Nona Huru-hara, I Love You!
"Diam! Aku nggak butuh penjelasan kamu dasar murahan!"
Dengan wajah dan mata yang merah Rafan menghardik Alexi-tunangannya. Air mata Alexi luruh begitu saja. Hati gadis itu sakit melihat sisi lain dari tunangannya yang selama ini selalu lembut padanya.
"Maaf Sayang aku,-"
"Jangan pernah lagi panggil aku sayang."
Rafan membuang muka seraya mendengus tidak suka. Tidak pernah dia sangka selama ini Alexi sudah mengkhianatinya.
"Maaf."
Hanya kata itu yang bisa Alexi ucapkan di sela-sela tangisnya yang semakin tersedu pilu. Rafan menjambak rambutnya frustasi seraya menumpukan kepala di setir mobil.
Napasnya masih naik turun menahan emosi yang terasa mendidih hingga ke ubun-ubun. Bukan hanya hati yang sakit tapi harga dirinya pun terkoyak mengetahui sang tunangan sudah berselingkuh dengan sepupunya sendiri.
"Sejak kapan?" tanya Rafan lirih tanpa mengangkat kepala.
"Sudah tiga bulan," jawab Alexi lirih.
Rafan menghela napas dalam, berusaha menghilangkan sesak yang semakin menghimpit dada mendengar jawaban Alexi barusan.
"Jadi sikapmu yang selalu menghindar dan tidak pernah lagi memberi kabar itu karena kamu sedang sibuk dengan Rangga?" Suara Rafan masih terdengar tenang. Alexi kali ini memilih diam enggan menjawab.
"Baiklah, mulai sekarang lupakan rencana pernikahan kita, dan tunggu saja aku akan menghancurkan kamu dan keluargamu sampai ke bagian terkecil."
Rafan mengangkat kepala mengucapkan kalimat ancaman yang membuat Alexi mulai ketar ketir. Alexi tahu kalau Rafan bisa dengan mudah mewujudkan apa yang dia ucapkan dengan kekuasaan dan kekayaan yang pria itu punya. Kepala gadis itu menggeleng cepat, air mata semakin mengalir dengan deras.
"Jangan Rafan, aku mohon jangan! aku... aku... Minta maaf tapi... di sini bukan hanya aku yang bersalah tapi Rangga juga, dan... kami tidak sengaja melakuannnya,-"
"Cukup."
Rafan tidak membiarkan Alexi menyelesaikan kalimatnya yang tersendat-sendat berlomba dengan isakan. Pria itu keluar dari mobil meninggalkan Alexi dengan penyesalan yang mendalam.
Rafan berjalan dengan pikiran kalut hingga menyebrang jalan tanpa memperhatikan sekitar, sampai ada sebuah truk besar yang sedang melaju dengan kencang menabrak tubuhnya.
"Bruk!"
"Rafannn!"
Alexi melihat kejadian itu dengan jelas karena terjadi tepat beberapa meter di depannya. Awalnya gadis itu ingin mengejar Rafan dan meminta maaf kembali, namun langkahnya terhenti saat melihat tubuh Rafan terpental jauh karena tertabrak truk yang melaju dengan kencang.
"Ra-rafan."
Suara Alexi bergetar seraya melangkah perlahan mendekat ke arah tubuh Rafan yang tergeletak mengenaskan dengan beberapa luka dan darah segar yang menetes. Jalanan ternyata sedang sepi dan tidak ada mobil yang melintas, sementara truk yang tadi menabrak Rafan sudah melarikan diri sejak tadi.
"Le-lex-i."
Dengan terbata Rafan mengeja nama tunangannya, tangan yang berlumuran darah terulur sebagai isyarat meminta pertolonggan.
Tangan Alexi terulur perlahan berniat menyambut tangan Rafan yang ada di hadapannya, tapi kemudian berhenti di udara saat mengingat ancaman Rafan beberapa saat yang lalu. Tatapan Alexi yang semula khawatir berubah menjadi dingin.
Otak Alexi berjalan dengan cepat, gadis itu menarik kembali tangannya dan menguatkan tekad mengambil keputusan yang baru terlintas di fikirannya. Mata Rafan sayu dan menutup secara perlahan.
"Lebih baik kamu mati Rafan."
Sebelum kesadaran Rafan hilang, pemuda itu sempat mendengar ucapan lirih dan tatapan dingin dari Alexi. Setelah mengetahui Rafan tidak sadarkan diri, Alexi mengedarkan pandangan ke sekitar memastikan tidak ada kendaraan atau orang yang memperhatikan.
Dengan segera berlari masuk ke dalam mobil lalu melajukannya pelan, berhenti tepat di depan tubuh Rafan yang sudah tidak berdaya. Sekali lagi memperhatikan sekitar lalu mengangkat tubuh Rafan dengan tangan gemetar dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
Alexi melajukan mobil dengan tangan yang masih gemetar, seharusnya dia menolong Rafan dan menyelamatkan nyawa pria yang masih dia cintai. Tapi mengingat ancaman tentang keluarganya--yang akan pria itu hancurkan akibat perselingkuhannya--membuat Alexi nekat melakukan hal di luar batas.
Alexi berhenti di bahu jalan dengan penerangan yang minim dan sepi. Gadis itu kembali memperhatikan sekitar dengan dada berdebar kencang. Menelan ludah dengan berat lalu mulai mengeluarkan tubuh Rafan dari dalam bagasi mobil. Dengan tenaga yang tidak banyak ditambah tangan yang gemetar, secara perlahan Alexi meletakkan tubuh Rafan di sebuah bak sampah di pinggir jalan yang gelap.
Setelah memastikan tidak ada yang memperhatikan aksinya, gadis itu melajukan mobil secara perlahan dengan hati yang gelisah.
"Lebih baik kamu mati Rafan," gumam Alexi lirih berusaha menenangkan diri dan membenarkan tindakannya terhadap Rafan.
***
Beberapa jam sebelum kejadian...
"Apa kamu sudah siap Fan?" tanya seorang pria paruh baya dengan pakaian rapih berwarna gelap, dia menoleh menatap pemuda--seumuran dengan putra sulungnya--yang berdiri tepat di sampinya.
"Apa aku bisa mengelak lagi Paman?"
Pria paruh baya itu terbahak, tangannya menepuk-nepuk pundak keponakannya dengan gemas.
"Rangga sudah menantikan kehadiranmu sejak lama." ucap pria paruh baya itu seraya tersenyum. Tangannya dengan telaten merapihkan pakaian yang dia kenakan.
Rafan tidak langsung menanggapi, sorot matanya menggambarkan ketidaksetujuan dengan ucapan paman yang baru didengarnya.
"Baiklah, paman harus kembali ke kantor. Segeralah datang dan tempati posisi yang memang sejak lama milikmu."
Berlalu dengan tenang meninggalkan Rafan dengan beban pikiran yang selalu membuatnya tidak tenang.
"Rangga tidak pernah menantikan kedatanganku Paman."
Rafan menggoyangkan gelas kristal yang sejak tadi dia pegang dengan tangan kiri. Lalu menegak semua isinya sampai habis. Meletakkan gelas dengan cukup keras di atas meja kaca hingga menimbulkan bunyi dentingan.
Tangannya merapihkan jubah mandi yang dia kenakan, matanya menerawang jauh ke balik jendela kaca lantai tiga rumah. Pikirannya sedang merancang untaian kata manis sebagai sapaan indah untuk sepupu tercinta. Bibirnya tersenyum miring menyiratkan rangkaian kata itu sudah tersusun dengan apik.
"Baiklah, sudah cukup main-mainnya Rafan. Sekarang waktunya unjuk gigi, let's show begin!"
Melangkah pasti masuk ke dalam ruangan wardrobe pribadinya, berencana mengganti pakaian untuk membuat kejutan memukau di depan orang-orang yang selama ini meremehkannya.
***
"Kruyuk!"
Alsava mengelus lembut perut yang sejak tadi mengeluarkan bunyi familiar bagi pendengarannya.
"Ah elah, udah diisiin hampir setengah isi galon. Kok masih aja bunyi sih?" kesalnya seraya cemberut.
"Ngapa? Laper?"
Alsava menoleh ke sumber suara yang berasa dari pemuda sebayanya dengan seragam kerja yang sama. Pemuda itu mendekat lalu duduk di sebrang Alsava dengan meja bundar sebagai penghallang.
"Serius nanya?" sindir Alsava ketus.
Pemuda itu malah terbahak. Dia menyodorkan kantong kresek hitam ke arah Alsava. Dengan segera membuka kantong kresek yang sudah tahu apa isinya. Seketika bibir Alsava melengkungkan senyum lebar.
"Makasih Sep!" ucap Alsava tulus dengan mata berbinar.
Pemuda yang Alsava sebut Asep itu ikut tersenyum lebar. Alsava mengeluarkan dua bungkus roti dari dalam kantong kresek lalu memakannya dengan tergesa.
"Nggak akan aku minta balik. Makannya santai aja kali," ujar Asep seraya terkekeh.
Alsava tidak menanggapi, hanya tersenyum lebar hingga deretan giginya terlihat.
"SINGKONG!"
"Uhuk!"
Alsava tersedak roti yang sedang dia telan, terkejut mendengar teriakan melengking dari luar pantry. Asep menepuk pelan tengkuk Alsava seraya menyodorkan segelas air putih. Belum juga bibir Alsava menyentuh bibir gelas dia sudah terkejut dengan teriakan seseorang di ambang pintu pantry.
"Singkong!"
"Ah elah, nggak enak banget sih didengernya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments