Dua Lelaki

Dua Lelaki

Bolos yuk!

"Bolos, yuk?" Gadis berambut hitam dengan seragam abu-abu itu pun mengedipkan satu matanya. "Hari ini aja, Dit."

Radit sibuk membaca buku, pura-pura tak mendengar. 

Kania --gadis itu-- menatap lekat Radit, memberikannya wajah cemberut. "Dit, ayolah!" Masih berusaha merajuk.

"Enggak baik, Nia," jawab Adit pelan.

Suasana perpustakaan begitu tenang. Suara pelan sedikit pun pasti terdengar oleh hampir setengah penghuninya. 

"Please, sekali ini aja," rajuk Kania. Masih berusaha.

Lelaki bertahi lalat di dekat bibir bagian kanan pun menutup buku dengan kencang, kemudian membalas tatapan Kania dengan tajam. "Sekali?" Alisnya bertautan.

Nyali Kania menciut. Ia tersenyum lebar menyembunyikan rasa malunya. "Iya, deh. Enggak sekali. Mungkin ini tiga kali."

Radit menyimpan buku di meja, membuang nafas kasar. "Kita ini udah mau ujian akhir semester. Sebentar lagi udah mau keluar. Seharusnya kita lebih giat lagi belajar. Kamu enggak mau lulus dengan nilai bagus?"

Kania menunduk, merasa diceramahi orang tuanya. 

"Dengerin, Nia." Radit melembutkan suaranya. Berusaha menyentuh hati Kania sedikit saja. "Kamu harus lebih banyak belajar buat sekarang. Bukannya kita punya mimpi kuliah bareng? Terus kerja juga bareng?" 

Kania diam.

"Apa sekarang kamu udah berubah pikiran?" tanya Radit lagi.

Kania sontak mengangkat kepalanya, menggeleng dua kali. "Enggak. Aku tetap pengen bareng sama kamu terus."

Radit tersenyum. "Makanya, jangan banyak bolos, ya."

Sekali pun hatinya menolak, Kania tetap menurut. Pada akhirnya mereka pun meneruskan membaca buku kembali.

***

Lima tahun kemudian, Radit berdiri di depan mobilnya menunggu Kania keluar rumah. Sejak tadi gadis itu belum juga terlihat batang hidungnya.

"Nia, kita udah mau telat ini!" teriak Radit dari luar.

Suara Radit yang kencang membuat seisi rumah Kania mendengar. 

"Iya, bentar. Bawel!" sahut Kania sembari membawa satu roti tawar yang telah diberi selai oleh ibunya.

Pak Kemal sedang sarapan di meja makan. Ia sudah terbiasa dengan semua ini. 

"Pah, Bun, aku berangkat dulu, ya. Assalamualaikum," ujar Kania seraya memakan roti, lalu mencium satu per satu telapak tangan orang tuanya.

"Cepet berangkat sana. Aku bisa budek denger Kakak sama Kak Radit kalau lagi sahut-sahutan!" sungut Adit --Adik kandung Kania.

"Sayang, enggak boleh gitu," timpah Bu Lala --ibunya Kania.

Kania menjewer telinga kanan Adit kencang sembari berkata, "Dasar Adik Nyebelin! Uang jajan dipotong, baru tau rasa!" 

"AW, sakit, Kak." Adit mengasuh kesakitan.

"Biarin."

"Kania!" tegur Pak Kemal.

Kania seketika menunduk. "Iya, Pah."

"Kasian Radit nunggu," kata Pak Kemal.

"Iya, Pah." Kania paham. "Kalau gitu, aku pamit dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam," jawab Bu Lala, Pak Kemal dan Adit bersamaan.

Kania berjalan cepat keluar rumah. Gadis yang sudah berhijab setelah kelulusan sekolah menengah atas itu pun segera menghampiri Radit. Mobil lelaki itu berada di luar pagar. 

"Kamu ini kebiasaan! Lagi apa dulu, sih?" tanya Radit sedikit menggerutu.

Kania menghabiskan roti di tangannya, melahapnya lebih dahulu, lalu berkata, "Namanya juga cewek. Banyak persiapannya." Gadis itu mendekati pintu mobil sebelah lagi, masuk dengan cepat, memasang sabuk pengaman denahb benar. "Kamu aja yang enggak sabaran!"

Radit tercengang. "Gimana enggak sabar, Nia. Ini udah jam tujuh lewat sepuluh menit. Di jalan itu suka macet, capek aku nyetirnya!"

Tangan Radit menjalankan kembali mobil, ia memulai perjalanan hari ini.

"Ya, ya, aku mah selalu salah di mata kamu." Kania cemberut.

Radit sudah biasa. Hal ini selalu terjadi ketika perasaan Kania tidak baik-baik saja.

"Kamu lagi datang bulan, ya?" tanya Radit.

Kania bergeming. Ia males menjawab pertanyaan Radit.

Radit mengela nafas. "Ya, udah, aku minta maaf karena udah bikin kamu kesal." Pada akhirnya lelaki itu pun mengalah. Ia menoleh ke samping, melihat dengan jelas raut wajah kesal dari tetangganya ini. "Jangan cemberut dong! Wajahmu keliatan jeleknya!" 

Sontak Kania menggerakkan kepala ke samping, lalu berkata, "Enak aja!" Sudut matanya melihat ada buku di depan kaca, lalu mengambil, dan memukul lengan kiri Radit. "Kamu aja yang jelek!"

Suara tawa Radit terdengar menggema di seluruh isi mobil. Perbincangan sehangat ini selalu mengkhiasi mereka. 

Kania melipat kedua tangannya di dada, memokuskan pandangan kembali ke depan, melihat jalanan. "Kamu itu enggak pernah puas kalau udah ledek aku. Dari kecil, lho."

Radit berhenti tertawa. "Habis kamu pas buat diledek, Nia."

"Oh … jadi menurutmu aku ini harus diledek terus?" 

Radit mengangguk cepat. "Betul! Seratus persen buat kamu."

Bibir Kania monyong, ia kesal. "Udah, ah. Aku mau main Hp aja." Kania mengeluarkan ponsel dari tas yang dipangkunya. Alih-alih meneruskan perbincangan dengan Radit, ia rasa ini lebih baik.

Radit sibuk menyetir. Kemacetan menghadang mereka. Menghentikan laju seluruh kendaraan yang ada. 

"Yah, tuh, kan, macet," ujar Radit sedikit memukul stir.

Kania acuh. Ia lebih memilih menonton drama yang baru dilihatnya dua episode. 

Suasana jalanan sangat ramai. Ya … memang sudah waktunya bekerja dan pergi ke sekolah, beberapa dari pengendara pun ada yang sedang terburu-buru. Seperti halnya mereka.

Ujung netra kiri Radit melirik Kania sekilas, gadis itu tak terusik sedikit pun. Sesekali suara tawa kecil keluar dari bibir manisnya. "Kamu lagi nonton apa, sih, Nia?" Rasa penasaran pun menghampiri Radit.

"Drama," jawab Kania cepat.

"Tugasmu yang kemarin udah selesai? Nanti, Pak Joni marah lagi." 

Kania mengangguk. "Sudah. Tapi, masih ada beberapa laporan yang mesti diselesain hari ini. Kayaknya aku mau lembur, deh." 

Radit juga sepertinya begitu. Mereka bekerja di perusahaan yang sama. Akan tetapi, berbeda divisi.

Kania sendiri ada di divisi keuangan, sementara Radit di bagian divisi penjualan. Keduanya punya tanggung jawab yang berat.

Radit tak berani lama-lama menatap Kania, sekilas saja cukup. Ia kembali fokus ke depan dengan pikiran berangsur naik ke awan. Mengingat kembali percakapannya dengan Pak Joni beberapa hari lalu. 

Entah ini benar atau tidak. Namun, andaikan harus, jelas ia tak bisa memilih. Kemacetan terurai. Radit kembali menjalankan mobilnya, saling mendahului dengan kendaraan yang lain.

Jalanan ramai lancar seterusnya, hingga sampai ke parkiran kantor. Gedung berlantai sepuluh inilah yang menjadi tempat mereka bekerja, mencari nafkah sedikit demi sedikit.

Kania membuka sabuk pengaman, menjingjing tas, lalu keluar. Radit pun demikian. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang berangkat kerja bersama.

"Kamu mau makan siang soto ayam yang kemarin lagi enggak?" tanya Radit.

Kania sejenak berpikir, lalu berkata, "Enggak, ah. Desi ngajak aku nyobian mie ayam yang ada di dekat kantor itu."

Kening Radit mengerut. "Yang sebrang sana? Yang baru buka?"

Kania mengangguk cepat. "Iya." Gadis itu mengeluarkan sebuah cermin dari tas, melihat pantulan wajahnya. "Kata orang-orang yang udah nyoba, enak. Katanya, sih."

Terpopuler

Comments

Haryanti Rayyan

Haryanti Rayyan

assalamualaikum aku baru mampir Thor🤗

2022-10-23

1

bagus rama

bagus rama

mampir yah thor

2022-10-13

1

Maya Sarah

Maya Sarah

assalamualaikum aku mampir kak

2022-10-06

1

lihat semua
Episodes
1 Bolos yuk!
2 Tawaran Pak Joni
3 Berbicara dengan Desi
4 Seutas berita dari divisi sebelah
5 Radit bimbang
6 Konyolnya Adit
7 mengantarkan makanan
8 Saling menghargai
9 Menerima tawaran
10 Makan bertiga
11 Liburan keluarga
12 melihat kepergian
13 Hari liburan
14 Kania sakit
15 Baru tahu Kania sakit
16 Desi datang
17 Radit menjenguk Kania
18 Nasihat Ayah
19 Bertemu lelaki asing
20 karyawan baru
21 Rangga
22 wanita baru
23 Jangan resah soal jodoh
24 nonton bersama
25 Gendis
26 memenuhi keinginan Gendis
27 Kania jujur
28 Segelas teh manis misterius
29 Ada yang janggal dari Rangga
30 Gamis hijau
31 Tentang Rangga
32 Radit bersama Gendis
33 Radit pulang
34 Adit merajuk
35 Siapa Rangga?
36 Rangga kesal
37 Jalan bersama
38 Bertemu Rangga
39 debat
40 Memasak nasi goreng
41 Jangan bayar pakai uang
42 Terciduk Pak Gani
43 Rangga geram
44 Dua bola mata
45 Kania dipanggil Pak Gani
46 Jatuh cinta pandangan pertama
47 Rendang
48 Kedatangan Pak Kemal
49 Makan bersama dengan tim
50 Datanglah ke rumah
51 Keputusan Kania cepat
52 Radit gelisah
53 Masa lalu Gendis
54 Kania membuat resah orang tua
55 Rangga menunggu
56 Kania ke klinik perusahaan
57 meeting
58 Soal keturunan
59 Jawaban Radit
60 Tak sengaja
61 Mendapatkan izin
62 Radit pulang
63 Malam sebelum lamaran
64 Tamu tiba
65 Niat yang sama
66 Keputusan Kania
67 Radit dan Kania
68 Kania datang ke butik
69 Kedatangan Radit
70 Kembali ke rutinitas
71 Satu ruangan
72 Berdebat lagi
73 Jangan mundur
74 Membeli cincin pernikahan
75 Hujan
76 Nasi goreng
77 Adit mengkhawatirkan Kania
78 Hari tiba
79 Radit memberi salam
80 Malam pertama
81 Tendangan maut
82 Mengikat dasi
83 Makan siang
84 Cup kopi.
85 Rangga pergi duluan
86 Kabar baik
87 Kotak susu
88 Pengangkatan Rangga
89 Dia datang
90 Menemui Rangga
91 Selamat bergabung
92 Kenapa tidak resign?
93 Salah atau tidak?
94 Lebih sulit mengikhlaskan.
95 Perintah Rangga
96 Dua paket ayam.
97 Sewa rumah
98 Terima kasih
99 Ridho Rangga.
100 Menangis.
101 Pulang
102 Jangan ikut campur.
103 Cerita Rangga.
104 Saksi.
105 hapal ruangan.
106 Rangga khawatir.
107 UKS
108 Jangan khawatir.
109 Menginap
110 Jawaban
111 Pergi Bekerja
112 Angin Malam
113 Niat
114 Berdua
115 Pulang
116 Janji.
117 Mengulang Masa Lalu
118 Anak Dan Ayah
119 Tes
120 Ayah, Ibu.
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bolos yuk!
2
Tawaran Pak Joni
3
Berbicara dengan Desi
4
Seutas berita dari divisi sebelah
5
Radit bimbang
6
Konyolnya Adit
7
mengantarkan makanan
8
Saling menghargai
9
Menerima tawaran
10
Makan bertiga
11
Liburan keluarga
12
melihat kepergian
13
Hari liburan
14
Kania sakit
15
Baru tahu Kania sakit
16
Desi datang
17
Radit menjenguk Kania
18
Nasihat Ayah
19
Bertemu lelaki asing
20
karyawan baru
21
Rangga
22
wanita baru
23
Jangan resah soal jodoh
24
nonton bersama
25
Gendis
26
memenuhi keinginan Gendis
27
Kania jujur
28
Segelas teh manis misterius
29
Ada yang janggal dari Rangga
30
Gamis hijau
31
Tentang Rangga
32
Radit bersama Gendis
33
Radit pulang
34
Adit merajuk
35
Siapa Rangga?
36
Rangga kesal
37
Jalan bersama
38
Bertemu Rangga
39
debat
40
Memasak nasi goreng
41
Jangan bayar pakai uang
42
Terciduk Pak Gani
43
Rangga geram
44
Dua bola mata
45
Kania dipanggil Pak Gani
46
Jatuh cinta pandangan pertama
47
Rendang
48
Kedatangan Pak Kemal
49
Makan bersama dengan tim
50
Datanglah ke rumah
51
Keputusan Kania cepat
52
Radit gelisah
53
Masa lalu Gendis
54
Kania membuat resah orang tua
55
Rangga menunggu
56
Kania ke klinik perusahaan
57
meeting
58
Soal keturunan
59
Jawaban Radit
60
Tak sengaja
61
Mendapatkan izin
62
Radit pulang
63
Malam sebelum lamaran
64
Tamu tiba
65
Niat yang sama
66
Keputusan Kania
67
Radit dan Kania
68
Kania datang ke butik
69
Kedatangan Radit
70
Kembali ke rutinitas
71
Satu ruangan
72
Berdebat lagi
73
Jangan mundur
74
Membeli cincin pernikahan
75
Hujan
76
Nasi goreng
77
Adit mengkhawatirkan Kania
78
Hari tiba
79
Radit memberi salam
80
Malam pertama
81
Tendangan maut
82
Mengikat dasi
83
Makan siang
84
Cup kopi.
85
Rangga pergi duluan
86
Kabar baik
87
Kotak susu
88
Pengangkatan Rangga
89
Dia datang
90
Menemui Rangga
91
Selamat bergabung
92
Kenapa tidak resign?
93
Salah atau tidak?
94
Lebih sulit mengikhlaskan.
95
Perintah Rangga
96
Dua paket ayam.
97
Sewa rumah
98
Terima kasih
99
Ridho Rangga.
100
Menangis.
101
Pulang
102
Jangan ikut campur.
103
Cerita Rangga.
104
Saksi.
105
hapal ruangan.
106
Rangga khawatir.
107
UKS
108
Jangan khawatir.
109
Menginap
110
Jawaban
111
Pergi Bekerja
112
Angin Malam
113
Niat
114
Berdua
115
Pulang
116
Janji.
117
Mengulang Masa Lalu
118
Anak Dan Ayah
119
Tes
120
Ayah, Ibu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!