Alsava meregangkan tubuhnya seraya menguap. Rambut yang berantakan dengan mata yang semakin sembab membuatnya sulit membuka mata. Kepala menoleh ke kiri dan kanan, mata memicing berusaha melihat jam bulat yang tergantung di salah satu dinding rumah.
"Sudah hampir magrib," gumamnya pelan.
Bangkit berdiri, melakukan peregangan dengan menolehkan setengah bada ke kiri dan kanan. Menelengkan kepala ke kiri lalu kanan. Menghela napas lalu mengayun langkah menuju ke kamar mandi.
Setelah mencuci muka dan berganti pakaian dengan yang lebih santai. Dia berjongkok lalu meminum air putih dari dispenser yang sudah mengeluarkan bunyi pertanda isi galon sudah tinggal sedikit. Tak berselang lama suara adzan berkumandang merdu, Alsava bangkit berdiri dan kembali ke kamar mandi untuk mengambil wudhlu dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Meski hari sudah gelap, pencahayaan di dalam kontrakan pun sudah gulita Alsava belum juga menyalakan lampu ruangan. Bukan karena malas atau ingin merenung di tengah kegelapan, hanya saja pulsa listrik kontrakannya sudah hampir habis. Kalau saja dia tidak mensenyapkan bunyi pertanda pulsa listrik sudah hampir habis, mungkin suara merdu berulang itu akan terus terdengar sejak dua hari yang lalu.
Alsava duduk berselonjor sehabis sholat masih bermukena lengkap. Merenungi jalan hidupnya yang sulit sejak sang ayah meninggal dunia tiga tahun yang lalu. Menghela napas lelah yang kesekian kali, tangannya terulur meraba perut yang terasa semakin melilit karena rasa lapar.
Tadi siang dia tidak jadi memakan roti yang diberikan Asep dan malah pergi menangis di atap gedung--meratapi nasib karena akan diberhentikan kerja dalam waktu dekat. Saat kembali ke pantry, roti pemberian Asep sudah hilang tanpa jejak, membuatnya harus kembali menahan lapar sampai waktu yang tidak ditentukan.
"Sabar," gumamnya pelan seraya mengelus lembut perut yang terasa perih minta diisi.
Melipat mukena lalu memakai jaket yang cukup tebal. Melangkah keluar rumah dan mengunci pintu. Memasukkan kunci ke dalam saku celana yang sedang dia pakai. Menatap deretan kontrakan lain yang terang benderang akibat pendar lampu yang menyala.
"Belum isi pulsa listrik?"
Alsava menoleh ke belakang. Tampak wanita berbadan gempal yang menggunakan daster putung kuning bermotif polkadot sedang tersenyum meremehkan.
"Iya Bu," jawab Alsava singkat. Memilih melangkah menjauh malas menanggapi.
"Dua hari lagi jangan lupa bayar kontrakan!" teriak wanita itu tanpa menghiraukan Alsava yang sudah menjauh.
Teriakan ibu pemilik kontrakan sampai terdengar oleh bapak-bapak yang sedang nongkrong di pos kamling yang Alsava lewati. Berasa Artis yang diteriaki para Fansnya, Alsava hanya melenggang dengan tenang tanpa menghiraukan tatapan bapak-bapak di pos kamling yang terus mengikuti gerak langkahnya.
"Mau ke tempat laundry neng Sava?" tegur pak RT basa basi mampu menghentikan langkah Alsava.
"Iya Pak, mari!" sahut Alsava seraya berbalik sebentar lalu melangkah lagi. Tampak pak RT pun hanya mengangguk sebagai respon.
Karena tuntutan hidup yang cukup berat, Alsava memang melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Setiap pagi sampai sore dia akan bekerja sebagai cleaning service, lalu di malam hari bekerja di tempat laundry untuk menyetrika pakaian. Kadang di akhir pekan bekerja membantu membersihkan rumah di komplek perumahan dekat perkampungan kontrakannya.
Meski sudah bekerja siang malam tanpa istirahat cukup, tapi Alsava tetap saja tidak bisa makan dengan kenyang tiga kali sehari. Makan satu kali dalam sehari saja sudah untung, di akhir bulan seperti sekarang seringnya hanya mengganjal perut dengan banyak meminum air putih saja.
Uang yang Alsava hasilkan memang sudah cukup lumayan bagi seorang perantauan sepertinya, tapi sebagian besar harus dia kirim ke kampung untuk menyicil hutang keluarga serta biaya hidup adik-adik yang semakin hari semakin banyak saja permintaannya.
"Nanti jangan lupa kunci pintu dan gembok dengan benar kalau mau pulang ya Va!" titah bu Gendis--pemilik Laundry tempat Alsava bekerja.
"Baik Bu," jawab Alsava seraya mengangguk sopan. Tangannya cekatan melipat baju yang sudah selesai dia setrika.
"Sebelum pulang juga pastikan semua colokan sudah kamu cabut, matikan juga listriknya!" sahut bu Gendis lagi sebelum benar-benar pergi meninggalkan Alsava yang hanya tersenyum seraya mengangguk sebagai jawaban.
Alsava sangat menghormati bu Gendis, wanita berhati baik itu sudah mau memberi pekerjaan yang bisa dikerjakan orang lain dengan lebih baik. Wanita paruh baya yang selalu tampak anggun dengan hijab syar'i nya itu, selalu berbaik hati dan memaafkan semua kesalahan yang kadang Alsava lakukan dalam bekerja, hingga membuat Alsava malu dan tidak enak hati.
Melipat baju lalu mengepack nya dengan rapih, menempel alamat pemilik baju lalu menumpukknya di lemari yang sudah berisi pakaian bersih siap ambil. Menghela napas seraya meregangkan badannya. Matanya lincah menyisir semua kabel dan colokan di dalam ruangan. Dia harus memastikan tidak ada colokan yang masih tersambung sebelum dia pulang.
Setelah memastikan pesan bu Gendis sudah dia kerjakan semua. Alsava menyambar kunci gembok di atas nakas, mematikan semua lampu lalu bersiap pulang. Menutup pintu dengan rapat lalu menguncinya dengan baik.
Alsava melangkah dengan ringan menuju rumah kontrakannya, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam saat Alsava berjalan menyusuri trotoar jalan besar yang masih tampak ramai dengan beberapa kendaraan melintas.
Saat melewati bak tempat pembuangan sampah di pinggir jalan sebelum berbelok ke gang menuju kontrakannya, Alsava tersandung sesuatu hingga membuat tubuhnya terkantuk jatuh ke depan. Penerangan di dekat bak sampah itu memang tidak seterang bagian lain hingga membuat penglihatan Alsava tidak jelas.
Alsava melangkah mendekat berusaha melihat dengan jelas benda apa yang barusan menghalangi langkahnya. Berjongkok lalu meraba, saat merasakan sesuatu benda yang tidak lazim, reflek dia menarik tangan lalu berdiri.
Menggoyangkan benda itu sekali lagi dengan ujung kaki. Alsava semakin terjengit kaget saat menyakini benda tersebut sesuai dengan perkiraannya. Wajah Alsava menegang dengan dada yang berdebar kencang.
"Ya ampun," gumamnya pelan, melangkah mundur lalu berlari menjauh dengan kencang. Menuju kerumunan orang untuk mencari pertolongan.
"Mayat! Mayat! Tolong! Tolong!"
Alsava menjerit seraya berlari sekuat tenaga. Langkahnya bagai melayang saking kencang dia berlari.
"Tolong! Tolong!" jeritnya lagi.
Langkahnya terhenti di pos kamling yang masih terdapat beberapa bapak-bapak disana termasuk pak RT.
"Ada apa Neng Sava?" tanya pak RT heran. Keningnya berkerut melihat Alsava yang berlari seperti dikejar setan.
"Ituh.. Pak.. tolong.. a-da.. ma-yat," ucap Alsava tersengal berlomba dengan napasnya yang pendek-pendek. Pak RT terlihat terkejut mendengar jawaban Alsava.
"Dimana?"
"Di... bak sampah depan.." Telunjuk tangan kanan Alsava menunjuk ke arah belakang berusaha menunjukkan jalan yang baru saja dia lewati.
"Mayat? ****** kucing kali," sahut salah satu bapak yang memakai peci hitam dengan sarung kotak-kotak. Wajahnya tenang tanpa beban, matanya lurus menatap pion catur yang sedang dia mainkan. Pak RT menoleh ke arah bapak itu lalu mengangguk.
"Iya kali Neng, barangkali Neng Sava salah kira kayak waktu itu," jawab pak RT tenang. Bapak yang lain ikut mengangguk mengiyakan.
Alsava meringis mendengar penuturan pak RT yang tidak mempercayainya. Dia memang terkenal suka bikin onar tidak hanya di lingkungan kerja tapi juga di lingkungan tempat tinggalnya. Tidak heran orang-orang akan malas menanggapi Alsava sekarang, takut kena tipu atau hal yang tidak berfaedah sama seperti sebelumnya.
Alsava menunduk lalu berjalan kembali ke tempat yang dia yakini terdapat mayat disana.
"Aku cuma bohong sekali, masa selamanya nggak dipercaya sih. Lagi pula aku yakin kali ini benar," gumanya pelan.
Dia menggoyangkan kembali benda yang dia curigai dengan ujung kaki. Pendar senter dari ponsel dia gunakan untuk memperjelas penglihatannya. Saat pendar cahaya menyorot wajah seseorang yang terpejam dengan beberapa luka dan darah segar yang mengalir, Alsava sekali lagi menjerit sambil berlari.
"Tolong! Benar ada mayat!" pekiknya heboh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments