Part 5 : Mulai Takut
Clara yang menyaksikan kejadian yang merenggut nyawa Nella merasa sangat shock. Dalam dua hari, dia sudah menyaksikan kematian dari orang - orang yang dekat dengannya. Dengan langkah gemetar, Clara menghampiri tempat Nella terjatuh, dan berusaha menerobos orang - orang yang berkerumun.
"Permisi, tolong kasih saya jalan! Itu yang kecelakaan teman saya," kata Clara sambil menangis.
Beberapa orang, tampak memberi jalan pada Clara untuk mendekati tubuh Nella.
"Ya, Tuhan! Nella! Kenapa bisa begini sih?" seru Clara frustasi.
Beberapa orang, menangkap tubuh Clara yang lemas dan hampir jatuh, kemudian memapahnya sampai ke bangku taman terdekat.
"Mbak teman gadis itu?" tanya seorang ibu sambil mengulurkan sebotol air mineral.
"I...Iya, Bu. Dia teman saya," jawab Clara sopan. Clara membuka botol air mineral, dan meminumnya sampai tinggal separuh.
"Kenapa dia bisa sampai jatuh kayak gitu, Mbak?"
"Tadi saya lihat, dia tersandung sebelum jatuh. Mungkin tersandung batu atau akar pohon," jawab Clara pilu.
Tiba - tiba seorang petugas dari kepolisian, menghampiri Clara dan Sang Ibu yang sedang mengobrol.
"Apa Mbak punya nomer telepon salah satu keluarga korban?" tanya polisi.
"Ada, Pak," Clara memeriksa ponselnya. Tak lama, Clara berhasil menemukan kontak mama Nella.
Clara menyerahkan ponselnya pada polisi, yang dengan sigap menyalin nomer mama Nella. Polisi itu mengangguk tanda terima kasih, kemudian segera menghubungi keluarga Nella.
Clara menelepon seorang temannya yang bekerja di sebuah rumah sakit tempat jenasah Nella akan diotopsi.
"Halo , Rif. Hari ini lu jaga apa?" tanya Clara begitu telepon tersambung.
"Pagi nih, ada apa, Ra?" jawab Arif di seberang sana.
"Nella kecelakaan, Rif. Sebentar lagi jenasahnya akan dibawa ke RS tempat lu kerja," kata Clara masih menangis.
"Kecelakaan? Jenasah? Ceritanya gimana sih, Ra? Nella kecelakaan terus meningal, gitu?" tanya Arif panik.
Arif dan Nella adalah teman dekat, dan ada kemungkinan mereka akan menjalin hubungan. Tapi karena berbeda kepercayaan, meraka memutuskan hanya berteman saja. Keduanya sering disuruh Clara untuk mengerjai Thalita.
"Nanti aku cerita kalau kita ketemu ya, Rif. Ini gua mau ikut mobil ambulance yang ngangkut jenasah Nella," pamit Clara buru - buru, bahkan gadis itu memutuskan sambungan tanpa menunggu jawaban dari Arif.
🌼🌼🌼🌼🌼
Clara memeluk Arif ketika cowok itu menemuinya di rumah sakit. Tangis Clara kembali pecah di dada Arif. Setelah merasa sedikit tenang, Clara menceritakan kecelakaan yang menimpa Nella.
"Begitulah ceritanya, gua juga gak nyangka, cuma jatuh kayak gitu aja Nella bisa meninggal," kata Clara.
"Cuma kata lu? Gimana gak meninggal kalau kepala Nella terbentur pinggiran pot batu yang menyebabkan kepalanya pecah? Katanya lu itu bidan, paling gak bisa mikir lah, Nella itu kehilangan banyak darah," kata Arif emosi.
Cowok itu mengacak rambutnya kalut, gadis yang dicintainya saat ini telah tiada. Sebagian dari dirinya, seakan turut mati bersama Nella, dan Clara mengatakan kata cuma, untuk kecelakaan yang jelas - jelas merenggut nyawa.
Clara hanya bisa menunduk, ada perasaan takut dalam dirinya melihat kemarahan Arif. Clara menyesal telah mengatakan kata cuma, yang membangkitkan emosi cowok itu.
"Maafkan gua, Rif! Aku tadi keceplosan, tak ada niat gua buat meremehkan kecelakaan Nella. Gua lagi kalut, Rif. Akhir - akhir ini banyak orang dekat yang meninggal di depan mata gua," Clara kembali menangis.
