melihat kepergian

Malam datang menyapa. Radit sedang diam di kamarnya. Ia hanya mengintip dari kaca jendela ketika keluarga Kania berangkat liburan. 

Perpisahan itu pasti terjadi dan sulit dihindari. Keputusan telah dibuat sematang mungkin. Tak ada yang perlu disesali satu sama lain.

"Aku harus fokus kerja dulu sekarang, setelah itu baru pikirkan langkah selanjutnya," kata Radit.

Merasa perutnya lapar. Ia pun turun ke lantai bawah. Tak ada sang Bunda di sana, entah ke mana. Hanya ada secarik kertas di meja makan yang bertuliskan 'maaf, Nak, malam ini kamu makan di luar. Bunda, ada perlu' begitulah isi pesan dari Bu Irma untuk anak lelakinya.

Radit menghela nafas kasar. Ia harus bergerak keluar untuk sekadar makan malam. Namun, sebagai anak ia pun harus paham saat orang tuanya tidak bisa memasakkan.

Dengan tekad yang kuat Radit pun pergi keluar rumah. Mengendarai mobil hitamnya ke jalan raya untuk menyelusuri sepanjang jalan mencari menu makanan yang diinginkan.

Lima menit berkeliling. Rupanya Radit terpikat pada tukang mie ayam pinggir jalan. Banyak pelanggan yang sedang makan dengan ala lesehan. Ini cukup menggiurkan.

Radit menepikan mobil di dekat lapangan kecil. Untung saja ada lahan untuk memarkirkan kendaraan roda empat itu agar tidak mengganggu lalu lintas.

Selain mie ayam, masih ada juga pedagang kaki lima lainnya. Menu makanannya pun menggugah selera. Sangat cocok dinikmati bersama keluarga atau teman di malam hari.

Radit melangkah mendekati penjual mie ayam. "Pak, mie ayamnya satu, ya."

Bapak paruh baya itu mengangguk. "Iya, Mas." 

Mendengar permintaannya diterima, Radit segera mencari tempat. Ada tempat kosong di pojok sana. Dengan tiker yang digelar panjang, di sanalah orang lain pun menikmati mie ayam tersebut.

Radit duduk seperti pelanggan lainnya. Tepat di depan mata, ia melihat sepasang muda-mudi tengah bergandengan tangan, lalu di sampingnya ada dua gadis manis dengan rambut panjang yang juga tengah menyantap mie ayam.

Radit mengeluarkan ponsel. Ia memilih berselancar di dunia maya sembari menunggu pesanan.

Tanpa sengaja telinga Radit mendengar percakapan dua gadis di sampingnya. Mereka makan sambil berbicara begitu jelas.

"Kamu tau, kan, si Hani?" tanya gadis berbaju merah.

Temannya yang memakai pakaian putih itu pun berhenti mengunyah. " Hani anak ekonomi semester tiga bukan?"

"Ya."

"Emang kenapa?"

Awalnya Radit acuh. Namanya juga di tempat umum. Sepelan apa pun berbicara pasti akan terdengar orang yang di samping kita. Itu hal wajar.

Gadis berbaju merah mengelap lebih dahulu ujung bibir kanannya yang kotor dengan tisu yang tersedia. Ada sisa kuah mie ayam di sana. "Katanya dia jadian sama temen kecilnya itu. Siapa, sih, namanya?"

Teman di depannya diam sejenak seperti sedang berpikir keras, lalu berkata, "Oh, si Akmal?"

"Nah, itu. Akmal. Duh, aku pelupa banget." Tisu tersebut disimpan kembali di meja. Si Gadis berbaju merah kembali menyeruput kuah. 

"Yang bener? Katanya mereka cuma temenan."

"Serius. Kemarin si Jeri bilang ketemu mereka lagi ngedate."

Rupanya gadis berpakaian putih itu tidak percaya. Tampak jelas dari raut wajahnya yang kaget bukan main. "Perasaan dia pernah sumpah nggak mau pacaran sama si Akmal. Katanya udah tau boroknya."

Kedua gadis itu terkekeh geli. Percakapan mereka membuat Radit diam. Tak berapa mie ayam milik Radit datang, ia yang awalnya acuh pun menjadi tertarik dengan obrolan kedua gadis tersebut.

"Jodoh itu, kan, jorok. Kita mau nolak sekeras apa pun, kalau kata Tuhan jodoh. Ya, tetap aja bersama," ujar si Gadis berbaju putih.

Temannya mengangguk cepat. Ia setuju. "Nah, begitu pun sebaliknya. Kalau bukan jodoh, seerat apa pun digenggam. Tetap aja bakal berpisah endingnya."

Kalimat itu menembus jantung Radit. Menampar dirinya yang kini sedang galau tentang perpisahan dengan Kania.

"Makanya, kita enggak usah terlalu berekspektasi tinggi sama apa pun. Kali aja apa yang menurut kita baik, justru buruk kata Tuhan." Setiap kata-kata yang dikeluarkan gadis berbaju putih itu terdengar bijak. Ia seolah sedang mengeluarkan isi hati yang sebenarnya.

"Kamu juga sama, kan." Gadis berbaju merah tertawa kecil. "Katanya enggak mau nikah sama Ghofur, tapi kenyataannya malam naik pelaminan." Tawanya makin kencang, hingga beberapa pengunjung pun memperhatikan mereka.

Radit menyimak dengan baik. Ia hanya ingin tahu isi obrolan para wanita tentang laki-laki. Mungkin itulah yang terjadi pada Kania dan Desi.

"Jangan kenceng-kenceng, aku malu." Gadis berbaju putih itu menundukkan kepala. Teman satunya ini memang tidak bisa berbicara pelan. 

"Abisnya aku jadi ingat sama kamu dulu. Sering banget menghindari Doi. Eh, taunya malah jodoh," jawab gadis berbaju merah.

"Aku juga enggak tau bakal berakhir gitu, Wati."

Kini nama gadis berbaju merah itu terungkap. Wati, namanya.

"Padahal aku udah bilang sama dia kalau aku tuh enggak suka cowok yang pemaksa. Eh, sekarang malah aku yang bucin ke dia," sambung si Gadis.

Wati tertawa kecil lagi, hingga ia tersedak. Rasanya obrolan mereka cukup membuat perutnya sakit. 

"Jangan ketawa terus. Aku malu," tegur si gadis berbaju putih.

Wati mengambil air minum, menyedot es teh manis itu sampai habis setengah gelas. Tenggorokannya tak sakit lagi, lega.

"Abisnya aku enggak nyangka aja sama kalian berdua. Dari awalnya temenan, musuhan. Eh, ujungnya bucin-bucinan. Untung udah halal sekarang," kata Wati.

Gadis berbaju putih itu diam. Ia juga berpikir ke arah sana. Ternyata benar, jika jodoh itu tidak melulu jauh. Sebab, bisa saja yang didepan mata kita juga akan menjadi jodoh. Itulah rahasia Tuhan yang tidak bisa tertebak.

Percakapan mereka terus berlanjut, hingga selesai. Keduanya berdiri dan bersiap pulang. Radit cukup mendapatkan pelajaran dari perkataan keduanya bahwa tidak ada namanya pertemanan antara laki-laki dan wanita. Pasti selalu saja ada yang suka satu dari keduanya.

Makan malam kali ini penuh dengan cerita. Selain bisa menikmati udara malam yang dinginnya menembus tulang pun, Radit juga merasakan pola pikirnya lebih luas lagi. Terlebih tentang tekadnya untuk tetap berangkat ke Bandung.

Kania, soal perempuan itu biarlah menjadi rahasia Tuhan. Jikapun mereka memang berjodoh, sudah pasti akan dimudahkan jalannya. Yang terpenting adalah Radit dan Kania tetap bersama sebagai teman masa kecil.

Radit selesai makan. Ia membayar sesuai harga dan langsung pulang. Bersamaan dengan itu pesan dari bundanya pun masuk. Wanita beraut wajah teduh itu meminta Radit membelikan martabak keju kesukaannya.

Radit tak marah. Jika bisa, apa pun yang disukai sang Bunda dibelikannya. Hal ini bertujuan agar hati wanita selembut kapas itu bisa bahagia selalu. Kania dan bundanya adalah dua wanita yang selalu dijaga Radit. Diusahakan kebahagiaan, dan terus berhati-hati agar tak sedikit pun menggoreskan luka di hati mereka.

Terpopuler

Comments

◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾

◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾

pengaturan tuhan lebih 👍

2022-10-21

0

Tatiastarie

Tatiastarie

ya dong anak itu harus berbakti pada orang tua masalah jodoh ga usah fibfikirksn kalo memang sudah jodoh ga akan kemana

2022-10-02

1

lihat semua
Episodes
1 Bolos yuk!
2 Tawaran Pak Joni
3 Berbicara dengan Desi
4 Seutas berita dari divisi sebelah
5 Radit bimbang
6 Konyolnya Adit
7 mengantarkan makanan
8 Saling menghargai
9 Menerima tawaran
10 Makan bertiga
11 Liburan keluarga
12 melihat kepergian
13 Hari liburan
14 Kania sakit
15 Baru tahu Kania sakit
16 Desi datang
17 Radit menjenguk Kania
18 Nasihat Ayah
19 Bertemu lelaki asing
20 karyawan baru
21 Rangga
22 wanita baru
23 Jangan resah soal jodoh
24 nonton bersama
25 Gendis
26 memenuhi keinginan Gendis
27 Kania jujur
28 Segelas teh manis misterius
29 Ada yang janggal dari Rangga
30 Gamis hijau
31 Tentang Rangga
32 Radit bersama Gendis
33 Radit pulang
34 Adit merajuk
35 Siapa Rangga?
36 Rangga kesal
37 Jalan bersama
38 Bertemu Rangga
39 debat
40 Memasak nasi goreng
41 Jangan bayar pakai uang
42 Terciduk Pak Gani
43 Rangga geram
44 Dua bola mata
45 Kania dipanggil Pak Gani
46 Jatuh cinta pandangan pertama
47 Rendang
48 Kedatangan Pak Kemal
49 Makan bersama dengan tim
50 Datanglah ke rumah
51 Keputusan Kania cepat
52 Radit gelisah
53 Masa lalu Gendis
54 Kania membuat resah orang tua
55 Rangga menunggu
56 Kania ke klinik perusahaan
57 meeting
58 Soal keturunan
59 Jawaban Radit
60 Tak sengaja
61 Mendapatkan izin
62 Radit pulang
63 Malam sebelum lamaran
64 Tamu tiba
65 Niat yang sama
66 Keputusan Kania
67 Radit dan Kania
68 Kania datang ke butik
69 Kedatangan Radit
70 Kembali ke rutinitas
71 Satu ruangan
72 Berdebat lagi
73 Jangan mundur
74 Membeli cincin pernikahan
75 Hujan
76 Nasi goreng
77 Adit mengkhawatirkan Kania
78 Hari tiba
79 Radit memberi salam
80 Malam pertama
81 Tendangan maut
82 Mengikat dasi
83 Makan siang
84 Cup kopi.
85 Rangga pergi duluan
86 Kabar baik
87 Kotak susu
88 Pengangkatan Rangga
89 Dia datang
90 Menemui Rangga
91 Selamat bergabung
92 Kenapa tidak resign?
93 Salah atau tidak?
94 Lebih sulit mengikhlaskan.
95 Perintah Rangga
96 Dua paket ayam.
97 Sewa rumah
98 Terima kasih
99 Ridho Rangga.
100 Menangis.
101 Pulang
102 Jangan ikut campur.
103 Cerita Rangga.
104 Saksi.
105 hapal ruangan.
106 Rangga khawatir.
107 UKS
108 Jangan khawatir.
109 Menginap
110 Jawaban
111 Pergi Bekerja
112 Angin Malam
113 Niat
114 Berdua
115 Pulang
116 Janji.
117 Mengulang Masa Lalu
118 Anak Dan Ayah
119 Tes
120 Ayah, Ibu.
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Bolos yuk!
2
Tawaran Pak Joni
3
Berbicara dengan Desi
4
Seutas berita dari divisi sebelah
5
Radit bimbang
6
Konyolnya Adit
7
mengantarkan makanan
8
Saling menghargai
9
Menerima tawaran
10
Makan bertiga
11
Liburan keluarga
12
melihat kepergian
13
Hari liburan
14
Kania sakit
15
Baru tahu Kania sakit
16
Desi datang
17
Radit menjenguk Kania
18
Nasihat Ayah
19
Bertemu lelaki asing
20
karyawan baru
21
Rangga
22
wanita baru
23
Jangan resah soal jodoh
24
nonton bersama
25
Gendis
26
memenuhi keinginan Gendis
27
Kania jujur
28
Segelas teh manis misterius
29
Ada yang janggal dari Rangga
30
Gamis hijau
31
Tentang Rangga
32
Radit bersama Gendis
33
Radit pulang
34
Adit merajuk
35
Siapa Rangga?
36
Rangga kesal
37
Jalan bersama
38
Bertemu Rangga
39
debat
40
Memasak nasi goreng
41
Jangan bayar pakai uang
42
Terciduk Pak Gani
43
Rangga geram
44
Dua bola mata
45
Kania dipanggil Pak Gani
46
Jatuh cinta pandangan pertama
47
Rendang
48
Kedatangan Pak Kemal
49
Makan bersama dengan tim
50
Datanglah ke rumah
51
Keputusan Kania cepat
52
Radit gelisah
53
Masa lalu Gendis
54
Kania membuat resah orang tua
55
Rangga menunggu
56
Kania ke klinik perusahaan
57
meeting
58
Soal keturunan
59
Jawaban Radit
60
Tak sengaja
61
Mendapatkan izin
62
Radit pulang
63
Malam sebelum lamaran
64
Tamu tiba
65
Niat yang sama
66
Keputusan Kania
67
Radit dan Kania
68
Kania datang ke butik
69
Kedatangan Radit
70
Kembali ke rutinitas
71
Satu ruangan
72
Berdebat lagi
73
Jangan mundur
74
Membeli cincin pernikahan
75
Hujan
76
Nasi goreng
77
Adit mengkhawatirkan Kania
78
Hari tiba
79
Radit memberi salam
80
Malam pertama
81
Tendangan maut
82
Mengikat dasi
83
Makan siang
84
Cup kopi.
85
Rangga pergi duluan
86
Kabar baik
87
Kotak susu
88
Pengangkatan Rangga
89
Dia datang
90
Menemui Rangga
91
Selamat bergabung
92
Kenapa tidak resign?
93
Salah atau tidak?
94
Lebih sulit mengikhlaskan.
95
Perintah Rangga
96
Dua paket ayam.
97
Sewa rumah
98
Terima kasih
99
Ridho Rangga.
100
Menangis.
101
Pulang
102
Jangan ikut campur.
103
Cerita Rangga.
104
Saksi.
105
hapal ruangan.
106
Rangga khawatir.
107
UKS
108
Jangan khawatir.
109
Menginap
110
Jawaban
111
Pergi Bekerja
112
Angin Malam
113
Niat
114
Berdua
115
Pulang
116
Janji.
117
Mengulang Masa Lalu
118
Anak Dan Ayah
119
Tes
120
Ayah, Ibu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!