Part 10

Semuanya aman, membuat Veila serta nyonya Hovers bisa bernapas lega. Mulai dari hasil pemeriksaan dokter yang mengatakan bahwa kondisi rahim Veila baik-baik saja, tidak adanya tanda-tanda kemandulan, dan pemilihan baju pengantin yang prosesnya lebih cepat dari yang diperkirakan oleh nyonya Hovers. Beliau kira Veila ini tipe yang pemilih, ingin sesuatu apa pun yang sesuai dengan seleranya. Namun faktanya, selama di butik Veila hanya mengatakan, terserah mama saja. Membuat nyonya Hovers tak henti-henti tersenyum dan bersemangat memilihkan model baju pengantinnya. Rasanya nyonya Hovers seperti menikah untuk yang kedua kalinya.

Saat pernikahan pertama Wilson, nyonya Hovers tak turut andil dalam memilih pakaian ataupun ikut mendiskusikan konsep pernikahan. Singkatnya, nyonya Hovers tak terlibat. Anak dan menantunya adalah dua orang yang turun tangan langsung, dan tidak membiarkan siapapun mencampurinya. Mereka berdua terlihat bersemangat dalam mempersiapkan pernikahan, dan benar apa yang anaknya katakan, pernikahan itu menghabiskan uang jutaan dolar.

Karena Veila tak banyak pilih dan hanya mengiyakan saja, nyonya Hovers pun menghadiahi wanita itu sebuah gaun pengantin dengan model yang memiliki potongan sempit dan menekankan semua lekukan tubuh, atau dikenal dengan model column/sheath.

"Besok, kau dan Wilson harus pergi ke toko perhiasan untuk mencari cincin. Jika Wilson menyuruhmu untuk memilihnya, maka pilihlah yang paling bagus. Mungkin bagi Wilson pernikahan kedua tidak begitu spesial, tapi bagimu yang pertama kalinya menikah, ini adalah momen penting." Peringat nyonya Hovers, ia mengatakan hal itu semua dikarenakan dirinya bisa menduga jika anak semata wayangnya itu terlihat setengah hati pada pernikahan ini. Hal itu tentu mengundang rasa ketidakpercayaan atas jawaban Veila semalam—di mana dia mengatakan jika dirinya menyukai Wilson pada pandangan pertama.

Bolehkah nyonya Hovers bertindak egois dan tidak mau memedulikan hal itu sekarang? Karena tujuan awalnya adalah agar Wilson bisa mendapat keturunan, selebihnya, semua adalah urusan Wilson dan Veila sepenuhnya. Orang tua tak baik untuk selalu mencampuri urusan anaknya.

"Tapi pagi tadi Wilson mengatakan padaku jika dia sudah membeli cincin pernikahannya," jawab Veila sambil tersenyum kecil.

Wanita itu belum tahu bagaimana model cincinnya sebab Wilson belum menunjukannya. Pria itu mungkin masih jengkel pada Veila karena perkataannya semalam. Buktinya pagi tadi, Wilson hanya masuk ke dalam kamarnya tanpa izin dan berkata jika dia sudah membeli cincin pernikahan. Entahlah, Veila tidak tahu apakah perkataan Wilson saat itu hanya dusta semata atau memang sebuah kejujuran, terlalu sulit membedakan kedua hal tersebut.

Agak sedikit kecewa, belah bibir nyonya Hovers hanya mengeluarkan kata 'ah' saja. Padahal akan lebih bagus jika Wilson dan Veila pergi berdua dan berdiskusi di toko perhiasan tentang model cincin yang paling bagus untuk dibeli dan disematkan.

"Jika sudah seperti itu, bisa apa?" gumam nyonya Hovers, mulai mengajak Veila masuk ke mobil yang sedari tadi sudah terparkir di pinggir jalan, di depan butik. Sang supir yang sedari tadi menunggu nyonya Hovers dengan sabar pun memberikan senyuman dan sedikit berbasa-basi, lalu setelah itu mulai melajukan mobilnya, membawa nyonya Hovers dan Veila jauh dari pusat kota.

