Part 20 : Satu Lagi Sadar
"Napa sih lu diem aja dari tadi? Kesambet ya, lu?" tanya Clara kesal.
Saat ini, Clara dan Leo sedang berada di sebuah cafe, sementara Hanny sudah pulang menggunakan taksi online.
"Kata cewek yang lu ajak tadi, lu sering diteror sama arwah Thalita ya, Ra?"
"Lu tuh ya, ditanya kok malah balik nanya. Cewek yang mana sih, yang lu maksud?" Clara merasa jengkel.
"Cewek yang lu ajak tadi, yang anak kost bapak lu. Dia dulu sekamar sama Thalita kan?"
"Oh Si Hanny. Iya, dia dulu sekamar sama Thalita, bahkan dia juga yang nemuin mayat Thalita pertama kali. Mereka teman dari SMA sih. Emang Si Hanny cerita apa aja ke elu?"
"Dia cuma bilang, belakangan ini lu sering diteror sama arwah Thalita."
"Dan lu percaya sama cerita takhayul kayak gitu? Ini udah jaman modern lho, Yo. Bukan lagi jaman batu, dimana orang gampang percaya pada kisah dongeng."
Leo menghela napas, seandainya tadi dia tak melihat sendiri penampakan arwah Thalita di makam, cowok itu tak akan percaya.
"Bener kan, lu digangguin arwah Thalita?" Leo bertanya lagi.
"Menurut, elu?"
"Iya, lu digangguin arwah Thalita. Sampai lu jadi sakit karena ketakutan."
"Gak usah ngarang deh, lu. Mana ada gua percaya sama hal - hal kayak gitu. Gua kan sakit typus, karena kecapekan, bukan karena digangguin arwah," Clara masih berusaha mengelak.
"Gua tadi lihat sendiri, arwah Thalita muncul di makam," kata Leo lirih.
Clara melongo mendengar omongan Leo, tak disangka, cowok kayak Leo percaya pada penampakan orang yang sudah mati.
"Lu gak bohong kan, Yo?"
"Ngapain gua mesti bohong, Ra? Emang sih, ini hal yang mustahil, tapi karena gua lihat sendiri, jadi gua percaya."
Clara menghela napas, cewek itu merasa punya teman untuk berbagi rasa takutnya.
"Emang, gua diteror sama arwah Thalita, tapi gua gak cerita ke siapa - siapa, gua takut diketawain," kata Clara.
"Itu kan, yang bikin elu sakit?"
"Ho oh, gua diteror tiap malam. Mulai dari mimpi sampai penampakan. Jujur aja, gua takut, makanya jadi sakit."
"Awalnya beneran gua gak percaya, Ra. Tapi kenyataan di depan mata mengatakan suatu kenyataan. Teman - teman kita yang tewas, semuanya berkaitan dengan Thalita kan?"
"Berhubungan gimana maksud, lu? Mereka tewas karena udah takdirnya begitu, gak ada hubungannya dengan Thalita," kata Clara sewot.
"Kenapa lu bebal banget sih, Ra? Lu gak nyadar apa, mereka yang tewas itu kan orang - orang yang lu suruh untuk membuat hidup Thalita menderita. Ya, kan? Gak usah mungkir lu, Ra!" Leo ikut terbawa emosi.
"Jadi, lu nuduh gua yang bikin mereka tewas?"
"Secara gak langsung sih, iya. Apa lu gak nyadar?"
"Gak, bukan gua yang bikin mereka tewas, tapi takdir."
"Terserah lu mau bilang apa, yang jelas, mereka tewas karena elu. Mereka menuruti perintah elu, dan itu yang membuat arwah Thalita menaruh dendam pada mereka."
"Gua gak mau disalah - salahin ya, Yo. Bukan salah gua, mereka tewas karena kesalahan mereka sendiri. Gua bayar mereka, jadi kalau mereka menuruti perintah gua, itu sudah kewajiban mereka karena udah gua bayar," kata Clara datar.
"Termasuk Putri?"
"Iya, termasuk Putri pacar lu itu. Dia butuh duit gua buat beli kado ultah lu, jadi gua manfaatin aja, mana mau gua rugi. Ngeluarin duit dengan percuma."
Leo berdiri dari duduknya dengan kesal, kemudian menatap Clara dengan tajam.
"Gua akan balikin duit lu yang udah dipakai Putri, cewek gua. Gua gak mau lu rendahin sebagai cowok yang gak bertanggung jawab. Lu tingga sebut nominal dan kirim nomer rekening lu, gua akan ganti semuanya, termasuk kalau lu minta bunga juga. Gua bukan orang susah kayak yang lu pikir!"
Leo beranjak meninggalkan Clara yang sedang marah.
"Tunggu, Yo!"
"Apa lagi, Ra?" Leo membalik badan menghadap Clara.
"Cewek lu tewas bukan karena gua, itu takdir."
"Gak, dia tewas karena elu, dan gua akan menuntut balas sama elu. Gua akan bikin elu, hidup segan mati tak mau," ancam Leo.
"Gua tungguin," kata Clara kalem.
Leo ssgera berbalik dan meninggalkan cafe itu. Tinggallah Clara seorang diri, dan merenungkan perbuatannya.
🌼🌼🌼🌼🌼
Boby sedang duduk di teras depan rumahnya, ketika Hanny menghampirinya dengan tersenyum manis. Ada sesuatu yang terjadi di dalam dada Boby, ketika melhat senyum Hanny.
"Naik apa kamu, Han?"
"Naik taksi online, ini tadi dari pemakaman Putri, nganterin Mbak Clara," jawab Hanny.
"Lha sekarang, Clara nya mana?"
"Dia lagi jalan sama pacarnya putri. Makanya aku disuruh pulang sendiri naik taksi."
"Oh, Si Leo."
"Ada apa, kok ngajakin ketemu, Bob?"
"Ada yang pengen aku kasih tahu ke kamu, Han. Tadi aku jalan - jalan di taman, trus kebetulan aku berada di tempat Nella dan Arif mati karena kecelakaan."
Hanny menyimak cerita Boby, tapi dia sengaja tak memberi tanggapan.
"Ternyata, di pohon tempat mereka jatuh, ada seekor burung hantu. Mungkin karena suara burung itu, yang membuat mereka kaget kemudian tersandung. Karena tadi aku sempat kayak gitu."
"Lalu, apa hubungannya dengan kamu nyuruh aku kesini?"
"Kalau itu, karena aku kangen. Ehh...," Boby membekap mulutnya yang sudah keceplosan.
"Becanda mulu, padahal aku serius dengerin ceritamu," kata Hanny kesal. Dan Boby hanya tersenyum jahil.
"Semua tampaknya berkaitan dengan diary Thalita kan, Han?" tanya Boby.
Hanny merenung sejenak, apa yang dipikirkan Boby, memang masuk akal.
"Jadi, kita bakal bisa menebak korban yang berikutnya, dengan menyimak kata - kata di diary kan, Bob?"
"Tepat sekali. Dan setelah kita tahu, kita harus menyelamatkannya."
"Bagaimana caranya?"
"Entahlah, Han. Aku juga belum tau caranya. Nanti kita pikirkan lagi saat tulisan itu muncul."
"Oke kalau begitu, Bob. Kita harus menyelamatkan korban berikutnya dengan sekuat tenaga. Kalau perlu sampai titik darah penghabisan."
"MERDEKA!" kata Boby sambil tertawa, yang membuat dia mendapat cubitan di perutnya.
"Emang ada tulisan baru, Han?"
"Belum ada, mungkin korban diary Thalita sudah habis," duga Hanny.
"Kayak e sih belum, Han. Dalangnya aja masih belum kenapa - kenapa. Aku yakin, yang terakhir tertulis di diary itu, pasti kematian Clara."
Hanny merasa takut dengan dugaan Boby, tapi juga membenarkannya. Selama ini, mereka sudah tau, Clara lah dalang dari semua perbuatan yang merundung Thalita.
"Dan, sepertinya itu tak lama lagi, Bob. Sekarang aja, arwah Thalita sudah mulai meneror Mbak Clara."
"Bagus kalau begitu, biarkan dia menerima ganjaran dari perbuatannya," kata Boby sambil menyeringai sadis.
Dan tanpa mereka berdua ketahui, arwah Thalita yang berdiri di pojok teras, tersenyum mendengar obrolan sahabat - sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments