"Iya Nak Tata, tetapi punggung dan pinggang kami encok kalau begini setiap hari," ucap Bu Loli membuat semua orang tertawa mendengarnya.
"Sabar Bu yang penting cuan mengalir deras," ucap Tata dan langsung menutup mulutnya karena hampir saja akan tertawa.
"Mengalir seperti air di lautan ya Nak Tata," kelakar Bu Loli.
"Ada pasang surut pastinya seperti ombak di lautan," ujar Rifa.
"Maksudnya?" tanya Tata tak mengerti.
"Rejeki kami bergantung pada buih di lautan. Kalau hasil tangkapan laut banyak ya hidup kami sejahtera, begitupun sebaliknya kalau hasil tangkapan laut zong jangankan emas
bisa-bisa panci dan piring kita melayang," ucap Rifa lalu tertawa.
"Apa sih maksudnya? Maksud kalian kalau para suami pulang tidak membawa hasil akan dilempar panci ataupun piring oleh para ibu-ibu?" tanya Tata tak mengerti.
Semua orang yang ada di tempat itu tertawa mendapatkan pertanyaan konyol seperti itu dari Tata.
"Eh saya salah ya," ujar Tata menyadari dirinya menjadi bahan tertawaan orang-orang.
"Tidak sepenuhnya salah sih," jawab Rifa.
"Jadi benar?" Kali ini Tata malah terlihat kaget.
"Sebenarnya sih yang saya maksud tadi dengan panci dan piring itu melayang adalah kita para ibu di sini bisa menjual ataupun menggadaikan alat-alat dapur saat kami tidak memiliki uang untuk membeli kebutuhan pokok," jelas Rifa.
"Oh begitu ternyata," ucap Tata paham.
"Tapi ada juga sih yang memang main lempar-melempar pada suami. Biasa bak yang akan dijadikan alat untuk melempar saat istri-istri mereka kesal suami pulang tidak membawa tangkapan. Namun, itu hanya berlaku buat istri-istri yang sadis bukan istri yang kalem-kalem seperti kita," ucap Rifa lalu tertawa lepas.
Semua orang pun ikut tertawa dan menggeleng mendengar perkataan Rifa.
"Awas kedengaran orangnya. Kalau kamu kena marah jangan bawa-bawa kami," ujar Bu Loli dan semua orang mengangguk membenarkan.
"Aku bantuin ibu yang itu saja ya," ucap Tata melihat salah seorang ibu belum selesai memilah ikan berdasarkan jenisnya satu-satu padahal yang lainnya sudah fokus menyilap ikan.
"Baik sana kamu bantuin dia saja," ucap bu Loli yang pekerjaannya sendiri hampir saja selesai.
Tata mengangguk dan langsung bangkit dari duduknya dan mendekati arah ibu yang dimaksudnya tadi.
"Saya bantuin ya Bu." Tata menawarkan diri.
"Oh iya Nak. Ikan yang ini taruh di tempat ini ya dan yang itu di sana."
"Iya Bu, dikumpulkan berdasarkan jenis ikannya ya."
"Iya Nak." Wanita itu tampak mengangguk.
Tata pun mulai membantu perempuan setengah baya itu.
"Oh ya Bu kenapa ibu belum selesai sedangkan yang lain sudah hampir kelar semua?" tanya Tata penasaran.
"Iya Nak sebab bapaknya baru datang paling akhir tadi dan yang biasa membantu ibu memilih ikan ini saat ini tidak bisa membantu ibu sebab mengambil pesanan membuat krispi ikan," jelas ibu tersebut.
"Krispi Ikan? Berarti dari ikan dong Bu. Mama saya dulu suka beli krispi teri rasa balado loh Bu. Kalau di sini ada yang jual saya mau beli saja."
"Bukan krispi teri Nak karena sekarang belum musim teri," terang si ibu.
"Terus krispi apa dong Bu?"
"Ini, krispi nya ikan ini." Ibu itu menunjuk salah satu jenis ikan.
"Oh yang tadi disilap oleh ibu-ibu di sana."
"Iya setelah dikeringkan ikan ini dikasih bumbu-bumbu dan tepung sehingga bisa dijadikan camilan ataupun lauk yang enak."
"Oh ini yang katanya tadi kalau dikeringkan harganya mencapai empat puluh lima ribu kalau di krispi kira-kira dijual berapa ya Bu?"
"Sembilan puluh ribu," jawab si ibu.
"Wah enakan di krispi kalau begitu ya Bu. Bisa meningkatkan kwalitas harga."
"Ia sih cuma yang bikin seperti itu kebanyakan yang suaminya tidak melaut seperti kami sebab kalau seperti kami sangat sibuk dan tidak ada waktu," jelas perempuan itu.
"Ibu benar memilih dan menyilap saja sudah memakan banyak waktu apalagi kalau harus ditambah tugas lain," ujar Tata.
"Iya benar. Seharusnya masih bisa membuat ikan krispi malam hari sih cuma punggung dan pinggang sudah tidak bersahabat tidak dapat ditawar ingin segera menyentuh bantal." Ibu itu terlihat tertawa kecil.
"Iya Bu, jangan diforsir kerja itu penting biar bisa memenuhi kebutuhan hidup, tetapi menjaga kesehatan diri jauh lebih penting," ucap Tata bijak.
"Kamu benar Nak dalam pekerjaan itu tidak boleh tamak dalam artian memaksakan diri toh rezeki sudah di atur oleh Tuhan."
"Benar Bu."
Ibu itu mengangguk. Setelah ini tidak ada yang bicara lagi. Mereka berdua fokus pada pekerjaan masing-masing tak terkecuali Bu Loli dan yang lainnya.
Saat fokus pada pekerjaannya masing-masing tiba-tiba konsentrasi mereka pecah saat melihat pak Bakri mondar-mandir tak tentu arah.
"Mau ngapain dia?" tanya seorang ibu saling senggol dengan yang lainnya.
"Mana kutahu, tapi kok kayak gelisah gitu ya dia?" sambung yang lain.
"Iya. Kalau begini nih pasti ada yang bakal meninggal lagi," tebak yang lain.
"Hus jangan su'udhzon kamu," tegur yang lain.
"Tapi memang begitu kan biasanya?"
"Entahlah, ya Allah semoga tidak ada tumbal lagi," ucap salah seorang ibu dan langsung menutup mulutnya karena keceplosan.
"Ada apa ya Bu?" Tata yang tidak paham dengan pembicaraan semua orang menjadi penasaran.
"Biasa kalau pak Bakri itu nampak berkeliling-keliling tidak tentu arah dan gelisah seperti itu akan ada orang yang meninggal," bisik ibu yang mempunyai ikan yang dipilih oleh Tata tersebut.
"Dia dukun, tukang sihir atau indigo sih Bu?" Tata masih saja penasaran.
"Bukan, tetapi menurut tebakan kami pak Bakri itu melakukan pesugihan dan bisanya memakan tumbal," jelas ibu tersebut sambil bergidik ngeri begitupun dengan Tata. Dia khawatir karena dia sendiri dan teman-temannya malaj menumpang di rumah milik Pak Bakri.
"Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Lisa dan Topan." Mentari mengkhawatirkan dua orang tersebut karena kedua temannya itu telah makan di rumah Pak Bakri tadi pagi dan yang dimakan mereka menurut penglihatan Tata bukanlah makanan melainkan hewan-hewan menjijikkan. Bisa saja kan Tata dan Topan keracunan makanan.
Saat sedang gusar memikirkan nasib Lisa dan Topan, tiba-tiba ada perahu besar yang mendarat. Semua orang menoleh pada orang-orang yang turun dari perahu tersebut.
"Ada apa?" tanya para ibu-ibu yang melihat muka orang-orang yang turun dari perahu tersebut pucat dan sedih.
"salah satu teman kami ada yang hilang di tengah laut."
"Apa?!"
Semua orang terlihat panik dan gusar mendengar kabar buruk itu.
"Mengapa tidak dicari?"
"Sudah, tetapi kami tidak bisa menemukannya."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments