Paman Yo, begitu panggilan akrab Rafan pada pria paruh baya yang kini sedang duduk tenang dengan ponsel di tangannya. Paman satu-satunya yang lebih dekat dengannya ketimbang ayahnya sendiri yang selalu sibuk bekerja.
Rafan masih terlalu kecil saat ibunya meninggal dunia, remaja yang baru menempuh pendidikan di sekolah menengah pertama itu juga harus rela mendapatkan sebagian kecil dari waktu dan perhatian yang ayahnya punya. Paman Yo lah yang membersamainya di setiap kesempatan, yang menyaksikan dan mendampingi setiap proses tumbuh kembangnya.
Ayah Rafan sangat terpukul atas kepergian istrinya setelah sakit yang cukup lama dialaminya, membuat pria itu menyibukkan diri dalam pekerjaan begitu dalam sampai tidak memperhatikan anak semata wayangnya.
Rafan tumbuh bersama Rangga anak sulung paman Yo, mereka tumbuh bersama layaknya saudara kembar karena selalu berada di tempat yang sama. Mendapatkan kasih sayang yang sama dari paman Yo.
Rafan sangat menyayangi paman Yo dan Rangga, begitu pun bibi Shi dan Margaret adiknya Rangga. Pria itu bahkan menganggap mereka keluarga kandung, tapi tidak dengan Rangga.
Rasa iri dan benci pada Rafan tumbuh subur sejak Rafan mulai sering datang ke rumahnya dan pqman Yo memberikan perhatian lebih pada sepupunya itu.
Kebencian itu semakin membesar saat Rafan dijodohkan dengan Alexi, gadis yang sudah lama dia suka. Belum selesai disitu, Rangga semakin benci pada Rafan saat pria itu dengan seenaknya meninggalkan tanggung jawab dan pergi ke luar negeri, tapi lagi-lagi paman Yo membelanya dan rela menumbalkan Rangga sebagai ganti.
Kini, saat semua aman terkendali ayahnya dengan mudah bilang harus mengembalikan apa yang dia perjuangkan pada Rafan--sepupunya yang manja itu.
Rangga sangat marah sampai melakukan hal yang diluar batas, Rangga berniat meleyapkan Rafan dari muka bumi ini.
Awalnya, pria itu hanya ingin merebut Alexi dari sisi Rafan dengan menjebak gadis itu tidur berasama dan mengandung benihnya. Saat satu misi berhasil dia masih belum puas, rasa iri dan benci yang sudah tertanam dari lama seolah memuncak saat ayahnya bilang akan segera menobatkan Rafan sebagai CEO di perusahaan, posisi yang selama ini dia pegang dan perjuangkan dengan kerja keras.
Rangga tidak bisa begitu saja menyerahkan semua yang dia punya pada Rafan dengan mudah, sudah cukup berbagi kasih sayang ayahnya sejak remaja dan merasakan sakit hati melihat Alexi--gadis yang dia suka--bertunangan dengan Rafan.
Kali ini tidak lagi, dia harus mempertahankan apa yang dia miliki baik itu Alexi atau pun posisi CEO di perusahaan.
Semua sudah dia rencanakan dengan matang dan berjalan dengan sempurna kecuali saat melenyapkan Rafan dia merasa kecolongan.
Rangga kehilangan keberadaan sepupunya itu dan tidak bisa memastikan kematian Rafan yang sangat dia inginkan, anak buahnya tidak melakukan pekerjaannya dengan baik hingga membuat Rangga kesal sampai hari ini.
Rangga percaya diri semua rencananya tidak akan pernah paman Yo ketahui, pria itu ternyata tidak mengenal ayahnya dengan baik, karena tanpa sepengetahuan Rangga, paman Yo sudah tahu apa yang dilakukan putranya pada kehidupan Rafan termasuk mengenai Alexi.
"Papa telepon siapa?" tanya Rangga tenang seraya menatap lurus ayahnya yang entah kenapa selalu menatap dingin padanya setelah kehilangan Rafan.
"Orang yang papa percaya untuk mencari Rafan."
Paman Yo menjawab singkat seraya bangkit berdiri.
Rangga mendengus tidak suka.
"Ternyata Papa begitu peduli pada anak manja itu."
Berkata seraya duduk di sofa panjang yang ada di ruangan itu. Paman Yo mendekat lalu menatap nyalang Rangga yang sudah membuatnya kecewa dan melewati batas.
"Kenapa kamu tidak suka papa mencari Rafan? Apa karena posisi CEO di kantor atau karena Alexi?" tanya paman Yo dengan dingin.
Deg!
Jantung Rangga seolah lepas dari penyangganya karena kaget, pria itu mengangkat kepala menatap ayahnya dengan wajah pucat. Untuk beberapa saat ayah dan anak itu saling bertemu pandang dalam hening.
Paman Yo menghela napas kasar lalu duduk menjatuhkan diri di sofa panjang di samping Rangga.
"Papa sangat menyayangi kamu Nak, kenapa sampai tidak tahu batas?"
Tangan paman Yo terulur mengelus lembut rambut Rangga dengan sayang, hal yang sudah sangat lama tidak dia lakukan pada anaknya itu.
Dia memang merasa kalau hubungannya dengan Rangga semakin renggang semenjak dia memberikan perhatian lebih pada Rafan. Tapi dia tidak begitu peduli dan juga tidak pernah berusaha memperbaiki sampai beberapa hari lalu diingatkan oleh istrinya tentang hal itu.
Rangga yang mendapat perlakuan yang sangat dia harapkan sejak dulu hanya membeku. Terlebih dengan tatapan ayahnya yang begitu hangat dan penuh cinta seperti sekarang, dia begitu merindukannya.
"Seharusnya itu yang aku tanyakan pada Papa, kenapa baru sekarang setelah semua hal buruk yang aku lakukan? Kenapa baru sekarang Papa menoleh menatapku yang selalu ingin diperhatikan?" tanya Rangga dingin, dia menatap nyalang paman Yo yang kini menatapnya dengan tatapan sendu.
Rangga menepis tangan ayahnya lalu bangkit berdiri.
"Papa sangat manyayangimu melebihi yang kamu tahu, jadi tolong berhenti sampai sini Nak! Papa akan tutup mata, berdiri di belakangmu dan membela kamu dari seluruh dunia."
Paman Yo berucap dengan suara bergetar, hatinya sangat sakit mengetahui semua tindakan tidak terpuji Rangga pada sepupunya sendiri Rafan.
"Semua sudah terlanjur Pa, hentikan aku kalau Papa bisa." Mendengus dan tersenyum mengejek di akhir kalimat.
"Papa bisa, pasti bisa," jawabnya dengan mantap.
Rangga tersenyum miring seraya melangkah pergi tapi saat berada di ambang pintu pria itu berkata.
"Semua ini karena Papa, Papa yang menjadikanku monster yang bahkan tidak punya belas kasih."
Air mata paman Yo luruh bersamaan tubuh anaknya hilang ditelan daun pintu yang tertutup. Hatinya sakit, ternyata benar apa yang diucapkan istrinya beberapa waktu yang lalu, dia yang mendorong anaknya untuk jadi seperti sekarang.
Dia menyesal, andai waktu bisa diputar mungkin dia akan kembali ke masa remaja Rangga dan berusaha bersikap adil serta tidak mengecewakan Rangga, saat dia harus menjaga dan memberikan perhatian juga pada Rafan waktu itu.
***
Waktu terus bergulir tanpa terasa tiga bulan sudah berlalu sejak Rafan menghilang.
Alexi sedang mengelus lembut perutnya yang sudah membesar seraya memandang pemandangan di luar jendela apartemen, kini gadis itu tak lagi kesusahan makan bahkan nafsu makannya sudah bertambah beberapa kali lipat, hingga membuat tubuhnya sedikit gempal dengan pipi yang bulat.
Meski hamil tanpa status pernikahan, Alexi menikmati setiap proses yang dia lalui selama kehamilan. Dia tetap merasa bahagia dan merasa nyaman meski harus bersembunyi dari dunia.
Karena merasa malu, keluarganya menyembunyikan Alexi dengan begitu baik dari dunia. Membuat alibi kalau dia sedang menajutkan studi di luar negri padahal hanya berdiam diri di apartemen.
Menyembunyikan diri dengan baik meski sesekali pergi ke rumah sakit diantar bi Murni atau Rangga saat akan memeriksa kandungan.
Pria itu menepati janji, dia selalu berada di sampingnya saat dibutuhkan terutama menyangkut calon anaknya.
Sempat berfikir untuk menerima pinangan Rangga saja melihat ketulusan yang pria itu berikan selama ini. Tapi entah, hantinya masih saja merasa belum rela. Cintanya tetap utuh untuk Rafan meski kini ada benih pria lain yang sedang dia jaga di dalam rahimnya.
"Apa dia rewel hari ini?"
Sebuah tangan kekar ikut mengelus perut buncitnya membuat Alexi terlonjak kaget dan tersadar dari lamunannya.
"Rangga? Kapan kamu datang?"
Memilih bertanya tanpa menjawab pertanyaan. Wanita hamil itu melangkah mendekati sofa dengan kepayahan membawa perut yang sudah cukup besar.
Rangga dengan sigap dan lembut membantu wanita yang dicintainya duduk dengan nyaman.
"Belum lama."
Pria itu pun ikut menjatuhkan diri di samping Alexi. Tangannya kembali mengelus lembut perut Alexi dengan sayang. Hatinya selalu menghangat saat melakukan hal itu, merasa dekat dan terhubung dengan darah dagingnya yang masih bersarang di rahim Alexi.
"Tolong menikahlah denganku!"
Entah sudah berapa kali Rangga mengajukan lamaran tapi hati Alexi masih tetap tidak goyah dan melunak terhadapnya.
Alexi hanya diam tidak menjawab, tangan wanita itu ikut mengelus lembut perutnya yang kini semakin membesar. Hati Alexi pun sebenarnya gusar memikirkan nasib calon anaknya kelak bila dia melahirkan tanpa seorang suami.
Alexi menatap Rangga yang sejak tadi menantikan jawabannya. Wanita itu menelan ludah dengan berat.
"Ngga, aku,-"
Ucapan Alexi terhenti di udara saat tangannya merasakan pergerakan dari dalam perut. Matanya berkaca-kaca penuh haru, hati Alexi menghangat dengan perasaan bahagia yang menggebu.
Begitu pun dengan Rangga, pria itu sedang tersenyum lebar dengan dada yang berdetak kencang, bahagia bisa merasakan pergerakan anaknya untuk pertama kali.
"Aku mohon Lex, demi dia tolong menikahlah denganku!"
Senyum Alexi surut, tidak siap dengan lamaran Rangga di situasi seperti ini.
"Aku,-"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments