Part 17 : Panik
Pagi - pagi Clara sudah menggedor kamar kost Hanny, saat yang empunya kamar masih asik bersembunyi di balik selimut. Semalam Hanny terlibat dalam obrolan tentang diary Thalita bersama Boby hingga hampir subuh. Dengan enggan, Hanny melangkah untuk membuka pintu.
"HAN....LU UDAH BANGUN, BELOM SIH??" teriak Clara tak sabar.
Ketika wajah ngantuk Hanny muncul di depan pintu, Clara segera memberondongnya dengan pertanyaan.
"Lu sibuk gak hari ini, Dek? Ada kelas jam berapa? Bolos aja deh ya, terus temani gua ke pemakamannya Putri. Lu mau kan, Dek? Pasti lu mau deh."
"Hehehe...Mbak, bisa gak nanyanya satu - satu? Aku bingung nih jawabnya," kata Hanny sambil tersenyum menutupi kesal.
"Jawab aja pertanyaan terakhir, mau gak nemenin gua ke pemakaman Putri?"
"Masuk dulu deh, Mbak! Gak enak ngobrol depan pintu, pamali kalau kata orang - orang tua."
Clara masuk ke dalam kamar Hanny yang sedikit acak - acakan, karena yang punya juga baru bangun, kemudian duduk di kasur punya Thalita semasa hidup. Tiba - tiba Clara merasakan hawa dingin aneh menerpa wajahnya, sehingga membuat gadis itu sedikit bergidik ngeri.
"Gimana, Dek? Mau kan nemenin?"
"Iya, Mbak, boleh. Hari ini aku kebetulan lagi free sih, emang jam berapa rencana berangkatnya?" Hanny duduk di kasurnya sendiri dan berhadapan dengan Clara.
"Katanya sih dimakamkan jam dua siang, jadi kita bisa berangkat satu jam sebelumnya."
"Jam satu?"
"Iyalah jam satu, kan satu jam sebelum jam dua siang itu jam satu," kata Clara.
"Oke siap, Mbak. Tapi aku mau tidur lagi bentar, nanti kalau jam dua belas belum bangun, Mbak bangunin ya!"
"Lu gadis apaan sih? Dah siang gini masih mau molor?"
"Gadis beneran kok, Mbak. Cuma semalam aku melek sampai hampir subuh, ngerjain proyek kampus, jadi sekarang masih ngantuk," Hanny ngarang alasan, karena gak mungkin bilang terus terang kalau ngobrol sama Boby di telepon. Clara dan Boby tampaknya bermusuhan.
"Ya udah kalo gitu, tar gua bangunin. Gua balik dulu deh, gua merinding nih, lama - lama di kamar lu. Jangan - jangan di sini juga tinggal hantu dari teman lu yang bunuh diri itu."
Clara mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar, takut kalau tiba - tiba ada penampakan hantu Thalita.
"Jangan nakutin dong, Mbak!" kata Hanny sewot.
"Ya logikanya aja, teman lu itu tewas bunuh diri. Bisa jadi kan, kalau dia jadi hantu gentayangan. Yudi aja jadi hantu kok, dia neror gua beberapa hari ini," keluh Clara.
"Serius, Mbak?" tanya Hanny tak percaya.
"Serius apa?"
"Kalau Om Yudi jadi hantu. Ini Om Yudi yang mati tertabrak motor karena lari dikejar anjing kan?"
"Iya, Yudi dia. Dia mau nuntut balas sama gua, karena gua yang ajakin dia makan di angkringan malam itu."
"Cuma karena itu dia mau nuntut balas?"
"Iya, katanya dia belum siap buat mati, tapi karena gua dia jadi mati," Clara menghela napas. Akhir - akhir ini beban hidupnya memang berat.
Hanny hanya bisa prihatin mendengar cerita Clara, bagaimanapun Hanny tau, perbuatan Clara yang tertulis di diary Thalita memang benar adanya. Bukan hanya Yudi, masih ada lagi teman Clara yang mati, dan tertulis di diary Thalita.
"Ngomong - ngomong, Mbak Putri itu meninggalnya karena apa, Mbak?"
"Kepalanya kejatuhan beton dari atas bangunan yang lagi renovasi. Padahal dia itu abis dari sini, pinjem duit buat beli kado ultah cowoknya, Leo. Dan itu dia juga lagi otewe buat ketemu cowok e itu."
