NovelToon NovelToon

Misteri Kampung Pesisir

Bab 1. Pikiran Buruk

Aura mistis, aura yang tidak biasa akan terpancar saat seseorang melintasi jalan menuju perkampungan Kenanga.

Kenanga adalah perkampungan di mana di sepanjang jalannya ditumbuhi dengan pepohonan besar nan rindang. Namun, juga terlihat sepi dan mencekam.

Mayoritas masyarakatnya menghabiskan waktu di pantai. Para lelaki bekerja sebagai nelayan dan para wanita memilih ikan tangkapan suami atau ayah mereka dengan cara mengumpulkan dalam beberapa wadah sesuai jenisnya. Menjelang sore barulah mereka berada di rumah masing-masing. Namun, para suami mereka kebanyakan sudah berangkat melaut di sore hari dan baru datang ketika pagi bahkan kadang sampai menjelang siang.

Beberapa perempuan ada juga yang menyilap ikan kemudian dijemur di gelandang [sebuah tempat penjemuran ikan yang terbuat dari batang bambu].

Topan, Tata, Lisa, dan Aldi adalah 4 mahasiswa yang ditugaskan untuk meneliti kehidupan di desa Kenanga. Baik dari segi kebiasaan hidup sehari-hari, budaya, pandangan hidup serta apapun yang ada di dalam masyarakatnya termasuk pekerjaan mereka sehari-hari.

"Pan kenapa sepanjang perjalanan ini perasaanku tidak enak ya, aku merasa seolah-olah kita semua masuk ke dalam bahaya," ujar Aldi pada Topan.

"Jangan berpikir yang macam-macam Al, jangan sampai pikiran buruk menguasai kita dan akhirnya benar-benar akan terjadi," nasehat Topan.

"Ingat ucapan itu adalah doa," timpal Lisa.

"Kendalikan pikiran kita, itu yang sering aku dengar saat seseorang menasehati orang lain untuk masuk ke kampung ini," imbuh Topan.

"Benar kita nikmati saja pemandangan ini meski terlihat sepi dan sedikit menyeramkan, tetapi coba kau cium, harum bunga kenanga-kenanga ini membuat kita seakan merasakan harumnya aroma terapi," timpal Lisa lagi.

"Ih aromaterapi apaan? Yang ada malah bau kuburan protes Tata. Bersamaan dengan itu angin kencang menyapu tubuh mereka.

Wuussssh.

Dedaunan kering berhamburan ke arah mereka hingga membuat mata Aldi kelilipan karena daun itu membawa debu.

"Aaaa!" teriak Aldi sambil menutup mata.

"Kenapa teriak-teriak sih, lebay banget sih Lo," ujar Topan sambil terus berjalan di depan sedangkan Aldi duduk berjongkok dengan kedua tangan masih berada di depan wajah. Menutupi wajahnya yang tiba-tiba pucat pasi. Lelaki itu benar-benar ketakutan hingga tubuhnya bergetar hebat. Bahkan keringat mengucur deras dari tubuhnya.

"Kamu kenapa sih Al?" Tata menyingkap tangan Aldi kemudian meringis, ikut takut melihat ekspresi wajah Aldi. Tangan Aldi basah dipenuhi keringat bak orang yang mengidap paru-paru basah saja.

"Sebaiknya aku kembali saja. Aku tidak berani masuk ke desa ini," ucap Aldi.

"Kalau kamu kembali aku ikut," sambung Tata.

"Silahkan kalau kalian mau kembali, tetapi apapun yang terjadi aku akan tetap masuk," ujar Topan begitu yakin.

"Aku juga," sambung Lisa. "Dosen sudah berjanji akan memberikan nilai yang bagus asal kita melakukan tugas ini dengan baik dan yang terpenting dosen sudah berjanji untuk memperjuangkan beasiswa untuk kita semua."

