan tatapan curiga dan takut. “kalian dari mana?”, tanya ibu itu, “kami dari parang bu mau ke boyo city lewat hutan ini, dan kami sekarang lagi cari tiga orang teman kami yang sampai duluan ke hutan ini”, aku menjelaskan. Ibu itu menghela nafas, seakan terhindar dari ancaman orang asing yang berbahaya.
“emm, saya enggak tahu mas, saya seharian di rumah, mending kalian balik lagi aja ke parang”, bilang ibu itu.
“kenapa emangnya bu’?”, Fadil mendahuluiku untuk bertanya. Ibu itu diam dan kembali menatapi kami satu persatu tapi kali ini dengan tatapan iba.
Belum sempat ibu itu membuka mulut untuk berkata tiba-tiba dia di panggil seseorang dari dalam rumahnya yang sempit.
“bu siapa itu? , Bocah itu kemudian sembunyi di belakang ibunya sambil melihatku dengan tatapan sinis. Ibu itu bilang "mas, hutan ini enggak aman, jangan lama-lama keluyuran di sini”, ujar ibu itu.
“bahaya apa bu? binatang buas?”, tanyaku mengacu ke kejadian sebelumnya ketika kami bertemu Ucup yang ada bekas gigitan di bahu, dan juga potongan tangan manusia yang kami temukan dalam keadaan tercabik-cabik.
“ pokoknya hati hati”, jawaban ibu itu sedikit mencekam entah untuk menakut-nakuti agar kami keluar dari hutan ini atau memang ada sesuatu yang mengancam..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments