Waktu bergulir begitu saja, tak terasa sudah satu bulan sejak Rafan menghilang. Selama sebulan ini tidak sehari pun Alexi lewati tanpa rasa bersalah yang mendalam.
Dua hari setelah dia meninggalkan tubuh Rafan begitu saja di sebuah bak sampah pinggir jalan, Alexi kembali ke tempat itu sengaja mencari tahu apa ada mayat atau orang tidak dikenal yang ditemukan di daerah situ. Tapi beberapa orang yang dia tanyai bilang tidak tahu.
Semenjak hari itu, Alexi memang seperti orang yang berbeda. Gadis cantik dan periang sudah tidak ada lagi, yang ada hanya wanita kurus dengan wajah lesu seperti tidak terurus, bahkan gadis itu jadi pendiam dan berkata seperlunya saja.
Gadis dengan rambut pendek sebahu sedang mematung menatap lurus pemandangan di luar jendela apartemen miliknya. Dengan perlahan mengusap perutnya yang kini sudah terlihat sedikit buncit.
Akhirnya, berita kehamilannya sudah diketahui oleh keluarganya juga paman dari Rafan. Mereka semua sangat bersimpati pada Alexi, mengira anak yang dia kandung adalah anak Rafan yang kini seperti hilang ditelan bumi.
Mendengar dugaan itu Alexi tidak membantah atau meluruskan. Biarlah, hanya dirinya, Rangga dan Rafan yang tahu anak siapa sebenarnya yang sedang bersemayam dengan nyaman di rahimnya.
"Aku harap kamu memang benar-benar anak Rafan," lirihnya tanpa menghentikan elusan lembut di perutnya.
Rasa bersalah berampur dengan penyesalan mendalam membuat mentalnya sedikit terganggu belakangan ini, dia juga jadi mengalami kesulitan untuk tidur di malam hari. Badannya kini terlihat sangat kurus dengan perut yang sedikit membuncit. Benar-benar jauh berbeda dengan Alexi satu bulan lalu.
"Makan dulu Non," ucap bi Murni yang datang membawa baki berisi semangkuk bubur dan satu gelas susu ibu hamil.
Alexi berbalik lalu tersenyum tipis pada asisten rumah tangganya itu yang merawatnya dengan baik melebihi orang tuanya sendiri.
Alexi duduk di pinggir ranjang lalu menepuk pelan tempat kosong di sampingnya, memberikan isyarat untuk bi Murni duduk.
Bi Murni mengikuti keinginan Alexi tanpa penolakan. Wanita paruh baya itu duduk masih memegang baki. Secara perlahan Alexi mengambil baki lalu meletakkannya di sisi lain ranjang.
"Makasih selalu ada di sampingku Bi."
Dengan manja menyandarkan kepala di pundak bi Murni. Tangan bi Murni terulur mengelus lembut kepala anak majikannya yang sudah dia asuh sejak dia kecil.
Bi Murni tidak banyak bicara, wanita paruh baya itu sangat menyayangi Alexi layaknya anak sendiri. Asisten rumah tangga itu adalah saksi hidup bagaimana Alexi sangat haus akan kasih sayang dari orang tuanya yang sibuk dengan perusahaan dan tidak pernah ada waktu untuk Alexi.
Bahkan perjodohan Rafan dan Alexi pun bertujuan untuk mengembangkan bisnis kedua perusahaan, tapi beruntung Alexi mendapatkan Rafan yang mencintaianya dengan tulus meski hubungan mereka berawal karena perjodohan.
Bi Murni juga tahu bahwa Alexi sekarang sedang mengandung anaknya Rangga sepupu tunangannya sendiri. Meski begitu, tidak serta merta bi Murni menghakimi Alexi, bahkan dia tetap jadi tempat nyaman untuk gadis itu bersandar.
Biarlah, untuk urusan itu bi Murni hanya akan jadi penonton saja. Keputusan akhirnya tetap ada di tangan Alexi. Dia hanya akan melindungi Alexi, memastikan dia dan kandungannya baik-baik saja.
"Makan dulu Non."
Bi Murni kembali mengulang ucapannya tadi yang belum dituruti Alexi. Alexi mengangkat kepala lalu mengangguk pelan. Perlahan beringsut ke tengah ranjang lalu meraih mangkok bubur yang masih mengepulkan asap.
"Apa masih mual dan muntah?" tanya bi Murni lembut.
"Hari ini aku nggak mual Bi, semoga aja dia sudah mulai mau makan biar cepet besar," seloroh Alexi seraya mulai memakan bubur dengan lahap.
Senyuman tipis gadis itu sematkan di akhir kalimat membuat hati bi Murni berdesir, untuk pertama kalinya setelah satu bulan senyuman tulus terbit di wajah anak majikannya itu.
"Iya semoga dia mengerti kalau ibunya harus makan biar tetap kuat," timpal bi Murni seraya mengelus kepala Alexi sayang.
Setelah menyelesaikan sarapan yang tinggal sedikit Alexi kembali hanya duduk termenung di dalam kamar.
Satu bulan belakangan hanya itu kegiatan yang dilakukan Alexi, tidak lagi pergi bekerja juga tidak pernah pergi bermain dengan teman-tannya di akhir pekan.
Bi Murni keluar dari kamar Alexi membawa baki berisi mangkuk bubur yang tersisa sedikit dan gelas kosong.
"Gimana keadaan Alexi Bi?"
Bi Murni mendelik tajam pada pria muda yang tiba-tiba sudah ada di hadapannya. Wanita paruh baya itu tidak menanggapi malah melewatinya begitu saja, membuat pria muda itu sedikit kesal dan memilih duduk di sofa ruang tamu.
Semejak tahu kalau Alexi memgandung anaknya, pria muda yang bernama Rangga itu memang sudah sering keluar masuk apartemen Alexi. Rangga meminta akses khusus agar mudah keluar masuk apartemen dengan alasan ingin menjaga calon anaknya dengan baik meski kehadirannya tidak pernah dianggap oleh Alexi, tapi Rangga cukup keras kepala untuk itu.
"Untuk apa selalu datang?" tanya Alexi datar, gadis itu berjalan pelan lalu duduk di sofa sebrang Rangga.
Rangga tersenyum tipis melihat ibu dari calon anaknya datang menghampirinya. Awalnya Alexi keluar kamar memang ingin mengambil air dan beberapa buah untuk dia makan, tapi melihat Rangga duduk di ruang tamu membuat gadis itu ingin menghampirinya.
"Hanya ingin menyapa dia."
Tangan Rangga terulur mengelus lembut perut Alexi yang sudah terlihat membuncit, hatinya selalu menghangat saat melakukan kegiatan itu.
Selama ini Rangga memang memperlakukannya dengan baik, memberikan perhatian padanya dan calon anaknya seperti seorang papa yang menatikan kelahiran anaknya.
Bahkan beberapa hari yang lalu pria itu menawarkan sebuah pernikahan agar status anaknya jelas. Tapi, entah kenapa Alexi masih enggan mengiyakan tawaran Rangga meski restu orang tuanya sudah pria itu kantongi.
"Apa dia sehat? Kapan kita akan menengok dia lagi?"
Kepala Rangga mendongak menatap Alexi dalam jarak yang cukup dekat, membuat keduanya saling tatap beberapa saat dalam diam.
"Maaf Non."
Ucapan bi Murni membuat keduanya kompak membuang pandangan, situasi berubah canggung.
"Iya Bi?"
Alexi menyahut mencoba menutupi kegugupan yang tiba-tiba dia rasakan.
"Ada telepon dari rumah."
Bi Murni menyerahkan ponsel Alexi yang tertinggal di dapur yang disambut baik oleh Alexi.
"Iya halo?"
***
"Kenapa baru pulang Va?" tanya Roman saat melihat Alsava pulang jam 9 malam, mata gadis itu terlihat kuyu.
Alsava melangkah gontai meletakan bungkusan yang dia bawa di atas meja lalu duduk di samping Roman.
"Pulang dari kedai baso, aku bantuin ibu Tini masak buat acara selametan Bang," jawab Alsava sekenanya seraya menyandarkan kepala di sandaran kursi lalu memejamkan mata.
"Itu aku bawain makanan dari syukurannya bu Tini buat Abang."
Semakin lirih suara Alsava saat berbicara, tak berselang lama terdengar dengkuran halus dari gadis itu, rupanya Alsava tertidur dengan posisi terduduk.
"Kasihan banget kamu Va."
Melihat Alsava setiap hari membanting tulang mencari nafkah membuat Roman tidak tega, gadis itu sangat keras dalam bekerja. Pagi hari dia pergi ke pasar membantu salah satu warga yang punya toko di sana sebagai pelayan. Lalu siang hari jadi pelayan di kedai bakso yang cukup ramai.
Sore hari nya kadang berkeliling berjualan snack atau kue buatannya sendiri. Di akhir pekan juga kadang jadi buruh tani membantu panen berbagai sayuran. Kebetulan daerah tempat tinggal Alsava masih terdapat hamparan ladang sayur yang cukup luas, dengan mayoritas warga di sana berprofesi sebagai petani.
Roman melirik kakinya yang masih belum sembuh, dia masih cukup kesulitan berjalan tanpa bantuan tongkat. Dia lalu melirik Alsava yang tertidur dengan mulut yang sedikit terbuka, rasa bersalah menyusup ke dalam hati Roman melihat betapa kerasnya Alsava berjuang.
Bahkan, di tengah kesibukannya mencari uang, Alsava masih sempat menyiapkan kebutuhan Roman dan mengantarkannya kontrol ke dokter.
"Kamu gadis yang baik, aku janji suatu hari nanti bakal bahagiain kamu Va," gumam Roman sebelum ikut merebahkan diri dan tertidur dengan posisi duduk seperti yang dilakukan oleh Alsava.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments