Chapter 7 : THE PAST ARE HURT

Hujan bertambah deras, petir pun menyambar. Kami masih berada di rumah pohon. Aku bertanya ke Ucup apakah tempat ini sering di gunakannya. Ucup bersandar santai sambil bercerita tentang rumah pohon ini, yang dulunya merupakan tempat bermain dia dan saudaranya.”apakah kalian yakin ingin pulang?”, tanya Ucup kepada kami bertiga.

“ya, kami ingin mencari tau keadaan yang sebenarnya, kami ingin bertemu keluarga kami”, jawabku, sebelumnya aku menceritakan ke dia kalau aku dan teman-teman berada di sebuah villa di Pondoan dan tidak tahu apa-apa tentang penyebaran virus ini.

“aku doakan yang terbaik buat kalian dan semoga keluarga kalian aman, oh ya, selepas hujan, kita cari lagi teman-teman kalian yang terpisah, mungkin mereka masih berada di hutan ini”, bilang Ucup. “terima kasih cup, maaf kami merepotkanmu”, bilangku. “ah, tidak apa-apa”, sahut Ucup sambil tersenyum.

“ hei cup, bagaimana kalau kau ikut kami saja ke Boyo city, di hutan ini enggak aman, lagian kau sendirian sekarang”, Ragol membujuk Ucup. “hehe, terima kasih atas tawarannya, tapi aku tidak mau meninggalkan hutan ini dulu, aku akan bertahan di sini”, jawabnya.

“terus bagaimana lukamu cup? Tidak apa apa kan?”, tanya Ragol. “ah, tidak apa-apa kok, terima kasih berkat kalian memberiku pertolongan pertama”, bilangnya sambil memegang luka di bahunya yang telah kami balut sebelumnya dengan kain dan perban.

“haus juga lama-lama”, Sahut Mo. “oh, iya, tunggu di dekat sini ada sumur, aku ambilkan buat kalian minum”, bilang Ucup. “aku temenin cup, hati-hati hari hujan lagian tanganmu terluka”, kata Ragol.

Ucup turun keluar bersama Ragol. Aku menyandarkan tubuh ke dinding, di sebelahku Mo sedang tiduran sambil memejamkan mata, mungkin dia kelelahan.

“hei, tadi gimana kok bisa bertemu dengan Ucup?”, tanyaku ke Fadil. Sambil rebahan Fadil menjawab, “ yaa.. tadi waktu aku, Mo, dan Ragol lari, tiba-tiba si Ucup muncul entah dia dari mana kayaknya dia mengikuti kita, terus dia memandu aku dan Ragol ke rumah pohon ini. menurutmu Ucup bisa di percaya?”.

“yah aku yakin dia orang baik", jawabku. “Rif kita harus cepet-cepet keluar dari hutan ini, pertama-tama sebelum gelap kita harus mencari Nizar, Bager, dan Alwi, aku udah muak dengan hutan ini..”, bilang Fadil.

“ya dil, setelah hujan reda kita cari bareng-bareng dengan Ucup dia orang yang mengerti hutan ini. kalau belum ketemu sampai malam, besok kita lanjutkan lagi”, jawabku. aku pun merebahkan tubuhku.

Hujan mulai agak reda, sudah beberapa menit sejak Ucup dan Ragol turun untuk mengambil air dan mereka belum juga balik. Mereka lama sekali, tenggoranku sudah mulai kering. Mungkin aku susul saja mereka, Saat aku hendak membangunkan Fadil untuk ku ajak turun tiba-tiba....

“jangaaan larii!!”. Terdengar suara teriakan dari luar. “hei dil, Mo, bangun!, ada sesuatu terjadi di luar”, aku membangunkan Fadil dan Mo.

“ada apa rif?”, tanya Fadil dan Mo. “gak tau, seperti ada yang teriak di luar”, aku pun mengintip keluar begitu juga Fadil dan Mo. di luar masih hujan rintik-rintik

. “woii!!”, terdengar lagi suara teriakan sesorang kali ini terdengar ramai seperti ada beberapa orang.

