Seutas berita dari divisi sebelah

Radit bergeming. Ia tak bisa berbohong lagi pada Desi. Sebab, Desi sendiri sudah pasti mendengarkan percakapannya dengan Pak Joni.

"Kamu sepertinya udah dengar pembicaraan tadi, kan?" Alih-alih menjawab, Radit justru bertanya balik.

Desi mengangguk cepat. Ia tak membantah. "Iya. Makanya, aku mau tanya sama kamu."

Radit membuang nafas kasar. "Jujur, aku bingung."

Raut wajah Radit telihat sama dengan ucapannya. Desi pun bisa merasakan hal yang sama. "Kamu belum bilang sama Kania?"

Radit memejamkan mata sejanak, lalu menggelengkan kepala. "Belum."

"Kenapa?"

Jika ditanya seperti itu, jelas alasannya ia belum bisa berjauhan dengan Kania. Hanya itu saja.

"Apa pun yang terjadi, kamu sebaiknya bilang sama Kania. Kalian itu ibaratnya udah sedekat nadi, kalaupun harus berpisah sementara. Ya, bicarakan baik-baik." Desi menasehati. Gadis itu pun hanya berusaha memberikan angin segar di sela kegerahan yang diderita Radit. "Ya … walaupun kalian bukan pasangan, sih."

Alis Radit terangkat satu. "Aku sama dia itu lebih dari pasangan. Udah temenan dari orok juga."

"Nah, itu kamu ngerti. Jadinya … alangkah baiknya terbuka." Desi sedikit mendesak.

Kening Radit semakin berkerut. Ia belum siap melihat perubahan wajah Kania menjadi sedih. Gadis itu tidak punya teman lagi selain dirinya. Sebab, Kania memang tidak pernah keluar rumah.

"Aku enggak tau, Des. Sepertinya mulut ini sulit buat jujur." Pandangan Radit lurus ke depan. Suasananya semakin sepi. "Jujur, aku tertarik sama tawaran ini. Tapi, aku juga enggak mau ninggalin si cerewet itu."

Desi menyimak. Jika dirinya ada di posisi Radit, sudah dipastikan ia pun akan mengami hal serupa. Namun, mengingat ketatnya persaingan di dunia kerja. Tawaran ini pun akan sangat menggiurkan.

"Coba kamu pertimbangkan matang-matang. Apa yang menurut hatimu lebih condong? Aku cuman bisa bilang, jangan ambil keputusan di saat hati enggak tenang," ujar Desi.

Radit diam lagi. Ia tak bisa menjawab langsung. Hatinya masih terus dilanda kebimbangan.

"Kamu tau, aku seperti orang yang sedang menimbun benih luka di hati Kania. Aku tau tentang ini, tapi aku enggak bisa bilang karena itu rahasiamu. Itu lebih menyakitkan daripada membunuh orang," ujar Desi.

Desi segera pergi dari tempat pertemuannya dengan Radit, sedangkan Radit sendiri masih diam dengan segudang perasaan yang tak menentu. Lelaki itu semakin dirundung kegelisahan.

***

Waktu pun bergulir cepat. Jam pulang sudah tiba, tetapi Kania masih bergelut dengan pekerjaan. Ia akan mengerjakan beberapa laporan yang harus segera selesai, dan ini menyebabkan dirinya mengambil lembur.

"Na, aku pulang dulu, ya," kata Desi pamit.

Kania mengangguk. Ia juga ingin pulang. Namun, itu tak mungkin. "Irinya."

"Ya udah, ayo, pulang." Desi meledek sembari mengedipkan mata kanan. "Kita nonton film."

Kania menoleh ke samping, memberikan tatapan tajam pada Desi. "Jangan ngeledek! Nanti, aku bilangin Pak Joni biar kamu dikasih tugas yang banyak." 

"Ya, jangan dong!" Desi seketika cemberut. Dua hari berturut-turut dirinya bekerja lembur karena tuntutan pekerjaan. Maka dari itu, hari ini ia ingin tidur lebih cepat dari kemarin. "Aku pengen tidur. Ngantuk banget, nih."

"Dasar, Tukang Tidur!" ledek Kania.

Desi memang wanita yang sangat suka tidur. Saat libur, wanita itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan tiduran. Oleh karena itu, Kania menjulukinya Tukang Tidur.

Desi selesai membereskan barangnya ke tas, berdiri, menenteng tas, lalu berkata, "Eh, aku tukang tidur juga cantik tau. Banyak yang ngantri."

Kania akui tentang itu. Sebab, Desi bisa dibilang sangat cantik dan menawan. Dengan fostur tubuhnya yang langsing dan membentuk menjadi salah satu daya tariknya juga.

"Iya, deh, yang punya Ayang dua mah, sombong." Kania tertawa kecil.

Desi membelalakan mata. "Dua dari mana?" Ia menatap Kania dalam. "Aku satu aja, enggak habis. Kalau dua, pusing ngatur waktu kencannya."

Kania menggelengkan kepala. Pacar Desi memang berbeda kantor dengan gadis itu. Akan tetapi, pacarnya tersebut sering menunggunya di parkiran saat jam pulang kerja.

"Udah, ah, aku pulang dulu. Selamat lembur, Bestie," kata Desi sembari melambaikan tangan kanan dan pergi meninggalkan Kania.

"Mentang-mentang ditungguin Ayang, sahabat sampai dilupain," jawab Kania yang juga bercanda. "Hati-hati di jalan."

"Iya." Desi menjawab dengan sedikit berteriak.

Kania meneruskan pekerjaannya. Jari jemarinya menari di keyboar komputer. Ada dua laporan yang wajib selesai malam ini dan harus ditandatangani oleh Pak Joni. 

"Ayo, kerja. Semangat!" ujar Kania sambil menggempur semangat dirinya.

Satu jam berlalu, suara azan pun berkumandang dari masjid terdekat. Kania baru saja mengerjakan satu laporan, tinggal satu lagi yang menjadi pekerjaannya.

Kania meregangkan kedua tangan, seluruh badannya terasa sakit. "Astagfirullah, cari uang sampai segininya." Gadis itu pun segera berdiri, me-rilexskan seluruh persendiannya agar tidak tegang.

Setelah dirasa sedikit santai. Kania bergegas turun ke lantai dasar hendak pergi ke mushola untuk melaksanakan salat Magrib. 

Lift itu bergerak turun dari lantai delapan sampai lantai satu. Kania sendirian keluar dari lift. Kakinya melangkah menuju koridor samping yang menghubungkan ke ara mushola.

Ketika sedang berjalan, Kania mendengar percakapan dua karyawan yang berada di belakangnya.

"Eh, kamu tau enggak soal isu pemindahan karyawan kita ke Bandung?" ujar karyawan laki-laki berambut pendek.

"Emang siapa?" tanya karyawan wanita berbaju biru muda dengan rambut sepinggang. "Perasaan aku baru denger."

"Kata anak-anak bagian penjualan tadi."

"Siapa, sih? Kepo."

Si karyawan lelaki itu terdiam sejenak, berpikir dalam hati, lalu berkata, "Kalau enggak salah inisialnya dari R."

Kania yang mendengarkan pun ikut penasaran. Sebab, sepengetahuannya di divisi penjualan yang berinisial R ada dua orang. Itu yang ia kenal. 

"Siapa, sih? Coba kamu ingat-ingat," kata si Karyawan wanita.

Kening karyawan lelaki itu berkerut. Ia semkian memicu otaknya agar bekerja lebih giat lagi. Sampai akhirnya ia pun mendapatkan sebuah jawaban yang pasti. "Ah, iya aku ingat sekarang."

"Siapa?" desak si karyawan wanita.

Kania terus berjalan sembari menajamkan pengendaran. Ia berharap tak mendengar nama yang familir di telinganya. Ya … siapa lagi kalau bukan Radit.

"Radit." Nama itu pun keluar dari mulut si karyawan lelaki.

Kania seketika berhenti, terdiam tanpa suara dengan wajah yang tak percaya.

Dua karyawnan tadi sempat berhenti, melihat pada Kania, lalu kembali berjalan. 

"Beneran?" tanya karyawan wanita meneruskan pembicaraan mereka.

"Beneran. Enggak mungkin juga aku bohong," jawab si karyawan lelaki.

Sementara itu Kania belum bisa menggerakkan kakinya kembali. Ia terlalu lama shock mendengar berita ini. 

Bagaikan tersambar petir di siang hari, itulah yang Kania rasakan saat ini. Sedari tadi, ia berharap itu sekadar gosip, bukan kenyataan.

Andaikan benar, lantas mengapa Radit tidak pernah menceritakannya pada Kania? Entah karena belum sempat atau memang lelaki itu berniat pergi diam-diam. Kania tak bisa menebak.

Terpopuler

Comments

mrs jungkook 💜

mrs jungkook 💜

Raihan apa Radit sih??

2022-10-13

0

◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾

◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾

hadewwwww

2022-10-06

0

LanLan

LanLan

siapa raihan? 😅

2022-10-04

0

lihat semua
Episodes
1 Bolos yuk!
2 Tawaran Pak Joni
3 Berbicara dengan Desi
4 Seutas berita dari divisi sebelah
5 Radit bimbang
6 Konyolnya Adit
7 mengantarkan makanan
8 Saling menghargai
9 Menerima tawaran
10 Makan bertiga
11 Liburan keluarga
12 melihat kepergian
13 Hari liburan
14 Kania sakit
15 Baru tahu Kania sakit
16 Desi datang
17 Radit menjenguk Kania
18 Nasihat Ayah
19 Bertemu lelaki asing
20 karyawan baru
21 Rangga
22 wanita baru
23 Jangan resah soal jodoh
24 nonton bersama
25 Gendis
26 memenuhi keinginan Gendis
27 Kania jujur
28 Segelas teh manis misterius
29 Ada yang janggal dari Rangga
30 Gamis hijau
31 Tentang Rangga
32 Radit bersama Gendis
33 Radit pulang
34 Adit merajuk
35 Siapa Rangga?
36 Rangga kesal
37 Jalan bersama
38 Bertemu Rangga
39 debat
40 Memasak nasi goreng
41 Jangan bayar pakai uang
42 Terciduk Pak Gani
43 Rangga geram
44 Dua bola mata
45 Kania dipanggil Pak Gani
46 Jatuh cinta pandangan pertama
47 Rendang
48 Kedatangan Pak Kemal
49 Makan bersama dengan tim
50 Datanglah ke rumah
51 Keputusan Kania cepat
52 Radit gelisah
53 Masa lalu Gendis
54 Kania membuat resah orang tua
55 Rangga menunggu
56 Kania ke klinik perusahaan
57 meeting
58 Soal keturunan
59 Jawaban Radit
60 Tak sengaja
61 Mendapatkan izin
62 Radit pulang
63 Malam sebelum lamaran
64 Tamu tiba
65 Niat yang sama
66 Keputusan Kania
67 Radit dan Kania
68 Kania datang ke butik
69 Kedatangan Radit
70 Kembali ke rutinitas
71 Satu ruangan
72 Berdebat lagi
73 Jangan mundur
74 Membeli cincin pernikahan
75 Hujan
76 Nasi goreng
77 Adit mengkhawatirkan Kania
78 Hari tiba
79 Radit memberi salam
80 Malam pertama
81 Tendangan maut
82 Mengikat dasi
83 Makan siang
84 Cup kopi.
85 Rangga pergi duluan
86 Kabar baik
87 Kotak susu
88 Pengangkatan Rangga
89 Dia datang
90 Menemui Rangga
91 Selamat bergabung
92 Kenapa tidak resign?
93 Salah atau tidak?
94 Lebih sulit mengikhlaskan.
95 Perintah Rangga
96 Dua paket ayam.
97 Sewa rumah
98 Terima kasih
99 Ridho Rangga.
100 Menangis.
101 Pulang
102 Jangan ikut campur.
103 Cerita Rangga.
104 Saksi.
105 hapal ruangan.
106 Rangga khawatir.
107 UKS
108 Jangan khawatir.
109 Menginap
110 Jawaban
111 Pergi Bekerja
112 Angin Malam
113 Niat
114 Berdua
115 Pulang
116 Janji.
117 Mengulang Masa Lalu
118 Anak Dan Ayah
119 Tes
120 Ayah, Ibu.
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bolos yuk!
2
Tawaran Pak Joni
3
Berbicara dengan Desi
4
Seutas berita dari divisi sebelah
5
Radit bimbang
6
Konyolnya Adit
7
mengantarkan makanan
8
Saling menghargai
9
Menerima tawaran
10
Makan bertiga
11
Liburan keluarga
12
melihat kepergian
13
Hari liburan
14
Kania sakit
15
Baru tahu Kania sakit
16
Desi datang
17
Radit menjenguk Kania
18
Nasihat Ayah
19
Bertemu lelaki asing
20
karyawan baru
21
Rangga
22
wanita baru
23
Jangan resah soal jodoh
24
nonton bersama
25
Gendis
26
memenuhi keinginan Gendis
27
Kania jujur
28
Segelas teh manis misterius
29
Ada yang janggal dari Rangga
30
Gamis hijau
31
Tentang Rangga
32
Radit bersama Gendis
33
Radit pulang
34
Adit merajuk
35
Siapa Rangga?
36
Rangga kesal
37
Jalan bersama
38
Bertemu Rangga
39
debat
40
Memasak nasi goreng
41
Jangan bayar pakai uang
42
Terciduk Pak Gani
43
Rangga geram
44
Dua bola mata
45
Kania dipanggil Pak Gani
46
Jatuh cinta pandangan pertama
47
Rendang
48
Kedatangan Pak Kemal
49
Makan bersama dengan tim
50
Datanglah ke rumah
51
Keputusan Kania cepat
52
Radit gelisah
53
Masa lalu Gendis
54
Kania membuat resah orang tua
55
Rangga menunggu
56
Kania ke klinik perusahaan
57
meeting
58
Soal keturunan
59
Jawaban Radit
60
Tak sengaja
61
Mendapatkan izin
62
Radit pulang
63
Malam sebelum lamaran
64
Tamu tiba
65
Niat yang sama
66
Keputusan Kania
67
Radit dan Kania
68
Kania datang ke butik
69
Kedatangan Radit
70
Kembali ke rutinitas
71
Satu ruangan
72
Berdebat lagi
73
Jangan mundur
74
Membeli cincin pernikahan
75
Hujan
76
Nasi goreng
77
Adit mengkhawatirkan Kania
78
Hari tiba
79
Radit memberi salam
80
Malam pertama
81
Tendangan maut
82
Mengikat dasi
83
Makan siang
84
Cup kopi.
85
Rangga pergi duluan
86
Kabar baik
87
Kotak susu
88
Pengangkatan Rangga
89
Dia datang
90
Menemui Rangga
91
Selamat bergabung
92
Kenapa tidak resign?
93
Salah atau tidak?
94
Lebih sulit mengikhlaskan.
95
Perintah Rangga
96
Dua paket ayam.
97
Sewa rumah
98
Terima kasih
99
Ridho Rangga.
100
Menangis.
101
Pulang
102
Jangan ikut campur.
103
Cerita Rangga.
104
Saksi.
105
hapal ruangan.
106
Rangga khawatir.
107
UKS
108
Jangan khawatir.
109
Menginap
110
Jawaban
111
Pergi Bekerja
112
Angin Malam
113
Niat
114
Berdua
115
Pulang
116
Janji.
117
Mengulang Masa Lalu
118
Anak Dan Ayah
119
Tes
120
Ayah, Ibu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!