Diary Sang Penulis
Part 1 : Gantung Diri?
"THALITAAA...AHHH TIDAAAKKK."
Pekik histeris terdengar dari sebuah rumah kost mahasiswi yang semula sepi. Jam baru menunjukkan pukul sepuluh pagi, rumah kost tampak sepi karena para penghuninya masih beraktifitas di kampus.
Hanny yang sedang kurang enak badan, memutuskan untuk sementara beristirahat saja di kamar. Tiba - tiba dia teringat, kemarin menjemur sepatu di rooptop, sepatu satu - satunya yang dia miliki.
"Ah, sial. Kenapa bisa lupa angkat sih? Mana sepatu ontang - anting lagi, bisa - bisa kalau kehujanan, besok aku nyeker ke kampus," gerutu Hanny sambil bergegas naik tangga.
Pemandangan mengerikan, menyambut gadis manis itu sesampainya dia di atap. Tubuh teman sekamarnya, tergantung dengan lidah terjulur, mata melotot dengan sebuah tali tambang terikat di lehernya, pada sebuah besi kerangka atap.
Tubuh Hanny seketika limbung tak bertenaga, beruntung ada sebuah pilar jemuran di dekat dia berdiri. Dengan tergesa Hanny meraih pilar itu, dan memindahkan bobot tubuhnya di sana. Kaki Hanny terasa lemas, tak kuat lagi menopang beban tubuhnya, sehingga gadis itu merosot terduduk di lantai.
Air mata berebutan meleleh membasahi pipi Hanny yang tampak semakin pucat. Pusing di kepalanya semakin tak tertahankan, sementara perutnya juga bergejolak hendak mengeluarkan isinya.
"Hoek..Hoek...Hoek."
Tak ada yang keluar dari mulut Hanny, karena memang dari kemarin perutnya tak diisi. Demam dan sakit kepala yang dialami Hanny, membuat gadis itu tak berselera untuk makan.
Sekali lagi Hanny menguatkan hati untuk memandang tubuh Thalita yang tergantung. Tak ada sesuatu yang dapat digunakan teman sekamarnya itu untuk berpijak, jika memang dia berniat menggantung lehernya sendiri.
Hanny menggelengkan kepalanya perlahan, menurut pendapatnya, tak mungkin seorang Thalita mempunyai keinginan nekad untuk mengakhiri hidupnya. Tapi, kenapa pagi ini tubuhnya malah tergantung seperti itu? Apakah benar dia gantung diri?
Pak Seno, pemilik rumah kost yang saat itu sedang mencabut rumput di halaman, terkejut dengan teriakan histeris Hanny, salah satu anak kost di tempatnya. Bergegas pria tua itu naik ke atas, dan mendapati Hanny terduduk lemas sambil menangis dan memeluk pilar.
"Ada apa, Ndhuk? Kamu jatuh?" tanya Pak Seno sambil berlutut di sebelah Hanny.
Hanny tak menjawab pertanyaan Pak Seno, hanya telunjuknya menunjuk tempat mayat Thalita tergantung.
"YA TUHAN, NDUK THALITAAAA," pekik Pak Seno terkejut.
Seketika tubuh orang tua itu ikutan lemas, Pak Seno jatuh terduduk di sebelah Hanny. Rasa pusing akibat terlalu ngeri juga mendera Pak Seno. Namun tak lama kemudian, orang tua itu sudah dapat mengatasi rasa ngeri yang dirasakannya. Perlahan, pria tua itu bangkit berdiri dan menguatkan pijakan.
"Mari, Ndhuk! Kita turun dulu. Bapak mau melaporkan hal ini ke Pak RT. Kamu pegang tangan Bapak, kita turun pelan - pelan," kata Pak Seno sambil membantu Hanny berdiri.
Hanny cuma bisa mengangguk, dan mengikuti ajakan Pak Seno untuk turun. Tubuhnya yang masih lemah terpaksa dipapah oleh Pak Seno. Dengan berpegangan pada besi tangga, mereka berdua turun.
Tak lama kemudian, petugas dari kepolisian dan perangkat kelurahan tiba di rumah kost itu. Juga sebuah mobil ambulance tampak terparkir di pinggir jalan depan rumah kost.
Para Aparat segera melakukan tugas mereka masing - masing. Memeriksa tempat kejadian perkara dengan teliti, juga menurunkan jenasah Thalita dari tali yang mengikat lehernya.
Police line sudah dipasang di bagian teratas bangunan rumah kost itu. Petugas juga sudah meminta keterangan dari Hanny dan Pak Seno, dua orang saksi yang menemukan jenasah Thalita pertama kali. Mereka berdua juga diminta kesediaannya untuk datang ke kantor polisi, jika sewaktu - waktu diperlukan.
Jenasah Thalita sudah dibawa petugas ke rumah sakit terdekat untuk diotopsi. Setelah itu, menunggu kedatangan keluarganya untuk dibawa pulang dan dimakamkan dengan layak di kampung halamannya.
Hanny masih tampak menangis di kamarnya, di temani oleh Mbak Clara, putri Pak Seno yang berprofesi sebagai seorang bidan.
"Sudahlah, Dek. Kamu yang tenang, mungkin ini sudah takdir Thalita. Semua akibat pastilah ada sebab, bisa jadi ini balasan dari perbuatan yang dilakukan Thalita," kata Clara dengan nada mencibir.
"Apa maksud Mbak Clara?" tanya Hanny heran. Gadis itu menghentikan tangisnya, dan menghapus air matanya kasar dengan punggung tangan.
"Ya kan kamu tau sendiri, Thalita itu suka menganggu hubungan orang. Pasti orang yang merasa diganggu sama dia, doanya buruk - buruk. Dan inilah saatnya doa mereka dijawab oleh Tuhan."
"Kok Mbak Clara bisa ngomong kayak gitu? Thalita yang ku kenal, tidak seperti yang Mbak omongin kok. Justru Thalita itu teman yang paling care, dia tak pernah yang namanya menganggu hubungan orang kok. Bahkan kalau ada teman yang sedang berselisih, dia selalu berusaha mendamaikan," bela Hanny sengit.
"Kamu belum tau kebusukan Thalita sih, Dek. Coba kamu tau, pasti kamu akan berpendapat seperti Mbak," kata Clara kalem.
"Maksud Mbak apa? Aku sudah berteman dengan Thalita dari lama, tapi belum pernah aku dengar atau lihat Thalita melakukan tindakan seperti yang Mbak tuduhkan itu," kata Hanny sedikit emosi.
"Sudah ku bilang, Thalita itu cewek bermuka dua. Mungkin di depanmu dia cuma menampakkan wajah malaikatnya. Sementara wajah setannya dia sembunyikan darimu."
Hanny mengerutkan dahi tak mengerti dengan perkataan Clara. Semua yang dituduhkan Clara tak ada satupun yang benar menurut Hanny. Apakah Clara cuma mengada - ada ?
"Kenapa kamu menatapku seperti itu, Dek? Kamu mengira aku cuma seorang pembohong?" tanya Clara ketus.
"Selama apa yang Mbak Clara tuduhkan pada Thalita tidak ada bukti, aku akan tetap menganggapnya sebagai suatu kebohongan," kata Hanny tegas.
"Suatu saat, kata - kataku akan terbukti, Dek. Dan aku yakin, kamu akan mempercayai semua yang kukatakan."
"Jika Mbak bisa membuktikannya. Jika tidak, maka yang Mbak katakan itu cuma fitnah semata. Dan sebuah fitnah, sama kejamnya dengan menghilangkan nyawa seseorang," kata Hanny sambil memandang Clara dengan tatapan tajam.
Clara menghela napas kesal, seorang bocah mengajarinya tentang hukum dari memfitnah.
"Aku punya bukti, juga punya saksi atas semua tindakan buruk Thalita. Dia itu racun dari semua komunitas yang dia masuki. Merusak pertemanan antar membernya. Memutuskan hubungan banyak pasangan dengan segala kelicikannya. Dan pandai berpura - pura seolah dia itu hanya korban. Playing victim. Itulah sebenarnya temanmu itu."
Hanny hanya bisa tertegun mendengar semua perkataan Clara.
"Dan asal kamu tau ya, Dek. Thalita itu juga selalu menjelekkan kamu di belakangmu. Kalau kamu gak percaya, kamu bisa menanyakan hal itu pada anak - anak kost yang lain," kata Clara.
Hanny mau membantah pendapat Clara, tetapi sebuah panggilan dari luar kamar, membuat Clara pamit, meninggalkan kamar Hanny yang dulunya dia tempati bersama Thalita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Maesaro_Ardi
akhirnya biss baca juga
2023-02-20
0
nila elfianti
mulai baca thorr..
2022-11-28
0
harie insani putra
ninggalin jejak dulu thoorrr
2022-09-27
1