"Sudahlah, Ra. Gua juga minta maaf ke elu, gua udah ngomong kasar. Lu maklum ya! Bagaimanapun, Nella itu cewek yang istimewa di hati gua," kali ini Arif ikut menangis.
Keduanya kemudian larut dalam kesedihan mendalam atas meninggalnya Nella.
"Kalian itu sebenarnya pasangan yang sangat serasi. Kalian juga kompak dalam banyak hal. Sering gitu, kalian berdua mengirimi aku screen shot SW Thalita bersamaan, seakan kalian udah janjian sebelumnya," kata Clara.
"Memang sifat kami banyak kesamaan. Mungkin karena kami lahir di bulan yang sama, dan hanya terpaut lima hari. Kadang kami tuh bisa saling mengerti, tanpa harus berkata - kata."
"Kenapa kalian gak jadian aja?"
"Lu tau alasannya, Ra. Gua dan dia beda keyakinan. Gua gak mau aja ada masalah ke depannya, tar udah sama - sama cinta tapi gak bisa bersama kan nyesek."
"Bener juga sih pemikiran elu. Jangan jadi kayak Thalita dan cowok bucinnya itu. Udah tau beda keyakinan masih aja nekad, kan jadi eneg yang lihat," gerutu Clara.
"Gua emang eneg liat pasangan itu, makanya gua dan Nella selalu cari cara biar mereka berantem. Cowoknya juga gampang baper, jadi gampang aja adu domba mereka," Arif menyeringai licik.
"Ya begitulah, mana Si Cabe itu pinter banget pencitraannya. Dia selalu berhasil berpura - pura jadi korban yang tersakiti. Aslinya mah, dia itu cewek busuk dan licik. Gua berpesta saat dia mati," tampak sinar dendam di mata Clara.
"Gua juga puas sih, adu domba dia sama cowoknya. Gua pancing aja tuh cewek dengan chat seolah gua benci sama elu. Dah nyerocos aja tuh cewek jelek - jelekin elu, kayak yang waktu itu gua SS ke elu."
"Yang paling bikin gua kesel, tuh Cabe selalu berhasil narik simpati cowok - cowok yang semula deket sama gua. Gua yakin tuh Cabe pakai pelet atau susuk pengasihan. Gak mungkin juga kalau polosan, kan dia gak ada bagus - bagusnya juga."
"Mana dia selalu ngaku cantik kan? Bikin eneg aja. Badan juga kerempeng kayak gitu, gua aja yang cowok, gak tertarik sama sekali sama dia. Mungkin lu bener, dia itu pakai pelet," timpal Arif berapi - api.
"Tapi gua puas sih, Rif. Kemarin itu Yudi udah bikin cewek itu malu. Yudi udah gelar semua busuknya tuh cewek di sosmed. Gua sih yakin, gak ada lagi yang bakal beli novelnya. Mungkin karena itu juga yang bikin dia stres dan akhirnya gantung diri. Dia itu cewek miskin, kalau novelnya gak laku, darimana dia dapat duit."
"Biar aja, gua mah gak kasian sama Thalita. Miskin aja dah belagu, gimana kalo dia kaya?"
"Kata Yudi mah, dia tuh kena demam star sindrom. Jadinya belagu kayak gitu."
"Maksudnya, karena tiba - tiba merasa terkenal?" tanya Arif.
"Iya lah. Kan lu tau sendiri, dia itu bukan siapa - siapa. Cuma cewek miskin yang selalu tebar pesona pada cowok - cowok tajir biar bisa dia manfaatin."
Arif merenungkan omongan Clara, cowok itu sebenarnya kurang setuju akan pendapat gadis itu. Thalita yang dia kenal, memang terkesan tengil dan agak sombong, tapi dia sebenarnya gadis yang ramah dan mudah membawa diri. Tak heran banyak orang menjadi cepat akrab dengan sosok Thalita.
Keduanya masih membicarakan keburukan Thalita, sampai tiba waktunya untuk Clara berangkat ke tempat kerja. Keluarga Nella, belum ada satupun yang datang ke rumah sakit, maklum, semua keluarga cewek itu tinggal di luar pulau. Terpaksalah, Arif yang mengurus jenasah Nella sampai keluarganya datang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments