Veila menghela napasnya dengan kedua mata yang terpejam. Sudah hampir lima belas menit ia berada di ruang ganti yang terbilang sempit ini, padahal proses mencoba gaun pengantinnya hanya butuh waktu tidak lebih dari lima menit. Entah kenapa, rasanya Veila tidak mau keluar dari sini. Terlalu betah mungkin, atau memang seseorang yang tengah menunggunya di balik tirai sana, bukanlah siapa-siapanya. Akan lebih baik jika ia pergi mencoba gaun pengantin ini dengan ditemani oleh nyonya Hovers saja, itu lebih baik daripada harus menyusahkan Leo yang memiliki janji kencan dengan kekasihnya.
Wilson Alexander Hovers itu memang menyebalkan! Bagaimana bisa ia tidak mengatakan langsung pada Veila jika dirinya tidak bisa ikut pergi ke butik? Pria itu hobi sekali menyusahkan orang lain—Leo contohnya. Kalau hanya pergi ke butik yang berada di pusat kota, Veila juga bisa sendiri. Seperti ini, dirinya malah jadi merasa tidak enak dengan Leo.
Sekali lagi barang sebentar, Veila kembali memusatkan perhatiannya pada pantulan dirinya di depan cermin. Gaun pengantin ini terlihat pas pada tubuhnya, membuat lekukan-lekukan tubuh pada area tertentu sedikit menonjol dan mungkin menarik beberapa pasang mata. Padahal Veila sudah setengah mati menyembunyikan lekukan tubuhnya dengan selalu mengenakan pakaian kebesaran. Setidaknya Charlie menganggap jika Veila adalah wanita yang tidak berbodi. Jika Charlie tahu bahwa Veila memiliki tubuh yang indah dan ideal, mungkin pria itu akan meniduri Veila, dengan paksaan tentunya.
Tidak ada sirat kebahagiaan yang terpancar pada raut wajahnya, yang wajahnya tampakkan adalah sirat lelah dan tak berselera.
Menikah adalah impian semua orang, termasuk Veila. Wanita itu selalu memimpikan untuk selalu mengenakan pakaian pengantin yang cantik, tetapi di saat semua itu sudah terwujud, tidak ada senyum bahagia atau perasaan senang pada hatinya.
Tidak ada yang mengharapkan pernikahan ini, baik dirinya maupun Wilson. Dan juga, jika ia nanti berhasil hamil, mengandung anak Wilson, pastinya, sesuai dengan yang tertulis di kontrak, ia dan Wilson akan mengakhiri masa pernikahan ini dan hak asuh jatuh sepenuhnya kepada pria itu. Menyebalkan, dirinya hanyalah mesin pencetak anaknya Wilson, dan setelah itu, tanpa diberi kesempatan untuk membesarkan anaknya, ia dibuang.
Entah kenapa, Veila malah berharap jika ia tidak cepat-cepat hamil. Kau tahu, berpisah dengan anakmu sendiri adalah hal yang paling sulit. Veila belum siap untuk berpisah dengan anaknya, darah dagingnya yang sudah ia kandung selama sembilan bulan. Memberikan hak asuh pada Wilson sepenuhnya, itu sangat tidak adil. Semoga saja kali ini Tuhan mendengar doanya.
"Nona, ini sudah lima belas menit, bukankah seharusnya Anda harus keluar? Kasihan calon suami Anda menunggu lama, mungkin kakinya terasa pegal karena berdiri terus." Pegawai tersebut berbicara dengan lembut pada Veila. Bukan bermaksud apa-apa, hanya saja Veila sudah terlalu lama di dalam ruang ganti ini, dan yang dilakukannya pun hanya bengong sembari menatap pantulan diri di cermin besar.
Rasanya Veila ingin berkata, dia bukan calon suami saya. Pria itu hanyalah kaki tangan Wilson Hovers, yang dengan polosnya suka mengamuk di belakang atasannya, tetapi tidak bisa menolak semua perintah Wilson. Ah, jika saja Veila tidak ingat kalau Leo sedang ada janji kencan, mungkin wanita itu masih mau berada di dalam ruang ganti. Veila mengangguk, mengiyakan dan menurut apa yang dikatakan oleh pegawai wanita ini.
"Silakan memberi penilaian untuk gaunnya, Tuan." Pegawai tersebut berujar seraya menarik tirai dari luar. Membuat tirai yang tadinya tertutup rapat pun akhirnya terbuka lebar, menampakkan sosok Veila yang kini tengah menundukkan kepalanya dengan gaun pengantin yang melekat pada tubuhnya.
Veila menghitung satu sampai tiga di dalam hati, kemudian segera mendongakkan kepalanya untuk melihat reaksi Leo, dan ketika kepalanya sudah mendongak dengan belah bibir yang sudah terbuka—hendak mengeluarkan sebuah kalimat—tiba-tiba saja ia merasa terkejut.
Leo Zhang, ke mana dia?
***
"Setelah rapat, Anda memiliki jadwal makan siang bersama dengan rekan bisnis dari Jerman. Lalu siangnya, Anda akan berkunjung untuk memantau proyek yang ada di Los Angeles. Oh, ngomong-ngomong ini adalah kunjungan terakhir Anda ke LA karena setelah ini Leo Zhang akan mengambil alih tugas Anda. Setelah berkunjung ke LA Anda ada rapat terakhir yang dijadwalkan pukul tujuh malam, dan kemudian dilanjutkan makan malam dengan rekan bisnis lokal." Perkataan sekretarisnya, Jack, tak terlalu Wilson dengar. Jadwalnya sudah terlalu padat, bahkan untuk bernapas saja rasanya sulit. Di depan Jack, Wilson membuka jas hitamnya, kemudian menggulung lengan kemejanya dan melakukan peregangan pada otot lehernya.
"Acara makan siang itu bisa kau batalkan, Jack? Aku tidak berselera untuk bergabung dan ikut tertawa padahal tidak ingin tertawa. Dan, aku juga ada jadwal pribadi setelah ini. Kau bisa menggantikanku untuk makan siang bersama dengan mereka, jika kau mau," ungkapnya, dengan tangan yang kini bergerak membuka kedua kancing teratas kemejanya.
Jack itu kedudukannya sedikit di bawah Leo. Urutannya seperti, Wilson adalah atasan yang memiliki kuasa penuh, Leo adalah kaki tangan kepercayaannya, lalu Jack adalah sekretaris setianya. Dua orang itu memiliki peran penting dalam perusahaan, dan terkadang sering menjadi pengganti Wilson, walau Leo lebih sering dan hal tersebut membuat Jack iri.
Mendengar perkataan atasannya mata Jack berbinar. "Ya, aku tentunya mau menggantikanmu," jawab Jack kelewat bersemangat, kapan lagi coba bisa makan siang dengan orang kaya? Rekan bisnis dari Jerman ini adalah seorang wanita muda dan cantik. Wah ... Itu adalah kesempatan langka bagi Jack.
"Bagus, aku suka orang sepertimu, Jack. Kalau begitu—" perkataan Wilson berhenti guna melirik rolex yang melingkar di tangan kirinya. "—aku akan pergi sekarang," lanjutnya. Tidak membenarkan kemejanya atau memakai kembali jas hitamnya, Wilson langsung pergi begitu saja dari ruangannya.
Wilson tidak risih dengan tatapan lapar dari pegawai wanita di kantornya. Wilson dengan dua kancing teratas kemeja yang terbuka sukses membuat aura manly nya semakin menguar. Tanpa diketahui, para karyawannya sudah mencap atasannya itu sebagai pria paling hot di kantor. Sudah punya istri saja masih didekati, apalagi jika Wilson masih sendiri? Mungkin banyak wanita yang berbondong-bondong mengantarkan CV-nya ke kantor ini saat website resmi mengeluarkan statement tentang perekrutan karyawan baru.
Seperti sudah hapal dengan seluk beluk gedung kantornya, dengan mata yang fokus pada layar pada ponsel, kaki pria tersebut tetap saja melangkah. Dan kemudian, ia segera memasukkan kembali ponselnya ke saku celana dan beralih mengambil kunci mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments