Wanita Seratus Ribu

Wanita Seratus Ribu

Part 1

Wilson Alexander Hovers, pebisnis muda yang namanya sudah menjadi headline di situs berita, baik media cetak ataupun media online. Bisnisnya yang sudah menyebar sampai ke luar negeri serta omset yang mencapai ratusan triliun menjadikannya sebagai salah satu pebisnis yang kekayaannya diakui oleh negeri sendiri. Bisnis yang dijalankan Wilson adalah salah satu usaha yang dapat menaikkan ekonomi negaranya— Amerika Serikat.

Di zaman canggih sekarang, di mana ponsel sudah menjadi rajanya dunia, mustahil jika orang-orang tidak tahu siapa Wilson Alexander Hovers. Dari ujung sampai bertemu ujung, baliho dengan wajah Wilson selalu terpampang nyata. Tak jarang, ada turis yang berhenti di depan baliho dan meminta temannya untuk mengabadikan dirinya bersama baliho Wilson. Popularitas Wilson setara dengan popularitas idol-idol yang namanya sudah mendunia. Bagi sebagian kaum pebisnis, Wilson Alexander Hovers adalah pionirnya para pengusaha muda. Bayangkan saja, di umurnya yang baru menginjak tiga puluh tahun, dia sudah menjadi orang terkaya pertama di New York dan orang terkaya kelima dari seluruh dunia.

Jika wanita-wanita muda dan masih lajang ditanya tentang “Siapa tipe pria idealmu?” Sebagian besar dari mereka pasti akan menjawab, “Wilson Alexander Hovers.” Karena memang kenyataannya Wilson patut dijadikan kriteria tipe ideal—visual bak lukisan hidup dan uangnya yang tak akan pernah habis, sukses membuat para wanita menjadi histeris. Siapa pun pasti ingin memiliki Wilson, si pria yang dianugerahi dengan seratus persen kesempurnaan.

Sayangnya, jari manis Wilson sudah terisi dengan sebuah cincin berbahan dasar emas murni yang harganya tak usah disebutkan lagi—saking mahalnya. Pria berpredikat sempurna itu sudah ada yang punya, sudah terikat oleh janji suci yang sudah diloloskan oleh bibir tipisnya lima tahun silam.

Maureen Cruz, si wanita cantik yang lima tahun silam ikut mengucapkan janji suci di atas altar bersama dengan Wilson. Bagaikan pasangan yang sudah digariskan oleh takdir, dua orang dengan visual sempurna tersebut selalu berhasil membuat siapa saja yang melihat merasa iri. Berita pernikahan mereka lima tahun lalu sungguh menggemparkan masyarakat New York sekaligus meluluhlantakan hati para wanita lajang yang mengincar. Sayangnya, dari banyaknya wanita, hanya ada satu wanita yang beruntung dan dapat memiliki Wilson seutuhnya, dialah Maureen Cruz.

Tidak ada kisah dramatis seperti Cinderella ....

Pertemuan antara si kaya dan si miskin, ataupun kisah perjodohan klise yang selalu tampak di beberapa drama, mereka bertemu dan menikah murni karena sudah lama kenal. Kedua orang tua mereka sudah bersahabat, pernah merintis kerjasama antar perusahaan, sebab itulah dua pasangan fenomenal ini dapat bertemu dan saling mengikat diri.

“Wil, apakah menurutmu gaun ini cocok untuk kukenakan?” Maureen berbalik, memperlihatkan gaun merah darah selutut tanpa lengan. Gaun mahal yang sangat cantik—hadiah yang sempat Wilson berikan sewaktu perayaan hari pernikahan mereka dan pantas Maureen kenakan. Wilson tersenyum semringah dengan kepala yang terangguk ke atas dan ke bawah. Tak lupa juga ia mengacungkan jempolnya guna memberi isyarat jika gaun merah tersebut sangat pas dikenakan malam ini.

“Jujur, kau cocok mengenakan segala jenis pakaian karena kau cantik.” Wilson melemparkan pujian yang sukses membuat Maureen tersenyum malu. Tak main-main, visual istrinya ini memang memukau, bak boneka hidup. Dulu saja, sebelum mereka menikah, banyak pria yang mengincar Maureen. Semuanya terpesona akan kecantikan dan keimutan yang seperti anak anjing. Begini, pria sekelas Wilson, yang seleranya tinggi saja terpana dan memuja, apalagi pria lain di luar sana yang menetapkan standar kecantikan sebagai prioritas utama seorang wanita?

“Kalau begitu, Tuan Hovers yang terhormat, bisakah kau keluar sebentar? Istrimu ini ingin berganti pakaian,” celetuk Maureen dengan tawa yang ditahan. Ia selalu saja memperlakukan Wilson seperti seorang raja dan hal tersebut membuat suaminya sedikit kesal. Pria itu tak suka saat mendengar suara Maureen yang merendahkan diri, seolah-olah dia dibayar untuk melayani Wilson.

Wilson bersidekap, tetap tak mau mengangkat bokongnya dari atas ranjang. “Ganti di sini saja, Tuan Putri. Lagipula kita sudah sah secara hukum dan agama. Aku saja sudah pernah menguasai seluruh tubuhmu. Jadi, untuk apa aku keluar, hmm?” Pelan, tetapi terdengar, Wilson dapat menangkap suara decakan dari sang istri dan mulai tersenyum lebar.

Karena Wilson adalah pria yang keras kepala, mau tak mau Maureen pun segera menanggalkan seluruh pakaiannya dengan Wilson yang masih berada di belakangnya. Tak masalah juga karena mereka memang sudah sah. Namun, rasa malu itu memang nyatanya sudah mendarah daging. Walau status mereka adalah suami istri, tetap saja membuka pakaian di hadapan Wilson akan membuat wajahnya memerah karena tak sanggup menahan malu.

Sebenarnya, hanya dengan melihat istrinya berganti pakaian saja sudah membuat sesuatu di bawah sana sedikit menegang. Namun, mengingat jika kehadiran mereka sudah ditunggu oleh keluarga Hovers—orang tua Wilson—pria itu tidak bisa berbuat macam-macam, hanya bisa menarik dan mengembuskan napas serta mulai kembali berpikir jernih.

“Wil, bisa tolong tarik zipper-nya?" pinta Maureen, ia selalu saja kesusahan dalam hal ini. Tak ayal pula, Wilson selalu siap untuk membantu istrinya. Buru-buru pria itu beranjak dari posisi duduknya dan mulai menarik zipper gaun merah tersebut. Hingga akhirnya manik mata mereka saling bersirobok lewat pantulan cermin.

"Kau cantik, cantik sekali. Aku beruntung memilikimu, Maureen," bisik Wilson tepat di telinga Maureen, yang sukses membuat wanita itu merasa geli. Kini, mereka sudah tak terpisahkan oleh jarak lagi karena kedua tangan Wilson sudah bertengger mesra di perut rata istrinya, tak lupa dengan dagu yang ia letakkan di pundak kanan Maureen.

Telapak tangan Maureen perlahan terulur guna mengusap lembut punggung tangan Wilson yang melingkar manis di perutnya. Entah kenapa, malam ini ia diliputi perasaan tidak enak, seolah-olah tidak ingin pergi ke kediaman orang tua Wilson. Seperti ada sesuatu yang menyelimuti hati kecilnya, pun bibirnya mulai meloloskan sebuah pertanyaan, "Wil, kira-kira apa yang ingin orang tuamu bicarakan?"

***

Suasana hening menyelimuti acara makan malam bersama hari ini. Tak biasa, sebab kedua orang tua Wilson selalu punya banyak bahan pembicaraan. Namun, malam ini, entah kenapa—suara sendok dan piring yang saling berbenturan sudah seperti backsong yang mengiringi acara makan malam.

Nyonya Hovers menyudahi kegiatan makanya, ditutup dengan gerakan mengusap mulutnya dengan sapu tangan yang sudah disediakan.

Wanita paruh baya tersebut menyesap minumannya sebelum akhirnya menatap Wilson dan Maureen dengan nanar. Tak berapa lama, pandangannya mulai teralihkan ke arah sang suami guna meminta persetujuan untuk mengutarakan maksud hati. Setelah anggukan berhasil ia kantongi, Nyonya Hovers pun mulai berkata, "Wilson, menikahlah lagi," papar nyonya Hovers yang sukses membuat Wilson tersedak serta Maureen yang berhenti mengunyah.

"Apa maksud Mommy berkata seperti itu?" tanya Wilson tak suka. Untuk apa ia menikah lagi jika di sisinya sudah ada sosok perempuan yang mampu memberikannya kebahagiaan?

"Mau sampai kapan kalian berdua hidup seperti ini? Sampai kapan kalian berdua ingin menutup mata dan telinga dari kenyataan bahwa sebenarnya Maureen itu mandul?!" ujar nyonya Hovers, menyadari kedua orang tersebut dari kenyataan pahit yang sudah susah payah dihapus dari ingatan.

Dua tahun lalu, di usia pernikahan mereka yang ketiga, Wilson dan Maureen pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kesuburan mereka. Kedua orang tersebut merasa aneh karena sampai saat itu mereka belum juga dikaruniai seorang buah hati padahal mereka sudah sering meluangkan waktu masing-masing hanya untuk sekedar bercinta. Perkataan dokter yang dengan lugasnya segera mendiagnosa bahwa sudah terjadi kerusakan pada tuba falopi pun membuat Maureen tak bisa meredakan tangisnya dan jatuh sakit selama seminggu penuh.

Kenyataan pahit, bahwa dirinya sama sekali tidak bisa memiliki anak sudah Maureen tanam dalam diri. Namun, Wilson tidak pernah menyerah. Pria tersebut masih terus berharap jika suatu saat Tuhan akan memberikan mereka sebuah keajaiban. Namun, nampaknya sampai detik ini, harapan yang mereka elukan adalah bukti nyata dari kesia-siaan.

Pasangan tersebut sudah menyerah dan tak berharap lagi untuk memiliki seorang anak. Bahkan mereka berdua sudah berpikiran untuk mengadopsi bayi dari sebuah panti asuhan—di mana Wilson adalah salah satu donatur tetapnya.

"Sadarlah, Wilson, kau perlu penerus. Sampai kapan ingin terus berpura-pura seperti ini?" sahut nyonya Hovers lagi, sedangkan tuan Hovers hanya mampu diam. Tak enak untuk memaksa anaknya untuk menikah lagi.

"Aku tidak mau—"

"Kami akan mendiskusikannya, Mom," sambar Maureen, memotong perkataan suaminya sendiri. Selama Wilson dan mertuanya saling sahut menyahut, Maureen tak bisa berhenti berpikir tentang perkataan nyonya Hovers. Hingga akhirnya bibirnya sukses meloloskan kalimat yang Wilson pun tak percaya jika istrinya mampu mengatakan hal itu.

Bersambung ....

Tadinya mau kasih judul dengan Wanita Seratus Juta, tapi nggak jadi karena menurutku seratus juta dolar itu terlalu banyak.

Lebih baik aku kasih visual atau kalian yang hayalin sendiri?

Terpopuler

Comments

Rina Wati

Rina Wati

awal yg baguus..

2022-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!