Selama bekerja Radit tidak bisa berkonsentrasi. Pikirannya mengarah pada Kania. Ia sudah mengirim pesan beberapa jam yang lalu. Akan tetapi, gadis manis itu belum membalasnya sama sekali.
"Ini pekerjaan yang harus segera kamu selesaikan sebelum berangkat." Pak Joni menyimpan satu dokumen.
Radit tak bisa menolak. Ia paham betul dalam area bekerja semua pasti ada konsekuensinya.
"Baik, Pak," jawab Radit.
Pak Joni pergi.
Radit mengela nafas melihat masih banyak pekerjaan yang harus dilakukannya, sedangkan hari sudah menuju sore. Mungkin ia tidak bisa pulang tepat waktu yang artinya ia pun tak akan bisa berangkat bersama Desi untuk menjenguk Kania.
Daripada membuat Desi menunggu, Radit memilih mengirimkan pesan pada perempuan itu tentang pembatalan berangkat bersama.
"Semoga aja bisa selesai sebelum Magrib," ujar Radit. Jari jemarinya kembali bekerja. Tak ada yang perlu dikeluhkan karena setiap manusia memang harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup.
***
Di ruangan lain Desi menerima pesan dari Radit. Tidak heran. Mengingat Radit akan dipindahkan tentu lelaki itu harus menyelesaikan sisa pekerjaan di kantor ini.
"Aku berangkat sendiri aja," gumam Desi. Ia kembali bekerja dan berniat pergi ke toko kue lebih dahulu untuk membeli buah tangan.
Waktu terus berlalu, hingga jam dinding di ruangan Desi pun menunjukkan pukul lima sore. Satu per satu karyawan berhamburan keluar. Ada yang berjalan bersama, adapula yang memilih sendiri.
Desi membereskan mejanya, menyambar tas, lalu pergi dari ruangan ini menuju lantai dasar.
Singkat cerita Desi sampai di lantai bawah. Ia sengaja tidak mengabari Kania karena sudah pasti temannya itu akan menolak dijenguk. Entah apa alasannya, yang pasti Kania tidak ingin merepotkan.
"Aku beli kue kesukaannya dulu," gumam Desi.
Toko kue itu tidak jauh dari gedung temparnya bekerja. Lokasinya masih sama di deretan ruko samping gedung, hingga Desi hanya perlu berjalan tiga menit saja ke samping kanan.
"Selamat datang," sambut karyawan toko.
Desi tersenyum. Ia langsung menghampiri etalase yang berisi jejeran kue cantik dan menggoda.
"Hari ini rekomendasi kuenya yang ini, Mbak," tunjuk seorang karyawan perempuan yang sudah mengenal Desi.
Pasalnya, Desi dan Kania sering datang ke sini. Jadi … tidak heran jika mereka dikenal baik oleh para karyawan toko kue.
Satu potong kue cantik berbentuk bulat dengan cream merah muda rasa strobery dan diberi Cherry cantik di atasnya memang menarik perhatian. Selain terlihat cantik, sudah pasti rasanya enak. Itu sudah terbukti karena Desi adalah pelanggan setia.
"Bentuknya lucu," komentar Desi sembari menatap kue tersebut.
"Cantik seperti, Mbak," ujar si karyawan lelaki tersebut. Umurnya mungkin masih dua puluhan dan di bawah Desi beberapa tahun. "Ini paling populer hari ini."
"Kamu bisa aja."
Lelaki itu tersenyum tipis. Menatap sekilas Desi, lalu kembali fokus bekerja. "Mbak, mau yang ini atau yang lain?"
Desi berpikir sejenak. Kania lebih suka brownis, tetapi ini terlihat enak. Ah … bimbang.
"Ini buat Kania. Kamu tau, kan, dia suka rasa coklat daripada yang lain. Tapi, aku suka yang ini," sahut Desi mulai bimbang.
"Kalau gitu, beli aja dua-duanya."
Desi menimbang saran lelaki di depannya, lalu mengangguk cepat. "Ok. Aku ambil yang ini satu dan kue biasa satu."
"Sip. Tunggu sebentar, ya."
"Ok."
Pesanan sudah ditentukan. Desi hanya tinggal menunggu kuenya dibungkus dan bayar, kemudian pergi ke rumah Kania. Terkadang hidup sesimpel itu, hanya manusia saja yang membuatnya rumit.
Pesanan selesai. Pembayaran pun sudah dilakukan. Desi segera pergi dari sana dan menggunakan taksi menuju rumah Kania.
Sehari tanpa Kania memang dunia terasa sepi. Mereka sudah berteman lama, walupun tidak dari kecil. Jadi, wajar saja Desi merasa kesepian ketika Kania hilang sehari saat jam kerja.
Kemacetan terus terjadi s eperti hari biasanya. Banyak kendaraan yang keluar dari kantor untuk pulang atau ada kendaraan lain yang sengaja keluar untuk berjalan-jalan saja. Semua punya aktivitas masing-masing.
Taksi sampai di depan pagar rumah Kania limat menit kemudian, Desi keluar dan membayar ongkos.
Seorang satpam rumah langsung menyambut Desi. Mengurai senyum untuknya sembari membukakan pagar berwarna hitam.
"Assalamualaikum, Pak. Apa kabar?" tanya Desi ramah.
Pak Rudi--satpam rumah Kania– sudah bekerja dari orang tua Kania pertama menikah sampai sekarang. Usianya sudah empat puluh lima tahun, tetapi semangat kerjanya tak kalah membara dari yang muda.
"Wa'alaikum salam. Alhamdulillah, sehat, Neng." Pak Rudi membiarkan Desi masuk, lalu menutup kembali pagar pembatas jalan antara luar rumah dan area dalam rumah tersebut. "Neng, sehat?"
"Alhamdulillah, Pak, saya juga sehat."
"Syukurlah." Pak Rudi lagi-lagi tersenyum kecil. Ia bisa menebak kedatangan Desi ke rumah ini. "Neng, mau ketemu Neng Kania, ya?"
Desi mengangguk cepat. "Bapak, tau aja."
"Kan, enggak mungkin ketemu Den Adit."
Mendengar namanya saja Desi sudah kesal. Sebab, Adit itu sering menjahilinya. "Jangan sampai ketemu deh, Pak. Anaknya nyebelin."
Pak Rudi tertawa kecil. Adit ini memang terkenal jahil, tetapi anaknya juga penurut.
"Pasti ketemu, Neng."
Desi sudah menduga. Tak mungkin juga menghindari pertrmuannya dengan Adit karena anak itu tinggal di sini juga.
"Ya udah, Pak, saya masuk dulu," kata Desi.
"Iya, Neng."
Desi melangkah santai ke arah pintu. Perkarangan rumah milik orang tua Kania terbilang luas dan banyak bunga-bunga cantik. Sangat segar dan membuat siapa pun merasa betah.
"Bunganya cantik," komentar Desi pada bunga mawar merah yang sedang merekah.
Gadis itu cepat memencet bel. Sesering apa pun ia datang ke sini, ia tetaplah harus bersopan santun. Adab adalah hal yang utama dari segalanya.
Pintu terbuka. Bu Lala menyambut Desi dengan senyuman paling manis. Mata ibu dua anak itu berbinar penuh kesenangan. "Masya Allah, Desi."
"Assalamualaikum, Tan." Desi mencium tangan Bu Lala. Menghormatinya seperti ibu kandung sendiri. "Tante, apa kabar?"
Bu Lala memeluk Desi. "Baik, Sayang. Kamu apa kabar?"
Desi senang masuk dekapan Bu Lala, membalas pelukan itu dengan yang lebih hangat. "Alhamdulillah, baik, Tan."
Sedari dahulu Bu Lala memang terkenal ramah pada siapa pun teman anak-anaknya. Maka dari itu, banyak sekali teman Adit yang sering main atau justru meminta mengerjakan tugas kelompok di sini.
Selain pintar masak, Bu Lala pun begitu ramah pada anak-anak dan orang lain. Sering sekali ia memasakan menu spesial untuk menyambut teman Adit dan Kania.
Pelukan itu berakhir. Bu Lala membawa Desi masuk. Mereka berjalan ke arah ruangan keluarga sembari berbincang-bincang.
"Eh, ada Kak Desi. Tumben datang." Tiba-tiba suara Adit mengejutkan Bu Lala dan Desi. Anak lelaki itu baru saja keluar dari dapur membawa air minum. "Pasti mau jenguk bestinya yang sakit."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
.
di awal cerita bkn nya Desi sm Kania beda agama ya, tp pas di mall kok si Desi ikutan sholat. skrg jg ngucap assalamualaikum pas main krmh Kania 🤔
2022-10-08
1
Tatiastarie
desi dateng jengkol k kania yg sakit tapi tidak dengan Radyt.... mungkin nanti Radyt menyusul..?
2022-10-03
1