Part 7 : Sebenarnya Apa yang Terjadi?
Hanny menjatuhkan buku harian Thalita karena terkejut dengan apa yang dilihatnya. Sungguh tidak masuk akal, seharian dia berada dekat dengan buku itu, dan dia juga sangat yakin tidak ada orang lain yang menyentuh buku itu, tetapi bisa muncul kalimat baru tertulis di buku itu.
Kepala Hanny yang tiba - tiba terasa pusing, membuat gadis itu terduduk di lantai kamar sambil memijit kepalanya.
"Sebenarnya, apa yang kamu mau dari aku, Thalita?" keluh Hanny.
Tiba - tiba, pintu kamar kost Hanny diketuk dari luar. Ketika gadis itu membukakan pintu, tampak Clara berdiri menjulang di depannya.
"Ehh, Mbak Clara. Ada apa nih, Mbak? Ada yang bisa Hanny bantu?" tanya Hanny basa - basi.
"Lu sibuk gak, Dek? Aku lagi butuh teman ngobrol nih."
"Sibuk sih enggak kok, Mbak. Cuma aku baru aja pulang dari kampus, belum bersih - bersih badan. Kalau Mbak gak keberatan nunggu, aku mau mandi dulu, Mbak."
"Ya udah, gua tungguin sambil tiduran di situ ya?" tanya Clara sambil menunjuk kasur Hanny.
Hanny mengangguk, kemudian mempersilahkan Clara masuk. Kemudian Hanny bersiap untuk mandi. Clara yang berada di kamar Hanny, merasa sedikit seram, ketika itu juga mantan kamar Thalita yang sudah mati gantung diri.
Angin dingin tiba - tiba terasa menerpa wajah Clara yang sedang duduk di atas kasur milik Hanny, membuat gadis itu merasakan bulu tengkuknya berdiri. Clara melihat ke arah jendela kamar yang terbuka, dan segera senyum merekah di bibirnya.
"Ah, ternyata cuma angin dari jendela, bikin parno aja," kata Clara lega.
Pandangan Clara tertuju pada deretan novel yang masih tertata rapi di meja belajar Thalita. Keluarga Thalita sengaja memberikan buku - buku dan novel milik gadis itu pada Hanny, itu sebabnya deretan Novel itu masih berada di sana.
"Ternyata banyak juga novel karya Si Cabe. Pasti kebanyakan hasil plagiat, gak mungkin cewek miskin kayak dia bisa nulis novel yang bagus," cibir Clara.
Hanny tampak memasuki kamar dengan rambut yang basah, dan dia menyisirnya dengan hati - hati.
"Mbak Clara mau ngajak ngobrolin apa nih?" tanya Hanny sambil meletakkan sisir ke meja.
"Gini, Han. Gua kan tadi baru aja dari pemakaman kawan, yang meninggal karena kecelakaan. Kok gua merasa ada yang aneh ya?"
"Aneh gimana maksud, Mbak Clara?"
"Ya aneh, teman gua tuh meninggal di depan gua dengan cara yang aneh. Si Yudi, tertabrak motor karena dia lari dikejar anjing. Terus kemarin, Si Nella kesandung akar pohon terus kepalanya terantuk pot batu. Padahal mereka berdua udah dewasa, kenapa bisa ceroboh begitu?"
"Menurut Hanny sih gak ada yang aneh, Mbak. Maut kan emang rahasia Tuhan, kita tak bisa menghindar, meskipun kita udah merasa hati - hati," kata Hanny.
"Ya lu bener juga sih, maut emang gak bisa ramalkan, terjadinya begitu saja, dan Hanya Tuhan yang pegang rahasianya. Tapi ada keanehan yang lebih aneh nih, Dek."
Hanny menggaruk kepala yang tak gatal, mendengar omongan Clara. Kadang Clara bisa menjadi sosok yang bisa diharapkan.
"Apa lagi yang aneh, Mbak?" tanya Hanny penasaran.
"Teman - teman gua yang meninggal itu, semuanya pernah berselisih dengan Thalita lho. Ya bisa dibilang, mereka itu korban dari mulut Thalita yang gemar banget menyebarkan kebohongan. Biar dirinya keliatan baik gitu di mata semua orang."
Hanny cukup terkejut mendengar omongan Clara. Thalita yang dikenal oleh Hanny, sangat bertentangan dengan cerita Clara.
"Maksud Mbak Clara, Thalita yang sedang kita bahas ini, Thalita yang dulu di kamar ini kan?" Hanny memastikan dugaannya.
"Ya iyalah, Dek. Emang ada berapa banyak Thalita yang kenal sama kita berdua? Kan cuma Thalita teman sekamar lu yang sekarang udah mati," Clara mulai kesal.
"Ta..Tapi, Mbak, Hanny kok merasa tuduhan Mbak ke Thalita itu gak sesuai sama kenyataan ya? Thalita yang Hanny kenal gak seperti itu kok. Emang kadang dia suka ceplas - ceplos kalau ngomong, tapi dia gak pernah deh fitnah - fitnah orang."
"Kamu jangan naif ya, Dek! Berarti lu berhasil ditipu sama penampilan dia. Dia emang sering berlagak jadi orang baik dan tersakiti, playing victim gitu, tapi aslinya dia itu jahat lho. Teman gua banyak yang jadi korban fitnahan dia," Clara masih saja membicarakan keburukan Thalita.
Hanny tetap tak percaya dengan omongan Clara, gadis itu beranjak mendekati meja belajar Thalita.
"Mbak Clara lihat ini? Dia tuh gak ada waktu buat omong kosong seperti yang Mbak tuduhkan. Dia tuh sibuk menulis ini semua, belum lagi yang di platform," kata Hanny sambil menunjuk deretan novel karya Thalita.
"Siapa yang tau juga itu semua murni karya dia atau cuma hasil plagiat kan? Cewek yang pandai pencitraan kayak dia, bakal menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya," kata Clara mencibir.
"Aku teman sekamar Thalita ya Mbak. Aku tau bagaimana perjuangan dia untuk mencapai ini semua. Bahkan dia sering tidur sampai larut malam untuk menulis. Kok bisa - bisanya Mbak bilang itu hasil plagiat. Jangan menuduh sembarangan, Mbak! Apalagi ke orang yang sudah meninggal, pamali," kata Hanny sewot.
"Terserah, lu mau percaya apa enggak, Dek. Yang jelas, apa yang gua omongin itu bener kok, banyak saksinya," kata Clara masih ngeyel.
Hanny hendak mendebat pendapat Clara, tetapi urung karena ponsel Clara berdering, dan pemiliknya segera menjawab panggilan itu.
"Iya halo, Rin. Ada apa?" tanya Clara.
"Ada kabar, Arif meninggal, Mbak," jawab Rina, orang yang menelepon Clara.
"Gak usah ngarang deh lu, Rin. Arif baru jalan ama gua nih, mungkin dia malah belum nyampai rumah setelah nganter gua. Kok bisa - bisanya lu bilang dia meninggal, ati - ati ya kalau ngomong," kata Clara ketus.
"Aku gak bohong, Mbak. Aku kan sedang di rumah sakit, nganterin ibuku cek kesehatan. Terus para perawat ngomongin teman mereka yang namanya Arif meninggal. Baru saja jenasahnya sampai di sini, dan itu benar - benar Arif, Mbak."
Clara tertegun sambil masih memegang ponselnya, rasa tak percaya masih dirasakannya. Clara baru saja bertemu dengan Arif, bagaimana mungkin, temannya itu dikabarkan telah menjadi mayat.
"Mbak..Mbak Clara! Mbak gapapa kan?" tanya Rina cemas.
"I...Iya, Rin. Gua gapapa kok, cuma gua kaget aja. Makasih ya, infonya." Clara mengakhiri panggilan telepon tanpa menunggu jawaban dari Rina.
"Ada apa, Mbak? Kok wajah Mbak Clara pucat banget?" tanya Hanny yang menyadarkan Clara, bahwa dia tak sendiri di tempat itu.
"Arif, teman yang baru aja nganterin gua pulang , katanya meninggal," jawab Clara lirih.
Hanny mengambil segelas air, dan menyodorkannya pada Clara.
"Minum dulu, Mbak!"
Tanpa menoleh, Clara menerima gelas dari Hanny, dan menegak isinya hingga tandas.
"Ini...ini pasti ulah arwah Thalita, Han! Meskipun udah mati, dia masih aja meneror kami," kata Clara ketakutan.
"Ngomong apa sih, Mbak. Thalita itu sudah tenang di alamnya. Kenapa Mbak masih saja menaruh dendam padanya?" tanya Hanny tersinggung. Gadis itu sangat menyesali, kenapa Clara selalu berpikir buruk pada Thalita.
"Enggak, Han. Ini pasti ulah dia, gua gak tau cara apa yang dipakai oleh dia. Yang jelas, ini semua pasti ulah Thalita, dia mau membalas dendam."
"Terserah Mbak aja, mau mikir gimana! Sebaiknya Mbak istirahat, Mbak keliatan sangat lelah," kata Hanny sedikit mengusir.
"Iya, aku balik dulu, Dek. Lama - lama disini, bisa - bisa gua juga mati dikerjain Thalita." Clara buru - buru meninggalkan kamar kost Hanny.
Hanny menghela napas kesal, bagaimana mungkin, temannya yang sudah meninggal, masih dituduh melakukan kejahatan oleh putri pemilik kost.
Kembali Hanny meraih buku diary Thalita yang tadi sempat tergeletak di atas kasur. Tampaknya Clara tak pernah menyentuh buku itu saat dia mandi.
"Sebenarnya, ada hubungan apa kamu dengan Mbak Clara, Tha? Kok dia keliatan banget benci sama kamu," bisik Hanny pada diary Thalita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments