Misteri Kampung Pesisir
Aura mistis, aura yang tidak biasa akan terpancar saat seseorang melintasi jalan menuju perkampungan Kenanga.
Kenanga adalah perkampungan di mana di sepanjang jalannya ditumbuhi dengan pepohonan besar nan rindang. Namun, juga terlihat sepi dan mencekam.
Mayoritas masyarakatnya menghabiskan waktu di pantai. Para lelaki bekerja sebagai nelayan dan para wanita memilih ikan tangkapan suami atau ayah mereka dengan cara mengumpulkan dalam beberapa wadah sesuai jenisnya. Menjelang sore barulah mereka berada di rumah masing-masing. Namun, para suami mereka kebanyakan sudah berangkat melaut di sore hari dan baru datang ketika pagi bahkan kadang sampai menjelang siang.
Beberapa perempuan ada juga yang menyilap ikan kemudian dijemur di gelandang [sebuah tempat penjemuran ikan yang terbuat dari batang bambu].
Topan, Tata, Lisa, dan Aldi adalah 4 mahasiswa yang ditugaskan untuk meneliti kehidupan di desa Kenanga. Baik dari segi kebiasaan hidup sehari-hari, budaya, pandangan hidup serta apapun yang ada di dalam masyarakatnya termasuk pekerjaan mereka sehari-hari.
"Pan kenapa sepanjang perjalanan ini perasaanku tidak enak ya, aku merasa seolah-olah kita semua masuk ke dalam bahaya," ujar Aldi pada Topan.
"Jangan berpikir yang macam-macam Al, jangan sampai pikiran buruk menguasai kita dan akhirnya benar-benar akan terjadi," nasehat Topan.
"Ingat ucapan itu adalah doa," timpal Lisa.
"Kendalikan pikiran kita, itu yang sering aku dengar saat seseorang menasehati orang lain untuk masuk ke kampung ini," imbuh Topan.
"Benar kita nikmati saja pemandangan ini meski terlihat sepi dan sedikit menyeramkan, tetapi coba kau cium, harum bunga kenanga-kenanga ini membuat kita seakan merasakan harumnya aroma terapi," timpal Lisa lagi.
"Ih aromaterapi apaan? Yang ada malah bau kuburan protes Tata. Bersamaan dengan itu angin kencang menyapu tubuh mereka.
Wuussssh.
Dedaunan kering berhamburan ke arah mereka hingga membuat mata Aldi kelilipan karena daun itu membawa debu.
"Aaaa!" teriak Aldi sambil menutup mata.
"Kenapa teriak-teriak sih, lebay banget sih Lo," ujar Topan sambil terus berjalan di depan sedangkan Aldi duduk berjongkok dengan kedua tangan masih berada di depan wajah. Menutupi wajahnya yang tiba-tiba pucat pasi. Lelaki itu benar-benar ketakutan hingga tubuhnya bergetar hebat. Bahkan keringat mengucur deras dari tubuhnya.
"Kamu kenapa sih Al?" Tata menyingkap tangan Aldi kemudian meringis, ikut takut melihat ekspresi wajah Aldi. Tangan Aldi basah dipenuhi keringat bak orang yang mengidap paru-paru basah saja.
"Sebaiknya aku kembali saja. Aku tidak berani masuk ke desa ini," ucap Aldi.
"Kalau kamu kembali aku ikut," sambung Tata.
"Silahkan kalau kalian mau kembali, tetapi apapun yang terjadi aku akan tetap masuk," ujar Topan begitu yakin.
"Aku juga," sambung Lisa. "Dosen sudah berjanji akan memberikan nilai yang bagus asal kita melakukan tugas ini dengan baik dan yang terpenting dosen sudah berjanji untuk memperjuangkan beasiswa untuk kita semua."
"Persetan dengan semuanya. Aku sudah tidak perduli dengan nilai. Dikeluarkan sekalipun dari kampus aku tidak perduli," ucap Aldi lagi. Aldi punya firasat masuk ke kampung ini seolah seperti mengantarkan nyawa.
"Terserah!" Topan menarik tangan Lisa agar terus melangkah menyusuri jalanan menuju perkampungan sedangkan Tata menarik tangan Aldi untuk kembali, keluar dari daerah itu.
"Tidak masalah kalau nilai kita jelek kita bisa perbaiki dengan melakukan tugas yang lain dengan baik." Tata menghibur Aldi sekaligus menghibur dirinya sendiri.
Aldi mengangguk dan bangkit dari duduknya. Kemudian mereka berdua berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Lisa dan Topan.
"Ah, mereka payah belum apa-apa sudah menyerah." Terdengar suara Topan dibarengi dengan hembusan nafas panjang dari Lisa. Mereka terus berjalan hingga sampai di sebuah pantai. Memang jalan itu langsung tembus ke arah pantai dibandingkan ke rumah-rumah para penduduk. Namun, jangan salah, ada beberapa penduduk yang rumahnya juga berdiri di tepi pantai meskipun tidak banyak.
"Waw indah sekali." Lisa berlari-larian ke dekat pantai. Memandang deburan ombak dan turun ke bawah hingga kakinya memijak pasir nan putih bersih.
"Bagaimana suka, kan?" tanya Topan pada Lisa yang terlihat senyum-senyum sendiri.
Gadis itu hanya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari lautan biru di hadapannya.
"Rugi mereka kembali," ucap Topan yang menyayangkan akan mundurnya Tata dan Aldi dalam tugas ini. Baginya ini tugas yang mengasikkan. Bisa belajar sambil refreshing. Benar-benar menyenangkan daripada hanya sekedar berkutat dengan materi-materi yang bikin pusing.
Sementara Lisa dan Topan bercanda dan tertawa-tawa bersama di tepi pantai, Aldi dan Tata nampak kebingungan. Pasalnya sudah begitu lama mereka berjalan untuk keluar dari dari desa itu nyatanya mereka masih berputar-putar di tempat yang sama. Jalan yang mereka tempuh seperti melingkar hingga mereka kembali ke titik nol.
"Bagaimana ini Aldi kenapa kita tetap berada di tempat ini?" Tata terlihat gusar dan ketakutan. Mereka seperti berputar di satu tempat, di sepanjang perjalanan mereka tidak menemui keberadaan Lisa dan Topan.
"Aku juga tidak tahu Ta. Jangan-jangan kita tidak bisa keluar dari daerah ini." Bukannya memberi solusi Aldi malah membuat Tata tambah takut.
"Kita jalan saja terus sambil melihat-lihat mungkin ada jalan yang menuju ke arah lain. Kalau ada kita ambil jalur itu."
Tata mengangguk dan terus melanjutkan langkahnya diikuti Aldi di belakangnya.
Guk ... guk ... guk.
Terdengar suara anjing dari berbagai arah membuat keduanya semakin takut. Mereka berdua kini sudah bermandikan keringat dingin.
Percepat langkah kita, sepertinya itu ada jalan ke arah lain." Aldi menunjuk ke arah jalan yang masih terlihat baru. Mungkin jalan beraspal itu masih baru saja rampung.
Mereka terlihat sedikit lega. Mungkin dari tadi mereka tidak mengambil jalan itu sehingga mereka seperti berputar-putar saja.
"Tunggu Al bukannya ketika kita lewat tadi bersama Lisa dan Topan kita tidak pernah melintasi jalan yang baru beraspal itu ya?" Tata sedikit bingung dengan keadaan.
"Nggak usah dipikirkan Ta, dalam keadaan darurat seperti ini kita harus mengambil langkah apapun. Mau kamu disini seharian?"
"Nggak sih Al. Aku maunya pulang ke rumah. Aku kangen mama, aku sudah lelah." Tata mulai merengek. Dia benar-benar sudah tidak tahan berada di tempat ini hanya berduaan saja dengan Aldi. Apalagi keduanya sama-sama penakut.
"Kita tidak ada waktu untuk mengeluh. Apapun caranya kita harus segera keluar dari tempat ini," tekad Aldi.
"Ayolah orang-orang tolong kami. Kenapa tidak ada kendaraan sama sekali sih yang melintas di sini?" Tata bicara sendiri.
"Mana mungkin ada, bukannya kau sudah tahu sendiri tadi penjaga gapura mengatakan untuk masuk ke kampung ini tidak diperbolehkan membawa kendaraan bermotor masuk
karena kalau melanggar kita akan mendapat kesialan. Kalau tidak karena itu mana mungkin sepeda motor kita akan tertahan di sana," jelas Aldi.
"Kali aja ada penduduk yang khilaf dan penjaga gerbang itu juga khilaf." Tata berbicara sekenanya.
Aldi hanya memandang Tata tanpa ekspresi. Dalam hati pun berharap sama, tetapi dia sadar hal itu tidak mungkin terjadi.
"Lihat Al itu ada kendaraan yang menuju ke sini!" Tata berteriak kegirangan melihat sepertinya mereka akan bisa terlepas dari jalan yang menurut mereka adalah lingkaran setan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
💎hart👑
👣👣👣
2022-11-20
0
Ganuwa Gunawan
istigfar aldi juga tata..
ayo istigfar
2022-11-09
0
Yurnita Yurnita
seruuu Thor
2022-10-11
1