"Persetan dengan semuanya. Aku sudah tidak perduli dengan nilai. Dikeluarkan sekalipun dari kampus aku tidak perduli," ucap Aldi lagi. Aldi punya firasat masuk ke kampung ini seolah seperti mengantarkan nyawa.

"Terserah!" Topan menarik tangan Lisa agar terus melangkah menyusuri jalanan menuju perkampungan sedangkan Tata menarik tangan Aldi untuk kembali, keluar dari daerah itu.

"Tidak masalah kalau nilai kita jelek kita bisa perbaiki dengan melakukan tugas yang lain dengan baik." Tata menghibur Aldi sekaligus menghibur dirinya sendiri.

Aldi mengangguk dan bangkit dari duduknya. Kemudian mereka berdua berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Lisa dan Topan.

"Ah, mereka payah belum apa-apa sudah menyerah." Terdengar suara Topan dibarengi dengan hembusan nafas panjang dari Lisa. Mereka terus berjalan hingga sampai di sebuah pantai. Memang jalan itu langsung tembus ke arah pantai dibandingkan ke rumah-rumah para penduduk. Namun, jangan salah, ada beberapa penduduk yang rumahnya juga berdiri di tepi pantai meskipun tidak banyak.

"Waw indah sekali." Lisa berlari-larian ke dekat pantai. Memandang deburan ombak dan turun ke bawah hingga kakinya memijak pasir nan putih bersih.

"Bagaimana suka, kan?" tanya Topan pada Lisa yang terlihat senyum-senyum sendiri.

Gadis itu hanya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari lautan biru di hadapannya.

"Rugi mereka kembali," ucap Topan yang menyayangkan akan mundurnya Tata dan Aldi dalam tugas ini. Baginya ini tugas yang mengasikkan. Bisa belajar sambil refreshing. Benar-benar menyenangkan daripada hanya sekedar berkutat dengan materi-materi yang bikin pusing.

Sementara Lisa dan Topan bercanda dan tertawa-tawa bersama di tepi pantai, Aldi dan Tata nampak kebingungan. Pasalnya sudah begitu lama mereka berjalan untuk keluar dari dari desa itu nyatanya mereka masih berputar-putar di tempat yang sama. Jalan yang mereka tempuh seperti melingkar hingga mereka kembali ke titik nol.

"Bagaimana ini Aldi kenapa kita tetap berada di tempat ini?" Tata terlihat gusar dan ketakutan. Mereka seperti berputar di satu tempat, di sepanjang perjalanan mereka tidak menemui keberadaan Lisa dan Topan.

"Aku juga tidak tahu Ta. Jangan-jangan kita tidak bisa keluar dari daerah ini." Bukannya memberi solusi Aldi malah membuat Tata tambah takut.

"Kita jalan saja terus sambil melihat-lihat mungkin ada jalan yang menuju ke arah lain. Kalau ada kita ambil jalur itu."

Tata mengangguk dan terus melanjutkan langkahnya diikuti Aldi di belakangnya.

Guk ... guk ... guk.

Terdengar suara anjing dari berbagai arah membuat keduanya semakin takut. Mereka berdua kini sudah bermandikan keringat dingin.

Percepat langkah kita, sepertinya itu ada jalan ke arah lain." Aldi menunjuk ke arah jalan yang masih terlihat baru. Mungkin jalan beraspal itu masih baru saja rampung.

Mereka terlihat sedikit lega. Mungkin dari tadi mereka tidak mengambil jalan itu sehingga mereka seperti berputar-putar saja.

"Tunggu Al bukannya ketika kita lewat tadi bersama Lisa dan Topan kita tidak pernah melintasi jalan yang baru beraspal itu ya?" Tata sedikit bingung dengan keadaan.

"Nggak usah dipikirkan Ta, dalam keadaan darurat seperti ini kita harus mengambil langkah apapun. Mau kamu disini seharian?"

"Nggak sih Al. Aku maunya pulang ke rumah. Aku kangen mama, aku sudah lelah." Tata mulai merengek. Dia benar-benar sudah tidak tahan berada di tempat ini hanya berduaan saja dengan Aldi. Apalagi keduanya sama-sama penakut.

