Part 19

Langkah Veila terhenti dengan mata yang membulat sempurna, di depannya, dengan jarak dua puluh meter, berdiri sosok papa tirinya. Tubuh tambun, brewokan, dengan tangan kanan yang memegang botol minuman alkohol, mata sang papa berkilat menatapnya. Walau jaraknya terbilang cukup jauh, sang ayah tiri dapat mengenal Veila Amor dengan baik.

Saat ini, ada rasa takut yang menyelimuti diri Veila, ia tahu perangai buruk papanya. Pernah suatu ketika, Veila pergi ke rumah temannya untuk mengerjakan tugas kelompok. Saking banyaknya materi yang harus dibahas dan dipecahkan, Veila tidak sadar jika matahari sudah berganti tugas dengan bulan. Dan tepat saat dia sampai di rumah, sang papa langsung menamparnya dan mengurungnya di dalam kamar mandi. Memarahi Veila karena wanita itu tidak pulang tepat waktu dan memasakkannya makan malam, katanya dia kelaparan. Apalagi ia harus bertemu papanya saat ini? Di saat ia sudah menghilang sepuluh hari tanpa kabar dan tak memberi papanya sepeserpun uang. Papanya pasti tidak akan memberi ampun untuknya.

Veila memundurkan langkahnya perlahan, sangat perlahan, berharap jika sang papa tiri tidak menangkap pergerakan halusnya. Namun sayang, mata sang papa masih cukup sehat untuk menangkap gerak-gerik mencurigakan Veila.

Sang papa pun berteriak, "Hei! Anak nakal, jangan berani kabur, ya!" Teriakan tersebut terasa menggema di telinga Veila, membuat dirinya segera berbalik dan berlari kencang, berdoa dalam hati agar bisa lolos dari sergapan sang papa tiri.

Orang dewasa bilang jika dunia itu luas, tetapi kenyataannya, dunia begitu sempit bagi Veila. Dari sekian banyak sudut kota, kenapa ia harus bertemu papanya di sini? Padahal letak rumah kecil mereka lumayan jauh dari sini, kemungkinan besar jika papanya menemukan lapak judi yang baru.

"Kau bilang ingin jadi anak yang baik! Kemari kau, Veila Amor!" pekik sang papa, menarik perhatian beberapa orang yang lalu lalang.

Tidak seperti dalam novel atau drama, orang-orang yang lalu lalang terkesan tidak peduli dengan aksi kejar-kejaran antara papa dan anak tersebut. Yang mereka lakukan hanyalah melirik sebentar, membaca situasi, menebak apa yang terjadi, bergosip, lalu segera pergi menjauh. Tidak ada satupun orang yang berniat menghentikan. Lagipula ini bukan hidup mereka yang tidak mau ikut campur dengan urusan orang, tak peduli jika orang tersebut sedang butuh bantuan.

Mungkin nasib Veila tengah sial-sialnya, atau memang sang papa berlari mengejarnya dengan mengerahkan seluruh tenaga, sehingga entah bagaimana bisa, helaian rambut panjangnya berhasil diraih oleh sang papa, membuat Veila tertarik ke belakang dan akhirnya jatuh.

"P-papa, ini sakit. Tolong lepaskan," pinta Veila, memegang tangan papanya yang kini tengah menarik rambutnya. Saat ini, Veila rasa jika rambutnya akan lepas dari akarnya, dan itu menyakitkan.

"Lepaskan? Huh, enak saja! Kau meninggalkan rumah selama sepuluh hari, tidak memberikan uang sama sekali, membuatku harus berhutang sana-sini demi bisa makan. Kau benar-benar anak kurang ajar yang tak tahu diuntung."

Tarikan pada rambut Veila semakin kuat, membuat air matanya mau tak mau tumpah begitu saja. Juga, kenapa tidak ada yang menolongnya? Kenapa orang-orang hanya melihat ini dan lewat begitu saja?

"Lepaskan aku," ujarnya sembari melayangkan tinjunya pada perut buncit sang papa. Membuat si papa meringis dan cengkeraman pada rambutnya terlepas. Melihat ada kesempatan untuk kabur, Veila pun segera berdiri. Namun, saat ia meninggalkan sang papa, lengannya kembali ditarik.

Satu tamparan berhasil menghantam pipi kanan Veila, membuatnya hampir saja jatuh karena kehilangan keseimbangan.

Kesal dan belum puas menyakiti anak tirinya, sang papa pun kembali menarik paksa rambut Veila, membuat kepalanya mendongak, menampilkan wajah cantik dengan sudut bibir yang sudah sobek akibat tamparan tadi.

"Kau itu tidak ada gunanya, lebih baik kau mati saja, susul mamamu dan merengeklah di neraka bersama, sialan!"

Botol minuman alkohol itu terangkat tinggi, sang papa hendak menghancurkan wajah sang anak, memecahkan beling botol pada wajah mulus Veila. Hingga akhirnya, botol tersebut pun berhasil menghantam kulit dan menimbulkan luka. Botol tersebut berhasil pecah, membuat belingnya berhamburan. Veila tak bisa melakukan apa pun lagi.

***

"Hovers, hentikan mobilmu!" Leo menepuk-nepuk lengan Wilson yang tengah memegang setir mobil, membuat ia berdecak kemudian menyahut.

"Kenapa? Ini jalan raya, tidak bisa seenaknya menghentikan mobil."

Leo menatap Wilson lekat kemudian mengarahkan jari telunjuknya ke suatu arah.

"Di depan sana, bukankah itu nona Amor? Hovers, aku tidak tahu siapa pria besar itu, tapi yang pasti Veila sedang kesakitan. Kau lihat, rambutnya ditarik."

Mau tak mau Wilson pun turut memicingkan matanya. Dilihatnya dengan jelas apa yang tengah terjadi di pinggir jalan sana. Sedikit terkejut, tetapi masih bisa mengontrol ekspresi, Wilson bisa melihat jika Veila sedang disakiti oleh pria yang sama sekali tidak ia kenal.

"Hei! Kenapa kau melewatinya? Hentikan mobilmu, Hovers!" kesal Leo. Bagaimanapun Leo adalah tipe pria yang tidak tegaan jika melihat seorang wanita yang disakiti secara fisik. Hatinya terlalu lemah akan hal-hal sensitif seperti itu.

Sedangkan Wilson dengan wajah datarnya hanya berkata, "Itu bukan urusan kita, jangan ikut campur!"

"Wilson Hovers! Aku tidak tahu kenapa kau sekeji ini dengan calon istrimu sendiri. Baiklah, kau tidak mau ikut campur, biar aku saja yang turun dan menghentikan kekacauan itu. Sekarang hentikan mobilmu dan biarkan aku menolong nona Amor."

Tepat setelah perkataan Leo selesai dilontarkan, Wilson pun menghentikan laju mobilnya, membuat Leo hampir terlempar ke depan jika saja ia tak mengamankan diri dengan sabuk pengaman.

"Orang seperti itu akan pergi jika dijejali dengan uang. Memangnya kau bawa uang banyak?" celetuk Wilson, mengangkat dagunya tinggi, dan seketika membuat Leo merasa kecil. Pria itu menggeleng, sadar jika dompetnya hanya berisi ratusan dolar saja, tidak sebanyak uang Wilson.

Lagian juga Leo selalu mengandalkan kartu kreditnya untuk berbelanja, jarang menggunakan uang tunai untuk bertransaksi.

Mendapati jika kaki tangannya baru saja menggelengkan kepala, Wilson pun segera menghela napas dan membuka dashboard mobilnya. Awalnya Leo kira jika Wilson akan memberikan segepok uang di dalam amplop tersebut padanya, agar ia bisa bertindak cepat dan menyelamatkan Veila, tentunya. Namun, tebakan Leo melenceng saat melihat Wilson lah yang turun dari mobil dengan tangan kanan yang meremat amplop tebal berisi uang ribuan dolar. Wilson Alexander Hovers yang akan turun tangan langsung, sungguh mengejutkan.

Sebenarnya Wilson tidak mau ikut campur dan langsung pergi saja. Ia berpendapat jika Veila bisa menyelesaikannya sendiri. Namun, dari pantulan spion mobil, Wilson bisa melihat ketidakberdayaan Veila. Wanita itu hanya pasrah saat rambutnya ditarik. Perkataan Leo yang memacunya, serta keadaan Veila yang sudah seperti anak yang hendak diterkam beruang pun akhirnya membuat Wilson rela mengeluarkan uang dari dashboard mobil dan melenggang pergi meninggalkan mobilnya. Ini kali kedua jika Wilson merasa sudah gila, setelah tadi sempat merasa gila karena ia tiba-tiba saja sudah berada di depan butik.

Awalnya Wilson melangkah pelan, penuh dengan kehati-hatian. Namun, saat melihat Veila yang ditampar membuat Wilson mempercepat langkahnya. Wilson tak ingin seratus ribu dolarnya rusak begitu saja karena kekasaran yang dilayangkan oleh si pria tambun. Sepasang mata Wilson pun membulat saat melihat botol kaca yang sudah terangkat tinggi, membuat dirinya mau tak mau harus berlari.

Timing yang tepat, Wilson segera meraih tangan Veila, mendorong kepalanya, membuat wajah Veila mau tak mau harus bertemu dengan dada bidang Wilson, kemudian segera mengambil posisi untuk melindungi bagian kepala si wanita. Hingga bunyi botol kaca yang pecah terdengar jelas, sukses membuat luka baru di tangan Wilson, membuat kemeja putihnya perlahan berubah warna menjadi merah. Wilson mengumpat dalam hati saat penciumannya menangkap bau anyir darah yang berasal dari tangannya.

Dengan cepat, Wilson segera melemparkan amplop tersebut pada papa tiri Veila, tepat mengenai wajah kotornya. Hampir saja membuat sang papa tiri mengamuk jika saja Kevin tidak lebih dulu berbicara.

"Itu uang, 20 ribu dolar. Aku memberikannya padamu dengan percuma, dan aku harap uang tersebut mampu membuatmu menahan diri untuk tidak menyentuh wanita ini lagi," ujarnya, tentu disertai dengan raut wajah sombongnya. Bukankah menyenangkan saat melihat orang-orang akan bungkam karena diberi uang?

Mendengar nominal uang yang jumlah nominalnya tidak sedikit membuat Veila berhenti menangis. Wanita itu menarik air matanya kembali dan segera memberi jarak antara wajahnya dan dada Wilson. Kebetulan sekali, saat ia mendongak, Wilson malah menunduk, membuat dua orang itu saling beradu tatap dalam diam.

"Ya, ya, aku tidak akan menyentuh anak tak berguna lagi ini untuk sementara. Pria kaya, terima kasih karena sudah memberiku modal untuk berjudi," kekehnya, persis seperti orang yang kehilangan kewarasan. Dan suara cempreng si papa tiri sukses membuat Veila serta Wilson menghentikan aksi tatap-tatapan tak berguna mereka.

"Baiklah, sekarang kau seharga seratus dua puluh ribu dolar. Jangan pernah membangkang dan kabur dariku. Kau banyak berhutang padaku." Wilson berkata dengan kedua tangan yang berada di punggung dan di pinggul Veila, secara tidak sadar, Wilson sudah memberikan pelukan pertamanya pada si wanita seratus ribu dolar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!