"Ibu hanya berharap jika pernikahanmu berjalan lancar dan kau bisa bahagia karenanya," tutur nyonya Hovers seraya meraih kemudian menggenggam kedua tangan Jian Wei. Si wanita muda tersebut hanya bisa menyunggingkan senyum tipisnya, ia tahu, sampai kapanpun dirinya tidak akan pernah bisa bahagia karena sebentar lagi yang ia jalani bukanlah pernikahan sesungguhnya, melainkan pernikahan di atas kertas kontrak dengan alasan 'keturunan'.

***

"Apa yang kau lakukan?" Suara lembut milik Maureen sukses membuat Veila terkejut dan menghentikan pergerakannya dalam memotong-motong sesuatu.

Karena tak mendapatkan jawaban, Maureen pun segera membawa pandangannya, melihat apa yang sedang Veila kerjakan. Terlihat jelas beberapa potongan sosis yang berhamburan di atas telenan biru, membuat Maureen tersenyum.

"Aku akan membereskannya," ujar Veila cepat, tangannya pun langsung gesit mengumpulkan potongan sosis yang tadinya berhamburan, membuatnya menjadi satu tumpukan—persis seperti bukit kecil.

Melihat itu, Maureen merasa tidak enak dan mulai berkata, "Jika kau ingin memasak, itu tidak masalah. Dapur ini milik bersama, jangan sungkan.".

"Y-ya, terima kasih karena sudah mengizinkanku menggunakan dapurmu," ucap Veila tergagap, masih merasa canggung jika harus berhadapan langsung dengan si pemilik rumah.

Maureen tersenyum. "Lanjutkan saja, itu bukan masalah besar. Oh, jika boleh tahu, kau berencana memasak apa?" Maureen berusaha untuk bersikap ramah guna menghilangkan rasa canggung di antara mereka. Sebenarnya, dua wanita itu tengah diliputi kecanggungan yang menyebabkan mereka jarang berinteraksi kecuali saling menyapa. Namun, Maureen lebih pandai menetralisir kecanggungan tersebut, membuat wanita terlihat tidak memiliki sebuah kecanggungan jika berinteraksi dengan orang asing—Veila Amor contohnya.

"Hanya nasi goreng, aku berniat untuk memasak itu," jawab Veila. Sejak dulu, ia tergila-gila dengan yang namanya nasi goreng. Bisa dibilang jika nasi goreng adalah makanan favoritnya. Semua itu karena mendiang ibunya—jika tidak punya uang—selalu membuatkannya nasi goreng dengan bumbu seadanya. Karena lidahnya terlalu sering mencecapi rasa enak dari nasi goreng, maka Veila pun memutuskan jika makanan tersebut adalah favoritnya.

"Kau tidak menyukai makanan yang sudah dimasak oleh Maid? Kurasa kalkun panggang rasanya lebih enak daripada sekedar nasi yang digoreng."

Maureen membalas seperti itu karena ia heran dengan Veila. Padahal meja makan sudah terpampang jelas berbagai macam lauk enak. Katakanlah meja makan tersebut dipenuhi dengan makanan empat sehat lima sempurna, tetapi Veila sama sekali tidak menyentuhnya dan lebih memilih untuk memasak masakan sederhana tersebut.

Terkejut, Veila pun segera menggelengkan kepalanya. Ia tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja perutnya ini tidak bisa diajak kompromi. Cacing dalam lambungnya terlalu merindukan rasa dari nasi goreng yang akhirnya membuat dirinya tergerak untuk memasaknya.

"B-bukan seperti itu, hanya saja—"

Suara tawa kecil Maureen berhasil membuat Veila menghentikan perkataannya, menggantikan aktivitas mulutnya—yang berusaha menjelaskan—dengan memandangi Maureen sekarang yang sedang tertawa kecil. Kenapa wanita ini tertawa? Apa ada yang salah dengan ucapannya?

"Jangan canggung denganku Veila. Itu lucu saat melihat kau merasa tidak enak denganku. Kita akan berbagi tempat tinggal mulai sekarang, jadi semua isi rumah ini, kau juga berhak menggunakannya," jelas Maureen setelah menghentikan tawanya.

"Pas sekali, nasi goreng juga merupakan makanan kesukaan Wilson. Bisa tolong masakkan dengan porsi yang lebih banyak?"

Bersambung .....

.

Terpopuler

Comments

Siti Orange

Siti Orange

Pingin Atuh NasGor Bikinan Vella

2023-05-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!