"Kalau begitu mari kita temui penduduk di sini!" ajak Aldi dan Tata pun mengangguk setuju. Keduanya lalu berjalan ke rumah besar memanjang tersebut untuk meminta pertolongan untuk pertama kalinya.
Ketika sampai di depan rumah besar tersebut Aldi dan Tata disambut oleh seorang wanita tua berwajah keriput dan tubuhnya mulai bungkuk termakan usia. Wanita tua itu sedang menyapu di halaman rumah menggunakannya sapu lidi.
"Cari siapa Nak?" tanya wanita tersebut saat melihat Tata celingukan mencari seseorang.
"Cari siapa saja Nek yang sekiranya bisa menolong saya," sahut Tata.
Nenek itu tampak mengernyit lalu memandang tajam mata Tata membuat gadis itu sedikit meringis takut. Wanita tua itu mengangguk. "Sebentar ya saya panggilkan pemilik rumah ini." Suara nenek tersebut tampak tegas meski usianya sudah lanjut.
"Baiklah Nek," jawab Aldi.
Wanita tua itu langsung masuk ke dalam rumah dan memanggil pemilik rumah tersebut.
Tak berselang lama wanita itu keluar kembali dengan dengan seorang pria paruh baya yang masih memiliki tubuh bugar dan terlihat lebih muda dari usia sebenarnya.
"Kalian yang namanya Tata dan Aldi ya?" tebak laki-laki tersebut sambil menatap dengan senyuman manisnya.
"Kok Bapak tahu?" Tata heran melihat pria itu mengenal dirinya dan Aldi sedangkan diantara mereka berdua tidak ada yang kenal dengan bapak-bapak ini.
"Oh itu sahabat kalian ada di dalam. Mereka yang bercerita tentang kalian tadi," jelas pria itu masih tidak lepas dari senyumnya.
"Teman? Siapa Pak? Sepertinya saya tidak mengenal daerah ini, bagaimana bisa ada yang kenal pada kami. Apakah mereka sahabat orang tua kami?" Aldi pun penasaran dengan sahabat yang dimaksud bapak yang berdiri di hadapannya kini. Bisa saja kan yang dimaksud teman mereka oke bapak ini adalah anak dari sahabat orang tuanya yang mungkin saja mengenal Aldi dan Tata sedangkan Aldi dan Tata nya sendiri malah tidak kenal.
"Mereka bernama Topan dan Lisa. Kata mereka sebenarnya dua hari yang lalu kalian bersamanya, tetapi berbalik arah dan tidak jadi masuk ke kampung ini," terang pria gagah dan perkasa itu.
"Oh jadi kami sudah sampai di kampung Kenanga?" Tata merasa heran mengapa mereka malah kembali ke kampung yang sebenarnya ingin dihindarinya.
"Ya benar, ini adalah kampung kenanga. Kampung yang terletak di bagian pesisir desa Karang Asam," jelas pria itu dengan mantap.
"Oke," jawab Tata tak tahu lagi harus berkata apa.
"Apa yang membuat kalian ingin pergi dari kampung ini dan hal apa pula yang membuat kalian memutuskan untuk kembali ke kampung ini lagi?" tanya pria itu penasaran dan menilik wajah keduanya satu persatu.
"Sebenarnya kami sampai di sini hanya karena terse ...."
Sebelum Tata menyelesaikan kalimatnya Aldi langsung menyenggol bahu Tata dan memberikan kode dengan matanya.
"Apa sih Al," protes Tata tidak terima Aldi main
menyenggol-nyenggol saja. Dia masih belum paham dengan kode kedipan mata dari Aldi. Tata berpikir Aldi kalau Aldi sedang menggoda dirinya. Sungguh tak patut menurut Tata.
"Kami kembali ke sini karena ingin menyelesaikan tugas kami. Ya, tugas agar kami bisa diperjuangkan oleh dosen biar bisa dapat beasiswa. Maklum Pak kami ini orang tidak punya," bohong Aldi padahal mereka tidak sengaja kembali ke kampung ini.
"Ya sudah kalau begitu mari kalian masuk ke dalam. Aldi dan Topan sedang makan bersama kami," ucap pria itu mempersilahkan keduanya masuk.
Aldi pun mengangguk dan berjalan di belakang pria itu sedangkan nenek yang tadi kembali menyapu halaman rumah.
"Al kenapa kamu mengatakan itu sih, bukannya kita menghampiri rumah ini karena ingin meminta penghuni rumah ini mengantarkan kita ke rumah orang tua kita atau paling tidak mengantar kita hingga sampai di depan gapura itu," bisik Tata melayangkan protes pada Aldi.
"Tenanglah kita istirahat di sini dulu. Mau kamu tersesat lagi saat mereka mengantar kita. Aku capek Al, tubuhku butuh istirahat walau hanya sebentar."
"Tidak mungkin mereka tersesat sebab mereka kan sudah biasa keluar masuk dari daerah ini," sanggah Tata.
"Sudahlah kamu menurut saja dulu ya apalagi di sini ada Topan dan juga Lisa. Siapa tahu kita betah dan bisa bergabung dengan mereka lagi menyelesaikan tugas kelompok," pinta Aldi.
"Terserahlah," ucap Tata pasrah.
"Ada apa ya?" tanya pria pemilik rumah karena mendengar bisik-bisik dari keduanya meskipun pria ini tidak tahu dan tidak mendengar dengan jelas apa yang keduanya bicarakan.
"Tidak ada Pak, teman saya si Tata ini hanya takjub dengan rumah milik bapak ini yang begitu besar," jawab Aldi.
"Oh rumah ini adalah warisan turun-temurun dari keluarga. Ayo mari masuk ke ruang makan. Topan dan Lisa sedang sarapan sekarang," ucap pria itu lagi padahal tadi sudah sempat memberitahukan bahwa Topan dan Lisa memang sedang makan.
Aldi dan Tata terus mengekor di belakang pria pemilik rumah itu yang masuk ke dalam ruang makan terlebih dulu.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di ruang makan tersebut Tata tampak heran karena ruangan itu dindingnya di cat hitam semua.
"Wah seperti rumah mafia saja," gumam Tata dan masih dapat di dengar oleh Aldi.
"Kamu tahu darimana rumah mafia di cat hitam?" tanya Aldi berbisik di telinga Tata.
"Hehe bercanda, kayak feeling aja gitu."
"Cih bercanda dengan feeling itu jauh Ta artinya malah bertolak belakang," protes Aldi.
"Ya anggap saja aku cuma bercanda. Jangankan rumah mafia orangnya saja aku tidak tahu seperti apa." Tata nyengir kuda.
"Cih."
"Kalian bicara apa?" tanya pria pemilik rumah tersebut.
"Oh tadi itu cuma bicara film Hollywood Pak," jawab Aldi berbohong.
"Hai Ta! Hai Al!" sapa Lisa menyambut kedatangan keduanya sambil melambaikan tangan.
"Hai!"
"Hai!"
Tata dan Aldi pun menjawab sapaan Lisa.
"Akhirnya kalian kembali juga. Yuk sarapan bareng!" ajak Topan.
Keduanya mengangguk dan menarik kursi yang ada di samping meja panjang berisi macam-macam menu makanan.
"Wah benar-benar menggugah selera," ucap Aldi. Perutnya yang sudah dua hari hanya mengonsumsi roti meronta-ronta ketika melihat nasi dan ayam goreng. Apalagi harumnya sambal terasi semakin membuat air liurnya seakan menetes.
Benar-benar mantap dalam pikiran Aldi.
Berbeda dengan Aldi yang fokus menatap makanannya Tata malah fokus melihat-lihat bagian ruangan itu dengan seksama.
Hingga tak sadar matanya menangkap nenek yang tadi membawakan sup ikan dengan mangkok besar berjalan ke arahnya.
Ekor matanya tidak lepas dari nenek yang berjalan terseok-seok itu. Namun, Tata terhenyak saat nenek tersebut menaruh mangkok di atas meja, wanita tua itu berubah menjadi wanita berwajah penuh luka dan darah yang ditemuinya di dalam gubuk itu.
Hampir saja Tata terlempar dari meja sebab syok. Untung saja dia masih bisa menahan diri.
"Sepertinya ada yang tidak beres dengan rumah ini," batin Tata.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments