Radit selesai. Arloji di tangan menunjukkan pukul tujuh malam lebih. Waktu Isya sudah terlewat lima menit lalu. Lelaki itu bergegas membereskan meja dan pulang.
Suasana kantor sudah sepi. Ada beberapa orang saja yang masih bergelayut dengan sisa pekerjaan mereka. Radit segera turun ke lantai bawah.
Sesampainya di lantai bawah. Suasana sekitar benar-benar sepi. Berjalan sendiri di keheningan lebih menyenangkan bagi Radit dibandingkan berjalan di keramaian, tetapi tetap merasa sepi.
Hanya ada enam mobil tersisa di parkiran termasuk milik Radit. Lelaki itu meninggalkan area perkantoran untuk pulang dan menemui Kania seperti tujuan semula.
Sebelum pulang, lelaki muda itu menyempat diri mampir ke minimarket. Membeli beberapa cemilan kesukaan Kania termasuk coklat dan susu.
Jika dipikir-pikir, Kania memang masih layaknya anak kecil. Gadis itu tidak bisa melalui hari tanpa minum susu dan makan coklat. Untuk susu mungkin Radit bisa mentoleransi. Akan tetapi, lain ceritanya untuk coklat. Tidak baik mengkonsumsinya berlebihan.
Pembayaran selesai. Radit membawa barang tersebut di kantung plastik yang berlogo nama minimarket tersebut. Ia kembali berkendara untuk pulang ke rumah.
Perjalanan dilewati tanpa banyak drama. Cukup delapan menit waktu yang dibutuhkan lelaki tersebut untuk sampai ke rumahnya. Ia memarkirkan mobil, berjalan masuk ke area rumah sembari berkata, "Assalamualaikum."
Suasana hening. Ruang tengah pun gelap. Mungkin orang tuanya belum pulang. Bisa jadi. Alih-alih melamakan diri dengan pertanyaan yang sudah ada jawabannya, Radit justru segera naik ke lantai atas. Namun, sebelum itu ia menyalakan lebih dahulu lampu rumah.
"Sebaiknya aku sholat dulu baru ke rumah Kania," kata Radit. Tas juga kantung belanjaan disimpan di atas meja. Ia juga mengisi daya batrainya lebih dahulu. "Aku mandi dulu juga."
Lelaki yang memiliki tingkat kerapian tinggi itu pun bergegas ke kamar mandi. Membersihkan diri dari segala keringat dan kotoran di badannya. Air bukan saja memberikan kesegaran pada tubuh Radit, tetapi bisa juga memberi efek tenang pada pikirannya yang terfokus pada Kania. Akan tetapi, lelaki itu pun cukup sadar diri. Tak mungkin ia bertamu dengan keadaan masih belum bersih.
Mandi selesai. Kini saatnya salat Isya. Lelaki itu mengutamakan lebih dahulu kewajibannya pada Sang Ilahi Rabbi sebelum bertemu salah satu ciptaan-Nya tersebut.
Semua selesai. Baju pun sudah diganti. Kini giliran Radit pergi ke rumah sebelah. Tak lupa kantung belanjaan itu ditentengnya sebagai oleh-oleh untuk Kania.
***
Kania sudah membaik. Desi pamit pulang. Merasa tak enak, Kania akhirnya mengatarkan sang Teman ke teras. Padahal Desi sendiri sudah menolak keras.
"Masuk lagi sana! Udara malam enggak baik buat kesehatan," kata Desi.
"Kamu beneran enggak mau makan malam dulu?" tanya Kania. Ibunya saat ini sedang bergelut di dapur membuat makan malam. Agak terlambat memang. Ini semua karena sang Ibu terlalu asyik menonton sinetron kesukaannya. "Ibu, udah masak."
"Enggak usah. Aku ada janji sama dia," kata Desi.
Kania paham. Ia akhirnya merelakan sang Teman pulang. "Ya udah, hati-hati di jalan, ya."
Desi mengangguk pelan. "Iya. Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam."
Sebelum berpisah, keduanya saling berpelukan.
Desi berjalan kaki menuju gerbang rumah Kania, sementara Kania masih setia memandangi punggung temannya.
"Jangan diliatin terus, Kak. Lama-lama suka lagi." Tiba-tiba Adit datang dari dalam rumah. Duduk di bangku yang ada di teras. " Kuenya enak. Aku nyobain dikit."
Kania mengela nafas. Berbalik badan, dan berkata, "Dek, kalau mau apa-apa itu minta dulu."
Adit diam.
"Enggak baik. Walaupun Kakak itu keluarga, tapi sopan santun tetap harus dijaga. Bukan artinya Kakak, larang kamu makan makanan punya, Kakak. Bukan!" kata Kania.
Adit paham letak kesalahannya. "Maaf, Kak." Lelaki itu menunduk.
"Jangan diulang, ya." Suara Kania lembut. Adit saja suka mendengarnya jika Kania sedang di fase itu.
"Iya, Kak."
Kania hendak melangkah, tetapi suara Radit yang kencang menghentikannya.
"Kak Radit!" seru Adit.
Sontak Kania membalikkan badan lagi. Benar saja. Lelaki itu sudah ada di depan mereka dengan senyuman seperti biasa.
"Assalamualaikum," kata Radit.
"Wa'alaikum salam," jawab Adit dan Kania hampir bersamaan.
Radit menatap Kania, tetapi Kania menunduk.
"Kakak, bawa apa itu?" tanya Adit pada Radit. Anak remaja itu berdiri, bergerak ke arah Radit. "Oleh-oleh buat nengokin Kak Kania, ya?"
Kania diam.
"Ya," jawab Radit.
"Banyak banget." Adit penasaran dengan isinya.
Radit memperhatikan Kania. Gadis itu terlihat baik-baik saja. Apa mungkin Desi berbohong?
"Katanya kamu sakit, Na?" tanya Radit pada Kania.
Adit masih di sana. Tak berniat untuk meninggalkan mereka berdua.
"Cuma meriang sama batuk. Udah mendingan sekarang," jawab Kania.
"Mendingan karena aku yang urus, Kak Radit," sela Adit.
Kania melirik Adit sekilas. Ia tak pernah meminta adiknya untuk ikut campur. Akan tetapi, lelaki itu saja yang bersikukuh ingin mengurusnya. Ini mungkin tanda cinta sang Adik pada kakaknya.
Radit lega. "Syukurlah." Lelaki itu memberikan kantung belanjaan pada Kania. "Ini ada susu sama coklat buat kamu."
Mata Adit berbinar, senang. Sasarannya kali ini adalah coklat pemberian Radit.
Kania mengambil alih barang belanjaan Radit seraya berkata, "Makasih. Padahal kamu enggak usah repot kayak gini."
"Rezeki itu enggak boleh ditolak, Kak. Pamali," ujar Adit pada Kania. Matanya sesekali melirik pada plastik berwarna putih dengan logo nama minimarket terkenal.
"Adit bener." Radit setuju. "Kalau rezeki itu harus selalu diterima, apa pun itu."
Adit senang. Ia merasa ada support. "Kan, bener kataku juga."
Kania mencoba diam setiap Adit menguji kesabarannya.
Suasana menjadi hening. Radit teringat akan sesuatu, di mana ia harus mengatakan salam perpisahan karena tidak ada waktu lagi.
"Na, mungkin besok aku berangkat. Udah waktunya," ujar Radit.
Adit yang tidak tahu apa pun penasaran sendiri.
Kania tertegun. Tak tahu apa yang harus ia katakan pada Radit saat ini.
"Aku harap kamu baik-baik aja selama aku di sana. Jangan lupa makan dan sholat. Jaga diri baik-baik, juga jangan lupa banyak makan sayur dan buah biar tubuh kamu tetap fresh," pesan Radit sudah seperti seorang Ayah pada anaknya sendiri.
"Kak Radit, mau ke mana?" tanya Adit. Anak remaja itu menatap dalam Radit. "Mau pindah atau cuma mau pergi aja?"
Kania diam.
"Kakak, dipindahkan keluar kota, Dek," jawab Radit.
"Oh …." Adit memutar kepalanya mengarah pada Kania. Bisa jadi ini alasan sang Kakak muram beberapa hari ke belakang.
"Aku pamit dulu. Assalamualaikum," kata Radit pada Kania.
"Wa'aalaikum salam. Hati-hati di jalan. Semoga sukses di sana," sahut Kania.
Radit memgukir senyum manis untuk perpisahan sementara mereka. Berbalik badan membawa perasaan yang campur aduk. Menenggelamkan sejenak rasa cinta yang tak pernah terucap dari mulut. Berharap kepulangannya nanti akan menjadi moment baik untuk mengambil keputusan lebih maju lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
.
perpisahan nya kok gitu doang 🥺
2022-10-08
0
Siti Jufrah
ko radit g di suruh duduk dulu
2022-10-07
0
Tatiastarie
ya kania ayo kasi tau wa aja... gpp ikan sepat ikan gabus lebih cepat lebih bagus...
2022-10-03
1