Keramaian di gedung tersebut mulai terasa. Kania bekerja dengan baik serta fokus. Sesekali mengobrol dengan Desi agar tidak suntuk.
Desi mendekat ke arah meja Kania, lalu berbisik, "Katanya ada karyawan baru yang masuk."
Kania diam sejenak, lalu berkata, "Di mana?"
"Di sini. Divisi kita."
"Cewek?"
"Bukan." Desi mengeleng.
"Cowok?"
"Yes."
"Oh …." Kania mengetik lagi.
Desi memperhatikan sekeliling. Aman. Ia kembali berbisik, "Katanya cakep, lho."
Dahi Kania mengerut. "Kata siapa?"
"Yang lain."
"Kok, bisa tau?" Kania berhenti mengetik.
"Soalnya yang masuk ini anak pemilik pertama perusahaan. Tapi … pengen merintis dari bawah."
Kania acungi jempol untuk keputusan si karyawan baru tersebut.
"Anaknya Pak Gani. Direktur kita?" tanya Kania.
Desi mengangguk pelan. "Ya."
"Oh …" Kania lagi-lagi meneruskan kegiatannya.
Desi terkadang menjadi sumber informasi saat ada gosip terbaru. Entah dapat dari mana gadis itu.
"Aku jadi penasaran. Seganteng apa, sih, orangnya. Kata yang bilang ke aku, orangnya itu tinggi dan punya tahi lalat di dahi," imbuh Desi.
"Udah kerja sana! Jangan berkhayal mulu. Nanti ketahuan kepala Disivi, dimarahi," tegur Kania.
"Ya, ya." Desi menggeser lagi kursi ke tempat semula. Tersenyum sendiri dengan ekspetasi yang tinggi. "Kalau ganteng, aku mau banget."
Kania mendengar jelas. Gadis itu menggelengkan kepala, heran dengan sikap temannya. Suasana kantor memang tenang, tetapi terkadang juga ricuh saat diwaktu tertentu.
Dari arah pintu masuk Pak Ganjar datang dengan seorang lelaki. Pak Ganjar ini adalah pemimpin divisi.
"Selamat pagi semuanya," ujar Pak Ganjar.
Semua orang menoleh padanya, lalu berkata, "Pagi juga, Pak."
Semua pandangan tertuju ke depan. Hanya Kania yang saat itu tengah membalas pesan dari Radit.
"Perkenalkan ini Rangga, karyawan baru yang akan bergabung dengan kalian," ujar Pak Ganjar menunjuk pada lelaki muda di sampingnya. "Saya harap kalian bisa bekerja sama dengan baik."
Semua hening.
"Silakan perkenlakan diri kamu," kata Pak Ganjar pada Rangga.
Rangga mengangguk cepat. "Baik, Pak. Terima kasih." Rangga berjalan dua langkah ke depan. Memperhatikan satu per satu wajah teman kerja barunya. "Perkenalkan saya Rangga, karyawan baru. Mohon kerja samanya."
Rangga mengangguk sedikit.
Semua karyawan berdiri, tetapi tidak dengan Kania. Mereka menjawab salam perkenalan Rangga.
Kania menyimpan ponsel. Berdiri terlambat, kemudian mengangkat kepala. Matanya terbuka lebar. Sosok yang tinggi di samping Pak Ganjar benar-benar menghipnotisnya. Pandangannya pun bertemu dengan netra Rangga, kemudian mendapatkan seuntai senyum dari lelaki muda itu.
"Dia," gumam Kania kaget.
Desi yang di depannya pun mendengar jelas. Melangkah mundur ke belakang agar sejajar dengan Kania, lalu berbisik, "Kamu kenal dia?"
Mata Kania mengerjap dua kali. Menjawab dengan isyarat tubuh.
"Selamat bergabung. Meja kamu ada di sebelah kana." Tangan Pak Ganjar menunjuk ke salah satu meja kosong. "Jika ada keperluan, bisa datangi saya di ruangan." Pak Ganjar tersenyum pada Rangga.
"Baik, Pak. Terima kasih sekali lagi," jawab Rangga.
Pak Ganjar keluar kembali. Semua karyawan mulai duduk lagi. Namun, tidak dengan Kania. Ia tidak menyangka jika lelaki yang ditemuinya di bus tersebut adalah Rangga. Karyawan baru yang akan menjadi fathner-nya.
Rangga mendekat. Mejanya memang berada di pojok dekat jendela. Bersebalahan dengan Kania.
"Kita bertemu lagi, Mbak," kata Rangga pada Kania.
"Ah, iya, Mas," jawab Kania. Mata gadis itu bergerak ke kanan dan kiri. "Selamat berkerja."
Rangga tersenyum lagi, selanjutnya duduk di tempat sendiri. Kania masih belum percaya. Entah ini kebetulan atau memang sudah suratan takdir bisa bertemu Rangga dan menjadi teman kerjanya.
Hari pertama bekerja pasti terasa sulit bagi siapa pun. Akan tetapi, Rangga berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sebab, setiap pekerjaan memang memiliki risiko masing-masing.
Hari terus berangsur siang. Waktu makan siang pun datang bersamaan dengan suara azan Dzuhur. Kania bergegas pergi ke mushola. Mengingat Desi sedang berhalangan, jadi ia hanya sendiri.
Kania sampai di mushola. Rupanya sudah banyak yang datang. Karena terbatasnya alat salat yang ada, sehingga terpaksa saling bergantian satu sama lain. Untung saja Kania membawa peralatan salat sendiri dari rumah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tetap salat tepat waktu.
Seperti biasa gadis itu berwudhu, masuk mushola, memakai mukena dan mulai salat. Semua terasa menyenangkan. Ternyata memang benar, jika rumah Tuhan itu adalah tempat paling nyaman dan tentram.
Setiap gerakan dilewati dari awal sampai akhir. Kania berhasil menuntaskan kewajibannya sebagai muslim. Tak lupa ia memanjatkan doa pada Sang Ilahi Rabbi. Melangitkan apa yang diinginkan dalam bentuk doa dengan penuh harapan.
Selain meminta ampun atas segala dosa. Ia pun tidak lupa mendoakan kedua orang tua, keluarga serta Radit yang saat ini jauh dari pandangan matanya. Berharap semua dalam keadaan selamat dan mencapai apa yang diinginkan.
Usai salat, gadis dengan senyuman semanis gulali itu diam sebentar. Mungkin ia terlalu larut dalam mencintai Radit. Padahal seharusnya tidak boleh. Mencintai itu sebaiknya sewajarnya saja agar kita tidak terlalu kecewa saat ia yang dicintai tak memberi feedback yang sama.
"Astagfirullah." Beberapa kali bibir Kania melantunkan kalimat istigfar.
Setelah merasa damai, Kania segera membuka mukena. Melipat dan memasukkannya kembali ke tempat semula.
Banyak karyawan yang masih menunggu. Maka dari itu, Kania memberikan pinjam alat salatnya pada seorang teman satu divisi.
"Pakai aja punyaku. Nanti tinggal simpan di meja," kata Kania sambil menyodorkan alat salat tersebut.
Wanita yang dikenal sebagai kutu buku itu pun awalnya ragu. Akan tetapi, karena sangat perlu. Ia akhirnya mengambil dengan senang hati. "Terima kasih. Nanti aku simpan."
Kania tersenyum, lalu bergerak memakai sepatu kerja lagi untuk bersiap pergi dari sana. Rupanya tindakan perempuan itu direkam oleh kedua mata Rangga.
Rangga yang juga baru selesai salat semakin terpana dengan sikap santun dan lembut Kania. Pertemuan pertamanya di bus memang cukup mengagumkan. Terlebih ketika kain jilbab Kania menyentuh wajahnya. Itu momen yang sulit ditolak untuk diabadikan.
"Dia manis," puji Rangga yang langsung berjalan mengikuti Kania.
Kania sendiri tidak tahu keberadaan Rangga. Gadis itu sibuk membalas pesan Radit yang menceritakan tentang suasana di kantor barunya.
"Semoga aja dia senang di sana," kata Kania.
Bagaimanapun Kania adalah teman masa kecil. Tentu ia ingin yang terbaik untuk Radit.
Dari arah sebaliknya seorang karyawan lelaki itu terlihat berjalan sambil memegang ponsel. Rangga memperkirakan jika Kania akan berbenturan dengan karyawan tersebut.
Oleh karena itu, ia dengan cepat menarik ujung kemeja belakang Kania agar gadis itu terhindar.
Kania kaget. Untung saja ponsel yang dipegangnya itu tidak jatuh. Kini tubuhnya dekat dengan Rangga, hanya berjarak setengah meter saja.
"Kamu sepertinya tipe perempuan yang kurang hati-hati. Saya sudah bilang, lebih waspada lagi jika ditempat umum," kata Rangga.
Karyawan lelaki yang berlawan arah itu berjalan dengan lancar tanpa harus menabrak Kania.
?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Siti Jufrah
hati" dong kania......
2022-10-07
0
Tatiastarie
wah... Rangga karyawan baru.... sepertinya seneng sm kania.... mudah" an mereka jadi teman akrab ya...
2022-10-03
1