Part 12 : Percaya gak Percaya
"Kamu kenapa, Ndhuk?" Pak Seno menepuk pipi Clara. Orang tua itu tampak cemas, mendengar anak semata wayangnya menjerit - jerit histeris dan pingsan.
"Bangun, Ndhuk. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang menganggu kamu? Cerita dong sama, Bapak!"
Pak Seno mendekatkan botol minyak kayu putih ke hidung Clara. Tak lama, gadis itu membuka matanya.
"Untunglah kamu sudah sadar, Ndhuk. Ada apa? Cerita sama Bapak!" kata Pak Seno.
Clara memeluk Pak Seno erat, tampak sekali gadis itu sangat ketakutan. Badan gemetar dan keringat dingin sebesar biji jagung jatuh dari dahi Clara.
"Clara takut, pak. Roh Yudi mau menuntut balas, dia mau agar Clara mati juga, sama kayak dia," Clara menangis ketakutan.
"Itu tadi cuma mimpi, Ndhuk. Mimpi itu bunga tidur, bukan kejadian nyata. Orang yang sudah mati, gak akan hidup lagi, apalagi untuk membunuh, wong mengerakkan badan aja gak bisa kok," hibur Pak Seno.
"Tapi Clara benar - benar takut, Pak. Itu tadi bukan sekedar mimpi. Roh Yudi benar - benar muncul di kamar ini, dan mengancam Clara. Karena tadi itu, Clara gak sedang tidur, Pak. Clara sudah bangun," Clara masih menangis.
"Kalau memang seperti itu, berarti kamu memang punya salah sama Yudi. Kamu harus minta maaf, supaya roh Yudi gak ganggu kamu lagi!"
"Salah Clara, ya cuma ngajak Yudi ketemu. Karena itu yang bikin Yudi kecelakaan dan tewas."
"Yakin cuma itu?"
Clara mengangguk.
"Ya sudah, kalau begitu besok Bapak antar kamu ke makam Yudi. Kamu minta maaf sama dia, biar dia gak ganggu kamu lagi."
"Makasih ya, Pak."
"Iya, Ndhuk. Sekarang, kamu makan ya! Bapak masak soto kesukaan kamu."
Clara menuruti perkataan bapaknya, gadis itu beranjak menuju dapur.
🌼🌼🌼🌼🌼
Hanny sedang duduk di perpustakaan membaca sebuah buku, ketika Boby datang menghampirinya.
"Serius amat, baca apa sih, Han?" tanya Boby.
"Nih, buku tentang sihir. Aku mau pinjam, buat bacaan sebelum tidur," jawab Hanny tanpa mengalihkan pandangan.
"Haduh, udah jadi mahasiswa masih aja kayak bocah, baca buku begituan."
"Begituan gimana? Ini buku tentang sihir kok."
Boby tersenyum gemas, sepertinya Hanny salah mengartikan maksud perkataannya. Iseng Boby membuka buku harian yang ada di meja depan Hanny. Cowok itu menggelengkan kepala sambil tersenyum, bisa - bisa nya Hanny masih menulis di buku harian, seperti anak SD saja.
Boby membuka buku harian itu, keningnya berkerut, isi buku itu menurutnya sangat aneh. Penasaran, Boby membuka halaman terdepan, ada sebuah nama tertulis di sana : Thalita Adelia.
"Ini diary kamu, Han?" bisik Boby. Di perpustakaan ada peraturan supaya tidak membuat keributan, jika tak mau diusir oleh Pak Rahmat, pustakawan kampus.
"Bukan, itu diary Thalita. Kamu tau gak, Bob, ada yang aneh dengan diary itu," Hanny ikut berbisik.
"Aneh gimana?"
"Nanti deh aku ceritain, kita keluar dulu. Bisa diusir nanti kalau ngobrol di sini."
Boby mengangguk setuju. Keduanya kemudian berlalu dari perpustakaan, dan memilih kantin sebagai tempat ngobrol sekaligus makan siang.
"Ceritain dong, gimana anehnya nih diary," pinta Boby sambil mengaduk sotonya.
"Awalnya, diary ini kosong, Bob. Tapi tiba - tiba ada tulisan - tulisan yang aneh gitu. Aku jadi takut, jangan - jangan ini diary terkutuk," kata Hanny sungguh - sungguh.
"Terkutuk gimana?"
"Ya terkutuk, karena yang ditulis di situ tentang kisah kematian seseorang atau sesuatu gitu. Kamu baca aja, deh! Biar kamu paham."
"Aku tadi sempat baca, dan menurutku apa yang tertulis di situ emang aneh. Makanya aku nanya kamu."
"Sini deh diarynya! Kamu lihat ini, awalnya, tulisan ini cuma sampai di sini. Tapi tiba - tiba ada tambahan lagi tulisan ini. Kamu juga pasti gak percaya, kalau aku bilang buku itu nulis sendiri," keluh Hanny.
Boby mengamati diary itu sekali lagi, tidak ada yang aneh. Diary itu tampak biasa saja, seperti diary pada umumnya. Hanya saja diary itu kelihatan sedikit kusut dan kotor.
"Kamu gak mengada - ada kan, Han?"
Hanny menghembuskan napas kesal, dia sudah menduga, Boby tak akan mempercayai kata - katanya.
"Udah ku duga, kamu gak bakal percaya, Bob. Tapi itulah kenyataannya. Aku sengaja gak pernah cerita hal ini pada siapapun, karena aku gak mau dianggap gila," kata Hanny kesal.
"Kan kamu tau sendiri, Han, aku ini hobi baca novel dan nonton film detektif. Jadi aku gak pernah percaya pada hal - hal yang gak masuk akal," kata Boby.
"Makanya....Tapi terserah kamu deh, Bob. Kamu gak percaya juga gapapa, yang jelas aku udah mengatakan yang sebenarnya."
Boby masih meragukan ucapan Hanny, tapi cowok itu membaca lembar - lembar berikutnya dari tulisan di diary itu. Kalimat - kalimat yang tertulis di situ, masih belum dapat Boby pahami.
"Gini aja deh, Bob. Kamu bawa aja diary itu, sapa tau nanti muncul tulisan baru, biar kamu percaya kalau aku gak bohong!"
"Aku belum yakin, kalau belum membuktikan," keluh Boby lirih.
"Ya udah, kalau gitu kamu bawa aja diary nya!"
"Hemm, oke deh kalau begitu. Kalau emang perkataan mu gak terbukti, awas aja."
Hanny tampak cemberut, menurutnya, apa yang dia katakan memang tak masuk akal, tapi Hanny ingin Boby mempercayainya, karena sesungguhnya dia emang gak bohong.
"Tunggu, Han! Cerita yang ini, mirip kisah seseorang gak sih?"
Hanny melihat halaman diary yang ditunjuk Boby, di situ tertulis kisah seekor anjing yang tewas karena anjing.
"Kisah seseorang siapa?"
"Kisah Yudi, dia kan tewas karena dikejar anjing, terus dia lari dan akhirnya tewas tertabrak motor."
Hanny mengerutkan kening, baginya cerita itu baru terpikirkan olehnya. Memang cerita itu mirip kisah Yudi.
"Kamu gak liat tulisan tanggalnya, Bob?"
Boby melihat kembali tulisan di diary itu, seketika matanya terbelalak, tanggal yang tertera di situ, sama dengan tanggal kejadian dimana Yudi tewas.
"Tanggalnya sama dengan tanggal kejadian Yudi tewas."
"Kamu liat lagi kejadian selanjutnya, mirip kejadian sama seseorang lagi gak?" kata Hanny.
Boby kembali melihat diary itu, di situ tertulis tanggal dua hari kemudian. Seseorang yang tewas karena burung hantu? Mirip kisah Nella yang diceritakan Arif sebelum cowok itu juga meninggal di tempat yang sama.
"Ini beneran diary Thalita kan, Han?"
"Kenapa?"
"Tulisan di sini, ditulis setelah Thalita meninggal. Aku gak percaya aja, kalau ini beneran diary Thalita."
Hanny kembali menghela napas, hampir habis kesabaran Hanny untuk meyakinkan Boby, tapi gadis itu juga sadar, hal yang dia katakan memang tak masuk akal.
"Aku gak tau, apalagi yang bisa kukatakan, biar kamu percaya sama aku, Bob. Semuanya memang gak masuk akal, jadi biar kamu percaya, sepertinya kamu harus bawa diary itu!"
Boby berpikir sejenak, dia memang tak pernah mempercayai hal di luar nalar seperti ini, tapi dia ingin membuktikan ucapan Hanny.
"Oke, kalau gitu, ku bawa diary yang katamu diary Thalita ini."
Hanny menghela napas kesal, tapi juga mengijinkan Boby membawa diary itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments