Desi datang

Kania kaget melihat Desi sudah ada di kamarnya ketika membuka mata. Temannya itu duduk di sisi ranjang.

Kania bangun. Ia baru saja meminum obat. "Kok, enggak bilang dulu?" Selimut yang ada di badan tidak tersingkirkan.

Desi menyimpan buah tangan di meja kecil. "Maaf." Senyum kecil terukir di bibir perempuan itu. "Gimana keadaan kamu sekarang?"

Kania batuk beberapa kali. Desi dengan cepat mengambil air minum di meja, menyodorkan pada Kania. "Udah ke Dokter?"

Kania mengambil alih gelas, meminum sedikit saja, lalu menyimpan kembali. "Udah. Tadi pagi Dokter Anam datang."

Dokter pribadi keluarga Kania bernama Anam selalu sigap kapan pun dipanggil. Ia yang setiap bulan mengontrol kesehatan keluarga Kania.

"Syukurlah," kata Desi. Matanya menyorotkan tatapan kasihan pada Kania. "Demamnya udah turun?" 

Kania mengangguk, lalu batuk kembali. 

"Kalau tau, aku mungkin enggak usah beli kue aja." Desi menyesal.

Kania tersenyum manis. "Jangan kayak gitu. Lagian batuknya udah mendingan."

Suasana hening. Wajah Kania yang pucat menandakan gadis itu benar-benar dalam kondisi tidak sehat.

Kania mengambil ponsel di meja. Banyak sekali pesan dari Radit juga panggilan suara yang tak terjawab. 

"Astagfirullah," kata Kania.

Desi tersentak. "Kenapa?"

Kania menunjukkan jejak Radit di ponselnya. "Dia sampai dua puluh kali telepon, tapi aku sama sekali enggak denger."

"Saking khawatirnya Radit sama kamu," jawab Desi yang paham situasinya.

Kania mengela nafas. Ada rasa bersalah juga dari lubuk hatinya pada lelaki itu. Namun, ia juga tidak bisa menghalangi siapa pun untuk berkembang lebih pesat.

Desi mengamati Kania. "Kalian lagi berantem, ya? Tumben banget Radit enggak tau kalau kamu sakit."

Kania diam dengan tangan memegang ponsel.

Sudah bisa ditebak. Kania saja tidak bisa menjawab dengan baik.

"Kalian kenapa, sih? Ada masalah apa?" Desi mencoba menggali informasi lebih dalam. Gadis itu menatap lekat Kania. "Coba kamu cerita biar aku enggak penasaran."

Benda pipih nan canggih itu disimpan kembali pada tempatnya oleh Kania. Bayangan tentang percakapan terakhir dirinya dan Radit teriang kembali. 

"Kenapa?" Desi bertanya lagi.

"Dia bilang soal pergi ke Bandung. Jujur, aku agak berat berpisah. Tapi, aku tau kalau orang lain berhak menentukan pilihan hidupnya. Cuma …." Kania menelan ludahnya. Rasanya sulit meneruskan pembicaraan ini. 

"Kamu enggak sanggup jauh dari dia, tapi kamu juga enggak ada hak buat itu?" tanya Desi.

Kania mengangguk pelan.

Desi paham. Kania dan Radit layaknya anak kembar yang hanya berbeda rahim saja. Mereka sudah terbiasa berdua ke mana pun. Dari mulai dilahiran di hari yang sama, rumah sakit yang sama, sekolah yang sama bahkan bekerja pun satu perusahaan.

Jelas akan sangat sulit untuk menerima perpisahan yang terbilang sementara ini. Namun, apa pun alasannya, kita tidak bisa mencampuri terlalu detail perihal jalan hidup seseorang. Baik itu teman ataupun keluarga.

Kania membenamkan wajahnya pada selimut. Ia tersiksa karena perasaan sepihak saja. Sebab, belum tentu Radit memiliki rasa yang sama.

"Bukannya kamu bilang enggak mau terlalu larut sama perasaanmu sendiri? Coba pikirkan lebih bijak lagi. Kamu harus lebih berpikir positif," kata Desi.

Kania diam.

Desi menyentuh pundak kanan Kania, lalu berkata, "Na, sedekat apa pun kamu sama seseorang. Pasti ada masanya perpisahan itu terjadi. Entah itu sementara atau selamanya. Itulah kehidupan yang sesungguhnya."

Terkadang Desi bisa berubah menjadi bijak saat dibutuhkan. Akan tetapi, kebanyakan gadis itu sulit menangkap satu masalah. Manusia memang dirancang dengan kekurangan juga kelebihan. Itulah hebatnya kuasa Tuhan.

Kania tak merespon. Ia terlalu memikirkan tentang perpisahannya dengan Radit sampai ia terlena.

"Astagfirullah, Astagfirullah." Kania beristigfar sembari mengangkat kepalanya lagi. Menarik nafas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku sampai kepikiran berhari-hari padahal semua ini udah diatur Allah."

"Nah, itu kamu paham." Desi senang. Ia mengambil satu kue di kantong belanjaan. Menunjukkan kue rekomendasi dari karyawan toko roti tadi. "Lihat, deh, kuenya cantik, kan?"

Seketika mata Kania berbinar. Perutnya pun memberi alarm untuk makan. Akan tetapi, Desi secepat kilat menjauhkannya dari Kania.

"Aku mau makan," ujar Kania dengan wajah cemberut.

"No, no." Desi menggelengkan kepala dua kali. "Kalau batuknya udah sembuh, baru makan."

Bibir Kania monyong. "Ih, ngapain beli." Gadis itu melipat kedua tangan di dada. 

"Kan, tadi aku bilang nyesel beli ini." Desi menyimpan kembali kue itu ke plastik. Gadis itu menceritakan beberapa kejadian di kantor tadi termasuk kebimbangan Radit.

"Dia kayaknya enggak makan siang juga, deh. Soalnya aku enggak lihat dia ke kantin," cakap Desi.

Mendengar itu Kania menjadi khawatir. Ia mengenal betul bagaimana kondisi Radit yang tidak bisa telat makan.

"Yang bener, Des?" tanya Kania. Tubuhnya mendadak dipenuhi kekuatan. Ia membuang selimut ke sembarang arah. Berangsur turun ke bawah dan duduk di tepi ranjang.

"Ya, seingatku gitu," jawab Desi.

Kania lekas mengambil ponsel kembali. Mencoba menghubungi Radit.

Nihil. Nomor lelaki itu tidak bisa dihubungi. 

Desi mengamati dari samping. Wajah Kania yang dipenuhi rasa khawatir pun sudah menandakan bentuk cinta yang tulus pada Radit. Terbentuk dari lama dan terasuh dengan baik.

"Dia lagi sibuk, Na," ujar Desi.

Kania sibuk dengan ponsel. Ia mengirimkan pesan pada Radit.

"Dia itu enggak bisa telat makan, Des. Makan pedes aja suka sakit," imbuh Kania.

Ikatan batin Kania dan Radit ternyata sudah terjalin dengan hebat. Mungkin karena mereka sudah saling bersama dari lahir. Desi cukup iri. Ya, karena dia tidak punya sahabat seerat itu.

Kania layaknya ratu bagi Radit. Apa pun keinginannya selalu dipenuhi. Tak jarang juga Radit rela berkorban saat dibutuhkan untuk Kania. Inilah yang membuat semua wanita mengatakan jika Kania adalah perempuan paling beruntung.

Desi menepuk pundak kanan Kania seraya berkata, "Na, tenang. In syaa Allah, Radit pasti sehat. Dia cuma enggak makan siang sekali, jadi enggak mungkin langsung sakit gitu aja. Lagian dia itu sibuk karena harus selesaikan semua sisa pekerjaan yang ada sebelum berangkat."

Kania mulai tenang. Ia kembali beristigaf untuk menetralkan hati yang cemas.

"Percaya deh kalau Radit itu tau keadaan. Itu, kan, cuma setauku. Bisa aja, kan, dia makan di ruangannya," tambah Desi.

"Benar. Bisa aja kayak gitu," ujar Kania. 

"Tadinya dia mau bareng sama aku, tapi katanya Pak Joni kasih beberapa pekerjaan. Jadi, mau enggak mau harus diselesaikan dulu."

Kania masih ingat pesan yang ia kirim Pada Radit terahir kali sebelum liburan juga tentang niatnya.

"Des, apa sebaiknya aku jujur sama dia soal isi hatiku? Biar lega dan aku enggak ngerasa beban aja," tanya Kania.

Terpopuler

Comments

Tatiastarie

Tatiastarie

ya dong kania utarakan aja apa yg ada di hatimu biar plong kamu juga enak Radyt juga enak sama" enak ga ada yg di tutup" I...

2022-10-03

2

نور✨

نور✨

iya jujur aja Nia... daripada bohong tambah sakit hati bisa salah paham juga

2022-09-05

0

نور✨

نور✨

iya jujur aja Nia... daripada bohong tambah sakit hati bisa salah paham juga

2022-09-05

0

lihat semua
Episodes
1 Bolos yuk!
2 Tawaran Pak Joni
3 Berbicara dengan Desi
4 Seutas berita dari divisi sebelah
5 Radit bimbang
6 Konyolnya Adit
7 mengantarkan makanan
8 Saling menghargai
9 Menerima tawaran
10 Makan bertiga
11 Liburan keluarga
12 melihat kepergian
13 Hari liburan
14 Kania sakit
15 Baru tahu Kania sakit
16 Desi datang
17 Radit menjenguk Kania
18 Nasihat Ayah
19 Bertemu lelaki asing
20 karyawan baru
21 Rangga
22 wanita baru
23 Jangan resah soal jodoh
24 nonton bersama
25 Gendis
26 memenuhi keinginan Gendis
27 Kania jujur
28 Segelas teh manis misterius
29 Ada yang janggal dari Rangga
30 Gamis hijau
31 Tentang Rangga
32 Radit bersama Gendis
33 Radit pulang
34 Adit merajuk
35 Siapa Rangga?
36 Rangga kesal
37 Jalan bersama
38 Bertemu Rangga
39 debat
40 Memasak nasi goreng
41 Jangan bayar pakai uang
42 Terciduk Pak Gani
43 Rangga geram
44 Dua bola mata
45 Kania dipanggil Pak Gani
46 Jatuh cinta pandangan pertama
47 Rendang
48 Kedatangan Pak Kemal
49 Makan bersama dengan tim
50 Datanglah ke rumah
51 Keputusan Kania cepat
52 Radit gelisah
53 Masa lalu Gendis
54 Kania membuat resah orang tua
55 Rangga menunggu
56 Kania ke klinik perusahaan
57 meeting
58 Soal keturunan
59 Jawaban Radit
60 Tak sengaja
61 Mendapatkan izin
62 Radit pulang
63 Malam sebelum lamaran
64 Tamu tiba
65 Niat yang sama
66 Keputusan Kania
67 Radit dan Kania
68 Kania datang ke butik
69 Kedatangan Radit
70 Kembali ke rutinitas
71 Satu ruangan
72 Berdebat lagi
73 Jangan mundur
74 Membeli cincin pernikahan
75 Hujan
76 Nasi goreng
77 Adit mengkhawatirkan Kania
78 Hari tiba
79 Radit memberi salam
80 Malam pertama
81 Tendangan maut
82 Mengikat dasi
83 Makan siang
84 Cup kopi.
85 Rangga pergi duluan
86 Kabar baik
87 Kotak susu
88 Pengangkatan Rangga
89 Dia datang
90 Menemui Rangga
91 Selamat bergabung
92 Kenapa tidak resign?
93 Salah atau tidak?
94 Lebih sulit mengikhlaskan.
95 Perintah Rangga
96 Dua paket ayam.
97 Sewa rumah
98 Terima kasih
99 Ridho Rangga.
100 Menangis.
101 Pulang
102 Jangan ikut campur.
103 Cerita Rangga.
104 Saksi.
105 hapal ruangan.
106 Rangga khawatir.
107 UKS
108 Jangan khawatir.
109 Menginap
110 Jawaban
111 Pergi Bekerja
112 Angin Malam
113 Niat
114 Berdua
115 Pulang
116 Janji.
117 Mengulang Masa Lalu
118 Anak Dan Ayah
119 Tes
120 Ayah, Ibu.
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bolos yuk!
2
Tawaran Pak Joni
3
Berbicara dengan Desi
4
Seutas berita dari divisi sebelah
5
Radit bimbang
6
Konyolnya Adit
7
mengantarkan makanan
8
Saling menghargai
9
Menerima tawaran
10
Makan bertiga
11
Liburan keluarga
12
melihat kepergian
13
Hari liburan
14
Kania sakit
15
Baru tahu Kania sakit
16
Desi datang
17
Radit menjenguk Kania
18
Nasihat Ayah
19
Bertemu lelaki asing
20
karyawan baru
21
Rangga
22
wanita baru
23
Jangan resah soal jodoh
24
nonton bersama
25
Gendis
26
memenuhi keinginan Gendis
27
Kania jujur
28
Segelas teh manis misterius
29
Ada yang janggal dari Rangga
30
Gamis hijau
31
Tentang Rangga
32
Radit bersama Gendis
33
Radit pulang
34
Adit merajuk
35
Siapa Rangga?
36
Rangga kesal
37
Jalan bersama
38
Bertemu Rangga
39
debat
40
Memasak nasi goreng
41
Jangan bayar pakai uang
42
Terciduk Pak Gani
43
Rangga geram
44
Dua bola mata
45
Kania dipanggil Pak Gani
46
Jatuh cinta pandangan pertama
47
Rendang
48
Kedatangan Pak Kemal
49
Makan bersama dengan tim
50
Datanglah ke rumah
51
Keputusan Kania cepat
52
Radit gelisah
53
Masa lalu Gendis
54
Kania membuat resah orang tua
55
Rangga menunggu
56
Kania ke klinik perusahaan
57
meeting
58
Soal keturunan
59
Jawaban Radit
60
Tak sengaja
61
Mendapatkan izin
62
Radit pulang
63
Malam sebelum lamaran
64
Tamu tiba
65
Niat yang sama
66
Keputusan Kania
67
Radit dan Kania
68
Kania datang ke butik
69
Kedatangan Radit
70
Kembali ke rutinitas
71
Satu ruangan
72
Berdebat lagi
73
Jangan mundur
74
Membeli cincin pernikahan
75
Hujan
76
Nasi goreng
77
Adit mengkhawatirkan Kania
78
Hari tiba
79
Radit memberi salam
80
Malam pertama
81
Tendangan maut
82
Mengikat dasi
83
Makan siang
84
Cup kopi.
85
Rangga pergi duluan
86
Kabar baik
87
Kotak susu
88
Pengangkatan Rangga
89
Dia datang
90
Menemui Rangga
91
Selamat bergabung
92
Kenapa tidak resign?
93
Salah atau tidak?
94
Lebih sulit mengikhlaskan.
95
Perintah Rangga
96
Dua paket ayam.
97
Sewa rumah
98
Terima kasih
99
Ridho Rangga.
100
Menangis.
101
Pulang
102
Jangan ikut campur.
103
Cerita Rangga.
104
Saksi.
105
hapal ruangan.
106
Rangga khawatir.
107
UKS
108
Jangan khawatir.
109
Menginap
110
Jawaban
111
Pergi Bekerja
112
Angin Malam
113
Niat
114
Berdua
115
Pulang
116
Janji.
117
Mengulang Masa Lalu
118
Anak Dan Ayah
119
Tes
120
Ayah, Ibu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!