“ayo turun!, Ragol masih di luar sana!”, ujar Fadil. Aku dan Mo bergegas turun dari rumah pohon. tapi Fadil masih di atas. “woi dil ayo!”, teriakku dan Mo. tak lama kemudian Fadil turun dengan membawa setonggak bambu runcing. “aku menemukan ini di pojok ruangan, kita harus jaga-jaga!”, bilang Fadil dengan lantang.

Aku, Mo, dan Fadil mencari asal suara seseorang tadi. Ke arah tempat di mana aku di serang anjing zombie tadi, terdengar lagi suara kerumunan orang-orang, Kami telusuri ke kiri melewati semak-semak belukar, ternyata ada kira-kira 7 orang yang tampaknya penduduk di sini berkumpul mengepung dua pemuda.

“Ragol!”, Fadil berteriak sambil mendatangi dua pemuda yang ternyata adalah Ragol dan Ucup tersudut di kepung kerumunan orang, untungnya mereka tidak membawa senjata.

“ada apa ini?”, tanya Fadil. “diam kau!,jangan membela dia!!”, bantah seseorang yang terlihat usia paruh baya nampaknya pemimpin dari kelompok warga itu. “ada apa gol?”, aku membisik ke Ragol.

Ragol menjawab pelan sambil berkeringat dingin, “saat aku dan Ucup mau ngambil air di sumur, tiba-tiba Ucup teriak kesakitan akibat lukanya, ada seorang warga yang melihat kemudian dia lapor ke warga lain, Ucup di tuduh kena penyakit mematikan rif”.

“hei pak, jelasin dulu ada apa ini?”, tanya Fadil ke warga. “dia terkutuk!, dia yang membawa penyakit aneh ke sini!”, jawab seorang warga sambil menunjuk Ucup.

“usir dia!”, “bakar saja!”, teriak warga.

“hei, hei jangan main hakim sendiri!”, bela Ragol. aku dan Mo memegang si Ucup agar tidak di tarik oleh para warga. Seorang warga berkata, “biar dia jelaskan sendiri!, siapa yang membawa penyakit itu ke hutan ini?!”.

“i..itu bukan kehendak aku..”, si Ucup menjawab dengan terbata-bata. “tempat tinggal kami aman dan tentram, hutan ini sehat dan subur, tapi tolong jelaskan cup mengapa warga kami terserang penyakit!, dan luka apa di lenganmu itu! seharusnya kamu sudah di usir dari hutan ini!”, teriak warga.

Aku melihat ekspresi Ucup yang ketakutan. “cup? Ada apa sih? Salah apa emang kamu?”, tanyaku. “a.. aku..”, Ucup menjawab dengan gugup, keringat dingin mengucur dari wajahnya. aku berharap Ucup menjelaskan apa yang terjadi, kenapa semua warga di sini memusuhinya?. “hei jawab!!”, bentak warga.

“itu bukan salah ayahku!!”, si Ucup membantah. “omong kosong!, jelas sekali setelah Ayahmu datang dan melakukan sesuatu dengan pekerjaannya, mendadak banyak orang sakit di hutan ini!”, jawab seorang warga.

“dan ayahmu menutup-nutupi penyakit terkutuk ini dan lihat akibatnya!” , jawab seorang warga. Ucup menjawab dengan menahan emosi, “a.. aku yang pantas di salahkan..”.

“jangan salahkan dirimu, salahkan ayahmu yang terkutuk itu, karena dia lah yang membunuh ibumu, adikmu, dan warga lainnya!”, bilang seorang warga.

“DIAAAAAAAAAAAM...!!!!”, Ucup marah dan menyerang ke arah warga yang membentak dia. Suasana menjadi kacau, Ucup di keroyok warga, beberapa orang memegangi tangan dan kakinya, Ucup melawan, warga berusaha mengikatnya.

Aku, Fadil, Mo, dan Ragol pun berusaha menolong Ucup. “lepaskan dia!”, bilang Ragol sambil menarik tangan seorang warga yang hendak mengikat tangan Ucup, aku dan Mo berusaha menjauhkan Ucup dari para warga. Fadil mengambil ancang-ancang dengan menodongkan bambu runcing.