"Kita tidak ada waktu untuk mengeluh. Apapun caranya kita harus segera keluar dari tempat ini," tekad Aldi.

"Ayolah orang-orang tolong kami. Kenapa tidak ada kendaraan sama sekali sih yang melintas di sini?" Tata bicara sendiri.

"Mana mungkin ada, bukannya kau sudah tahu sendiri tadi penjaga gapura mengatakan untuk masuk ke kampung ini tidak diperbolehkan membawa kendaraan bermotor masuk

karena kalau melanggar kita akan mendapat kesialan. Kalau tidak karena itu mana mungkin sepeda motor kita akan tertahan di sana," jelas Aldi.

"Kali aja ada penduduk yang khilaf dan penjaga gerbang itu juga khilaf." Tata berbicara sekenanya.

Aldi hanya memandang Tata tanpa ekspresi. Dalam hati pun berharap sama, tetapi dia sadar hal itu tidak mungkin terjadi.

"Lihat Al itu ada kendaraan yang menuju ke sini!" Tata berteriak kegirangan melihat sepertinya mereka akan bisa terlepas dari jalan yang menurut mereka adalah lingkaran setan.

Bersambung....

Bab 2. Diserang Para Arwah

"Ta, itu ada delman mengarah ke sini," tunjuk Aldi ke arah sebuah dokar yang berjalan melintas di jalanan seolah bergerak menghampiri dirinya dan Tata dengan seorang kusir yang berjenis kelamin wanita.

"Akhirnya Al kita bisa keluar juga dari tempat ini. Ya Allah terima kasih." Tata langsung bersujud ke tanah melakukan sujud syukur karena Tuhan telah mengirimkan seseorang untuk membawa mereka keluar dari kampung ini.

"Sepertinya Ta ayo kita segera ke sana," ajak Aldi saat kendaraan itu berhenti 1 meter di depan mereka.

"Bu antarkan saya ke pintu gapura ya," ucap Tata sambil naik ke atas delman. Wanita yang menjadi kusir tersebut hanya mengangguk tanpa menjawab dengan suara sepatah katapun.

"Ibu orang sini ya? Oh ya Bu kalau kendaraan yang tidak bermotor seperti delman ini tidak dilarang ya masuk ke daerah ini?" tanya Aldi pada wanita itu yang juga dijawab dengan anggukan.

"Aneh kenapa dia tidak berbicara sih," bisik Aldi di telinga Tata.

Tata mengangguk. "Mungkin dia tuna wicara dan baru sekarang aku menemui kusir kereta kuda yang berjenis kelamin perempuan. Biasanya kan pak kusir, tetapi ini malah bu kusir." Mereka sedikit tersenyum melihat keunikan ini seakan lupa dengan kegalauannya hari ini.

"Kakk kakk kakk!"

Terdengar suara burung gagak menggelegar di atas kepala mereka.

"Aldi aku takut," Tata mendekap erat tubuh Aldi dengan keringat jagung yang mulai bercucuran.

"Hei tidak usah takut sebentar lagi kita akan keluar dari tempat ini." Aldi mencoba mengelus pundak Tata agar bisa tenang meski ketakutan di hatinya sendiri belum bisa sirna.

"Aku takut diantara kita akan saling meninggalkan, kata orang-

orang suara burung gagak itu menandakan ada orang yang akan mati," ucap Tata, kini air matanya luruh sudah membasahi pipi cantiknya. Dalam hati ia berharap bukan dirinya yang meninggal. Namun, kalau sampai Aldi yang mati dia pun tidak rela. Dia akan takut tersesat sendirian di jalan desa ini.

"Jangan berkata begitu kata orang suara burung gagak itu hanya pemberi kabar bahwa ada orang yang meninggal di tempat yang jauh bukan di sini atau juga bukan kita yang akan meninggal," ucap Aldi sedikit membuat Tata merasa lega.

Sementara mereka

berbincang-bincang delman telah membawa tubuh mereka jauh dari tempat itu.

"Kok belum sampai-sampai sih Al bukankah biasanya kalau menggunakan kendaraan akan lebih cepat sampai daripada kita berjalan kaki. Apa memang kita yang tersesatnya kejauhan ya hingga delman ini harus muter-muter jauh agar bisa membawa kita keluar dari tempat ini."

"Mungkin," jawab Aldi. Dia juga tidak paham dengan situasi ini.

Tata menoleh ke belakang ingin bertanya kepada bu kusir apakah perjalanan yang akan mereka tempuh masih jauh untuk sampai di pintu gapura kampung.

"Aaaa, kuntilanak!" Tata berteriak ketakutan. Dia melihat ibu kusir itu berubah menjadi kuntilanak yang mengerikan. Wajah wanita itu penuh luka dan matanya bulat seakan mau lompat serta mengeluarkan air mata darah.

"Hihihi." Kuntilanak itu tertawa-tawa dengan suara yang melengking di telinga Tata. Tata langsung melompat dari tempat duduknya hingga tubuhnya terbentur ke tanah.

"Tata!" teriak Aldi dan ikut melompat ke bawah.

"Al, kuntilanak Al, aku takut. Lebih baik aku mati saja kalau begini terus, hiks ... hiks ... hiks." Tata lalu meracau tidak jelas karena suaranya yang bercampur isak tangis tidak kedengaran.

"Hus, jangan ngomong gitu," ujar Aldi. Meskipun rasa takutnya tidak kalah dengan Tata, tetapi sebisa mungkin Aldi menekan ketakutannya itu.

"Hei ayo bangun kita lanjutkan perjalanan pulang lagi," perintah Aldi.

"Aku takut, aku tidak ingin melihat wajah serem itu lagi."

"Hei kau bermimpi ya? Mana ada kuntilanak di sini?" tanya Aldi.

Tata menunjuk wanita yang mengendarai delman itu dengan jari telunjuk sedangkan matanya ia tutup dengan telapak tangan kirinya.

"Mana ada? Itu masih ibu yang tadi," protes Aldi karena memang orang yang mengendarai delman tersebut memang wanita tadi bukan kuntilanak seperti yang dikatakan Tata.

Tata merenggangkan jari-jari tangan kirinya dan mengintip keluar dari sela-sela jari itu. Dia terlihat kaget melihat memang yang mengendarai delman memang wanita tadi.

"Tapi mana kuntilanak itu? Masa iya aku salah lihat? Atau memang aku yang berhalusinasi?" batin Tata masih merasa aneh.

"Ayo naik lagi!" perintah Aldi, Tata menggeleng tidak mau. Dia masih was-was dengan yang dilihatnya tadi.

"Ayo biar kita bisa cepat keluar dari tempat ini." Tata menggeleng lagi.

"Sudah dekat kan Bu pintu keluar dari kampung ini?" Aldi beralih bertanya pada wanita yang Tata tadi anggap kuntilanak. Wanita itu masih tetap sama, menjawab setiap pertanyaan dengan anggukan.

"Ayo! Kalau tidak mau saya tinggal," ancam Aldi. Kalau dia mengikuti keinginan Tata untuk berjalan kaki lagi pasti akan lama sedang hari sudah semakin petang saja. Berjalan di tempat itu siang hari saja rasanya gelap dan sepi apalagi kalau sampai malam menjelang.

Terpaksa Tata menurut karena tidak ingin ditinggal sendirian. Dalam hati berharap semoga perasaannya tadi tidak benar. Mungkin karena dirinya kelelahan sedari pagi berjalan terus dengan pikiran kacau membuat dia berhalusinasi.

"Lebih cepat lagi ya Bu memacu kudanya sebab hari sudah hampir malam," pinta Aldi. Sekali lagi wanita itu mengangguk.

Aldi meraih air mineral di dalam tas, membuka tutup botol kemudian memberikan kepada Tata. "Ini minum dulu, kekurangan cairan bisa membuat kita tidak fokus bahkan dehidrasi," ucap Aldi. Tata pun mengangguk dan meraih botol minuman itu dari tangan Aldi dan langsung meneguknya.

Setelah puas minum, Tata mengembalikan botol tersebut ke tangan Aldi. Sekarang giliran Aldi yang meneguk minuman itu. Rasanya sangat segar di tenggorokan.

Delman itu terus berjalan hingga sampai pada suatu tempat yang diliputi asap putih sehingga menghalangi pandangan Tata dan Aldi.

"Ini tempat apa Al?" tanya Tata mulai ketakutan lagi.

"Tidak tahu." Aldi menjawab sambil mengedarkan pandangannya ke segala penjuru.

"Kuburan, orang ini membawa kami ke kuburan." Aldi sebenarnya ketakutan setengah mati. Peluh sudah membasahi seluruh tubuh. Namun, mengingat ada Tata yang juga penakut dia memilih diam saja.

Aldi menoleh hendak protes pada pemilik delman itu. Namun, mulutnya menganga tatkala wanita itu berubah menjadi kera dan langsung melompat ke ranting pohon. Barulah Aldi sadar bahwa apa yang dikatakan Tata tadi adalah benar bukan halusinasi semata. Wanita itu bukanlah manusia.

Aldi mengambil kendali untuk mengendarai delman itu tatkala melihat Tata sudah sadar bahwa mereka ada di daerah pemakaman.

"Al ini kuburan Al."

"Tenanglah kita akan segera pergi dari sini!" Aldi memacu kuda agar berjalan lebih kencang. Namun, sayang asap putih yang lebat menghadang perjalanan mereka dan langsung mengubah diri menjadi arwah-arwah yang bergentayangan.

Tata tampak gemetar sedangkan Aldi menahan diri agar tidak pipis di celana. Baju keduanya sudah sama-sama basah oleh keringat.

"Kita lari saja Ta!" seru Aldi melihat kuda sudah tidak mau bergerak.

Mereka pun lari dengan terbirit-birit. Para arwah gentayangan mengejar mereka.

"Tolong! Tolong!" Tata berteriak meminta tolong karena hampir saja kuku kuntilanak itu mencengkeram bahunya. Bahkan terlihat beberapa hantu dengan muka yang penuh darah dan keriput menggotong keranda dan membawanya menuju ke arah Tata.

Aldi menoleh, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena dirinya sudah dikepung oleh para pocong.

"Tolong! Tolong!" teriak mereka berdua. Suara keduanya memenuhi udara. Namun, kemudian suara Tata mulai menghilang karena lehernya mulai tercekik.

"Allahuakbar, Allahuakbar!

"Allahuakbar, Allahuakbar!

Suara azan sayup-sayup terdengar. Seketika itu para arwah langsung menghilang begitu saja.

Untuk sesaat Tata dan Aldi bisa menghembuskan nafas lega.

Bersambung.

Bab 3. Saat Tata Pergi

"Ayo cepat Ta, kita harus pergi dari tempat ini sebelum suara adzan itu berhenti!" Aldi menarik tangan Tata agar cepat berlari.

Mereka berdua pun berlari sambil berpegangan tangan sebab tidak ingin berpisah satu-sama lain.

"Ayo cepat Ta!" teriak Aldi saat pegangan tangan Tata terlepas dan gadis itu berhenti sejenak karena nafasnya sudah ngos-ngosan berlarian terus-menerus. Apalagi leher Tata sakit akibat dicekek oleh kuntilanak tadi. Ditambah pula mereka sudah dari pagi terjebak di daerah yang mereka sendiri tidak tahu itu dimana.

Benarkah mereka masih berada dalam kampung yang sama ataukah mereka sudah memasuki kampung lain?

"Aku capek Al, istirahat sebentar tidak apa-apa, kan?" Tanya tata dengan suara yang mulai melemah.

"Aku takut hantu-hantu tadi keluar lagi Ta karena suara adzan sudah berhenti," ucap Aldi sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah.

Malam sudah menjemput, hari pun mulai gelap. Terdengar lolongan serigala dari jauh. Jangkrik-jangkrik pun mulai berkonser ria membuat suara grasak-grusuk dari tikus yang hendak berlari ataupun bersembunyi.

"Semoga tidak turun hujan," ucap Aldi dengan penuh harap. Dalam keadaan seperti ini dia masih bisa bersyukur sedari pagi tidak turun hujan padahal semalam sebelum mereka memutuskan untuk masuk ke kampung ini di rumah mereka hujan deras.

"Ah, aku tidak kuat," ringis Tata. Satu tangan memegang lehernya yang terasa sakit dan tangan yang satunya menekan kepalanya yang tiba-tiba berdenyut kencang.

"Bertahanlah Ta aku yakin kita akan selamat," ucap Aldi memberikan semangat. Namun, Tata sudah tidak bisa menahan bobot tubuhnya lagi. Dia terjungkal ke samping dan menutup mata.

"Ta kamu kenapa Ta? tanya Aldi panik.

"Ta, bangun Ta!" Aldi mengguncang tubuh Tata agar sadar, tetapi tidak berhasil. Tata tetap saja tidak bereaksi dan memejamkan mata.

Aldi lalu memeriksa denyut nadi Tata. Ternyata denyut itu sudah berhenti. Aldi menangis menyadari sahabatnya itu telah tiada. Tata pergi untuk selamanya.

"Tata!" teriak Aldi hingga suaranya menggema di segala penjuru.

Aldi teringat akan ucapan Tata tadi saat mereka berada di atas delman.

"Aku takut Al. Aku takut diantara kita akan saling meninggalkan, kata orang-orang suara burung gagak itu menandakan ada orang yang akan mati."

"Bangun Ta! Kau sadarlah, kau tidak boleh mati!" Aldi tidak terima dengan keadaan ini.

"Bangun Ta, bangun!" Aldi masih mengguncang tubuh Tata. Dia masih tidak percaya Tata akan meninggalkan dirinya.

"Ta bangun, jangan tinggalkan aku sendiri! Aku tidak bisa berjalan seorang diri. Aku terlalu penakut Ta untuk melewati semua ini sendirian. Sadarlah dan berjanjilah kita akan berjuang bersama untuk bisa keluar dari tempat terkutuk ini. Bangun Ta, jangan tinggalkan aku. Hiks ... hiks ... hiks." Tangisan Aldi terdengar pilu dan menyayat hati.

Tiba-tiba gerimis turun dari langit seakan ikut bersedih mengiringi kepergian Tata. Aldi

mengeluarkan sarung dari dalam tas dan mencari tempat berteduh yang tepat. Saat menemukan pohon yang begitu rimbun dengan dedaunannya, Aldi menghampar sarung miliknya di bawah pohon tersebut.

Setelah selesai dia mengeluarkan sarung lagi dan mengikatnya pada ranting pohon dengan mengunakan akar gantung beringin sebagai talinya.

Aldi berjalan ke arah Tata dan langsung menggendong tubuh sahabatnya yang sudah terbujur kaku itu. Aldi meletakkan tubuh Tata di atas alas sarung tersebut dan dirinya ikut duduk di samping Tata sambil berselonjor kaki.

Aldi menatap ke depan dengan pandangan yang hampa. "Ta, apa yang harus aku katakan pada orang tuamu? Tidakkah kau merasakan bagaimana sulitnya jadi diriku? Kalau begini caranya bawa saja aku pergi bersamamu. Aku tidak tahu bagaimana caranya mengurus jenazahmu sendirian di tempat yang seperti ini."

Aldi tampak menghembuskan nafas kasar. Pikirannya gusar dan kacau. Tidak mungkin dia meninggalkan tubuh Tata di tempat ini karena bisa saja menjadi santapan hewan buas. Namun, tidak mungkin juga membawa tubuh Tata ikut bersamanya mengingat dia tidak tahu arah jalan pulang.

"Ya Tuhan asalkan kau menghidupkan Tata kembali, aku bernadzar akan menikahinya kelak."

Duarr

Kilatan cahaya di sertai suara petir menggelegar. Tidak berselang lama hujan deras pun turun membasahi bumi. Sarung yang menjadi atap tempatnya duduk basah sudah sehingga merembes ke bawah. Kepala Aldi terkena air hujan.

Namun, pria itu tidak perduli, dia tidak bisa meninggalkan tubuh Tata hanya untuk mencari tempat teduh yang lain. Lagipula dimana juga dia akan mendapatkan tempat teduh di tempat seperti itu. Yang ada hanyalah pohon seperti tempatnya berteduh sekarang.

Pakaian Aldi maupun Tata basah kuyup oleh air hujan. Air mata Aldi yang masih mengalir pun sudah bercampur dengan tetesan air hujan.

"Ya Allah aku harus apa?"

Sekarang kepala Aldi terasa berdenyut kencang dan seperti menekan-nekan. Aldi menyentuh kepalanya lalu memijit secara perlahan.

Limbung, tubuh Aldi sudah tidak bisa tegak lagi. Diapun pingsan di samping tubuh Tata yang tenang.

***

"Aku ada dimana?" Aldi nampak bingung sepertinya dia berada di tempat yang lain. Jika dari tadi tubuhnya berada dalam belahan dunia yang menakutkan, tetapi tidak kali ini dia berada dalam taman yang dihiasi bunga-bunga yang bermekaran. Kupu-kupu bersayap indah terlihat terbang ke sana kemari.

"Andai saja ada Tata di sini. Gadis itu pasti sangat senang." Aldi tahu Tata menyukai bunga.

Raut wajah yang tadinya terlihat cerah kini berubah redup tatkala Aldi mengingat dirinya tidak akan pernah bertemu lagi dengan Tata.

Dengan perlahan Aldi duduk di tempat duduk taman berbentuk meja segiempat yang terbuat dari marmer berhiaskan kaca di atasnya sehingga seolah Aldi duduk pada sebuah kaca.

"Tempat ini nampak indah sekali, tapi sayang sepi. Apa gunanya indah kalau tidak banyak yang menikmati," gumam Aldi mengingat di tempat itu tidak menemukan seorang pun di sana.

Aldi mengedarkan pandangan. Pria itu mengernyit kala melihat seorang wanita berbaju serba putih melambaikan tangan ke arahnya. Aldi mengernyit dan tanpa sadar langsung mengikuti arah wanita tersebut melangkah.

Belum dekat jarak mereka wanita itu berbalik dan tersenyum. "Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu," ucap wanita itu dan langsung dijawab anggukan oleh Aldi.

"Apa permintaanmu?" tanya wanita itu dengan senyum yang merekah seperti bunga-bunga di sekitarnya.

"Aku hanya ingin kami berdua selamat dan kembali ke rumah kami," ucap Aldi dengan tatapan datar.

Wanita itu memetik bunga putih menyerupai melati, tetapi ukurannya raksasa dan rantingnya panjang menyerupai tali.

"Kau ambillah ini. Jika kau berhasil mengendalikan bunga ini maka sahabatmu itu akan terbangun kembali dan kalian akan terbebas dari tempat yang menyeramkan itu." Wanita itu tampak mengulurkan bunga tersebut ke hadapan Aldi.

"Apa kau tidak berbohong?" tanya Aldi sedikit ragu.

"Tidak, dia yang akan menuntun perjalanan kalian. Mungkin tidak akan mudah dan kalian tidak akan bisa cepat langsung pulang. Namun, saya jamin suatu saat nanti kalian akan bisa kembali," jelas wanita itu.

"Terima kasih," ucap Aldi tersenyum penuh harap.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!