"Oh, berarti orangnya yang aku lihat lagi ngobrol sama Mbak di kamar ya?"
"Kok lu tau? Ngintip ya?"
"Gak lah, kan aku lewat depan kamar Mbak kemarin. Pintunya kebuka dikit, terus aku lihat Mbak lagi ngobrol di dalam."
"Oh gitu. Akhir - akhir ini aku takut berada di ruang terkunci, apalagi sendirian. Aku sering banget mimpi buruk, dan dikejar - kejar hantu Yudi. Jadi aku lebih nyaman kalo pintu kamarku kebuka dikit gitu. Biar kalau ada apa - apa ada yang nolongin."
"Mimpi buruk apa, Mbak?" tanya Hanny meski sudah bisa menebak.
"Kan lu tau, Dek. Akhir - akhir ini ada beberapa teman gua yang mati, dan hampir semuanya setelah ketemu sama gua, malah ada yang matinya di depan mata gua. Karena itu gua jadi sering mimpi buruk."
Hanny menghela napas prihatin. Clara yang Hanny lihat saat ini, berbeda dengan Clara sebelumnya. Clara yang ini, sarat dengan beban berat yang tercermin dari matanya.
"Yang sabar, Mbak. Mungkin itu hanya kebetulan aja, teman - teman Mbak ketemu sebelum ajal menjemput."
"Entahlah, Han. Jujur aja, gua merasa down banget saat ini. Gua gak punya lagi teman curhat, teman - teman gua pada mati. Dan gua juga merasa, bentar lagi gua juga bakal mati."
"Jangan ngomong gitu, Mbak. Kita gak tau kapan kita bakal mati, itu rahasia Tuhan," hibur Hanny.
"Entah, gua cuma merasa aja sih."
Keduanya diam untuk beberapa saat, masing - masing tenggelam dalam pikiran masing - masing. Sampai terdengar panggilan dari Pak Seno mencari anaknya.
🌼🌼🌼🌼🌼
Clara terbangun dari tidur yang cuma sekejap dengan tubuh gemetar dan keringat dingin membasahi wajahnya. Setelah menemui Hanny, Clara tertidur sebentar di depan televisi. Mimpi buruk kembali menyergapnya.
Dalam mimpi Clara, tampak mendatanginya dengan wajah yang menyeramkan. Mata melotot dan lidah terjulur keluar. Tali tambang juga masih tampak melingkar di lehernya. Keadaan yang hampir sama seperti pada saat ditemukan di atap kost an.
Dalam mimpi, Thalita tak mengatakan apa - apa, hanya menampakkan diri dalam rupa menyeramkan dan mengikuti Clara kemanapun gadis itu pergi.
Clara sudah menjerit dan berlari menghindari sosok seram Thalita, namun rupanya hantu Thalita selalu dapat menemukan kemanapun Clara pergi.
Clara sudah mengusirnya, tapi sosok Thalita selalu berusaha mendekati Clara. Clara menjerit dan terus berlari menghindar, tapi tak pernah berhasil. Sampai akhirnya, dalam mimpi, Clara jatuh ke jurang, dan pada realitanya, jatuh dari sofa.
"Sial banget sih, gua. Tuh cewek bener - bener nyusahin. Gak hidup gak mati juga masih nyusahin. Dasar cewek jahanam sialan," umpat Clara.
Tiba - tiba ada angin dingin berhembus, sehingga membuat Clara merasa ngeri. Sekelebat bayangan hitam, muncul sekilas di depan Clara, hanya sekejap, karena detik berikutnya bayangan itu lenyap.
Clara menjadi sangat panik, meski sekejap, Clara yakin, jika yang barusan dilihatnya adalah bayangan Thalita.
"Apa lagi mau lu, Cewek Cabe? Lu gak bakal bisa ganggu hidup gua, karena lu udah mati," kata Clara menantang.
Tiba - tiba, gelas yang sebelumnya ada di atas meja rias Clara, jatuh dan pecah tanpa tampak tersentuh. Wajah Clara semakin pias karena ketakutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Herry Ruslim
kalo di modarin langsung,ga disiksa batinnya,si Clara,pasti habis ceritanya...buat tekanan batin...
2022-11-23
0