“hei, kalian orang asing sialan!, jangan ikut campur!”, teriak warga. “bawa mereka juga, mungkin mereka juga membawa penyakit!”, seseorang memprovokasi kami.

Ketika beberapa warga mulai menyerang kami, Fadil melawan dan menusuk kaki seorang warga yang mendekati kami. seorang warga mengerang kesakitan akibat tusukan Fadil. teriakannya menarik perhatian warga lainnya, aku, dan Mo membantu Fadil melawan beberapa warga. Ketika ada celah, Ragol langsung menarik Ucup, “lariii!”, teriak Ragol.

Kami pun langsung kabur, sekelompok orang itu mengejar.

“belok kiri!”, teriak Ucup. Ragol dan Ucup belok kiri melewati semak-semak belukar. aku, Fadil, dan Mo, berhenti dan menghadang warga yang mengejar kami. Fadil sigap dengan bambu runcingnya, aku dan Mo mengambil sebongkah batu untuk di jadikan senjata.

“kalian bodoh! Malah membela dia!, kalian orang asing tidak tahu apa-apa!”, bentak warga. Sambil mengatur nafas, aku berusaha menjelaskan, “maaf, bukan bermaksut ikut campur, tapi perilaku kalian yang tidak manusiawi, kalian berusaha main hakim sendiri”.

“sudah ku bilang kalian jangan ikut campur!, yang kalian lindungi itu penyakit!”, jawab warga. “percuma rif, orang-orang ini gak bisa di ajak ngomong”, bilang Fadil. “dasar bocah bodoh!, kalian membela dia? Baiklah kalian juga kami singkirkan!”, bilang seorang warga sambil mengeluarkan pisau dari balik bajunya.

“rif, mo, kita serang bareng-bareng setelah itu lari”, bisik Fadil tanpa menoleh ke arah aku dan Mo. Mo bingung , “hei, dil kau gila? Oke lah kau punya bambu runcing itu, tapi mereka ada lima orang, kau mau melawan?” tanyanya.

Aku memberi isyarat ke Mo untuk melihat ke arah semak- semak belukar tepat di samping para warga itu, tampak penampakan seekor hewan yang cukup aneh, ya, anjing zombie yang sempat menyerang kami beberapa saat yang lalu.

“bunuh saja mereka!”, teriak salah seorang kelompok itu. Mereka mulai menyerang kami, Fadil membalas dengan bambu runcingnya, satu orang jatuh akibat tusukan Fadil, warga lainnya kembali menyerang, aku melawan dengan memukulkan batu ke badan orang yang di depanku.

“growwlll!”, anjing zombie menyeruak keluar dari bailik semak-semak. Anjing itu mencabik-cabik mereka. Beberapa orang kabur, dua orang mencoba melawan, salah satunya yang memiliki pisau, Anjing itu tidak dapat di hentikan, ia menggigit tanganya sampai putus!.

aku sempat diam melihat para warga itu di cabik-cabik oleh anjing zombie, “rif, ayo!”, Fadil menarik tanganku. Aku, Fadil, dan Mo beranjak kabur, kami lolos dari amukan warga ‘berkat’ anjing zombie.

Kami bertiga lari kemudian berhenti ketika Ragol dan Ucup memanggil dari balik pohon. Kami bersembunyi di sana, menanti sampai keadaan benar-benar tenang. Aku masih mencoba mengatur nafasku yang tersengal-sengal setelah berlari.

Mo mengusap keringat dan membersihkan kaca matanya dengan bajunya, Fadil duduk sambil membersihkan ujung bambu runcingnya yang terkena darah.Ragol dan Ucup mengintip dari balik pohon sembari berjaga kalau-kalau di belakang para warga atau anjing zombie itu mengejar kami.

“ayo, kita pergi, sebelum kita ketahuan atau sebelum anjing itu lari ke sini”, bilang Mo. setelah situasi kami rasa telah aman, kami pun lanjut berjalan. Aku melihat raut wajah Ucup yang tegang dan tertekan, seperti ada sesuatu yang di sembunyikannya..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!