Part 5

Veila tidak memesan kopi, tetapi kenapa Tuhan memberinya americano?

Lahir tanpa tahu siapa ayahnya, ditinggal selamanya oleh sang ibu ketika ia masih butuh sandaran, diperlakukan kasar oleh sang ayah tiri, ditipu oleh cinta picisan Charlie brengsek, hingga akhirnya ia terjebak di rumah mewah ini dan sebentar lagi 'akan' menjadi mesin pencetak keturunan keluarga Hovers. Kenapa harus americano? Kenapa tidak yang lebih sedikit manis, semacam macchiato? Oh Tuhan, Veila sudah muak dengan hidupnya.

Pernah, di suatu hari, di mana saat itu ia belum dipertemukan dengan pria tampan, tetapi berhati iblis—Charlie—dirinya sempat memikirkan untuk mengakhiri hidup dengan cara menceburkan diri ke dalam sungai. Katakan saja ia hendak melompat dari sebuah jembatan guna menenggelamkan dirinya ke dasar sungai berair dingin dan beriak tenang. Ia berpikir seperti itu karena dirinya benar-benar sudah muak dengan kehidupannya. Apalagi sewaktu itu ia baru tamat SHS, tengah berada pada masa-masa labil.

Ayah tirinya sama sekali tidak berguna. Bukan, Veila sama sekali tidak bermaksud mengatai ayah tirinya adalah seseorang yang tidak pantas diberi kehidupan, tetapi ia berkata seperti itu karena memang sifat ayah tirinya benar-benar menggambarkan sebuah kehidupan yang sia-sia. Seharusnya, semenjak ibunya meninggal, sang ayah harusnya mengambil tanggung jawab penuh terhadap Veila, seperti menjaganya, merawatnya dengan baik, dan memberinya biaya hidup. Biarpun hanya diberi nasi sepiring dalam sehari, Veila sudah sangat bersyukur.

Namun, yang ada, ayah tirinya malah makin bersikap kelewatan. Menampar, menggebuk, menarik, hidup Veila benar-benar dipenuhi dengan kekerasan fisik serta pemerasan. Jika bisa, Veila ingin memutar balikkan waktu dan tidak mengizinkan mamanya menikah dengan ayah tirinya. Namun, begitulah kehidupan. Skenario tak bisa ditebak karena yang kita lakoni adalah sebuah balasan atas pilihan hidup. Ya, kita hidup dikelilingi oleh pilihan dan didesak oleh keputusan. Karenanya, setiap manusia harus berhati-hati dalam mengambil keputusan dan melingkari skenario hidupnya sebab hal tersebut pasti akan berpengaruh di masa depan.

Seperti Veila, ia salah dalam menentukan pilihan. Eh, tidak salah, ia hanya keliru. Ia hanya ingin melihat ibunya bahagia dengan menggandeng seorang pasangan hidup, tetapi pilihan ibu dan dirinya salah total. Sang ayah tiri, bukanlah seorang superhero yang kelewat baik. Ayah tirinya adalah seorang monster yang tersembunyi di balik topeng keramahan palsunya. Persis seperti Charlie, si iblis yang bersembunyi dibalik topeng malaikat.

Tes

Tes

Tes

Kedua mata Veila sama sekali tidak berkedip dan berpaling. Ia masih melihat rintik hujan yang turun dari balik jendela. Tidak deras, tetapi sukses membuat genangan air di tanah serta menciptakan embun di jendela.

... ...

... ...

... ...

Pihak kedua diberi waktu minimal satu tahun untuk menghasilkan keturunan.

Pihak kedua akan diberi sejumlah uang, rumah, juga fasilitas lainnya jika berhasil memberi keturunan untuk keluarga Hovers.

Pihak kedua tidak diizinkan pergi meninggalkan mansion ini tanpa persetujuan pihak pertama.

Pihak kedua sudah menjadi milik pemerintah hak kedua seutuhnya. Berani melawan, akan terkena sanksi.

... ...

... ...

... ...

Veila memperhatikan kembali sepuluh poin kontrak yang tertera di atas sebuah kertas bermaterai tersebut. Kenapa kisah hidupnya sudah seperti dunia fiksi yang dibuat oleh para penulis novel best seller? Begini, jikapun Veila dilahirkan sebagai salah satu tokoh novel yang hidupnya melarat, maka ia akan memohon pada author untuk memberikan secuil kebahagiaan dalam hidupnya—seperti kisah cinta yang berakhir happy ending.

Berbicara tentang kisah cinta, Veila hanya pernah satu kali menepikan kapalnya, yaitu pada pelabuhan seorang Charlie.

Seumur hidupnya, itu kali pertama jantungnya berdegup kencang saat pandangan mereka saling bertatapan. Namun, sayang sekali, pria itu hanya mempermainkan perasaannya, membuatnya kapok untuk jatuh cinta dan tidak tertipu oleh paras tampan.

Visualnya boleh dikatakan baik, sangat baik malahan, tetapi hal tersebut belum tentu mempengaruhi sifatnya. Siapa tahu sifatnya berlawanan dengan visualnya, kini Veila berpikir seperti itu.

Orang tampan belum tentu hatinya juga tampan, sama halnya dengan seseorang bertampang pas-pasan yang belum tentu hatinya berkata sama dengan visualnya.

Dulu sekali, sebelum tidur dan hanya berbekal pencahayaan dari sebuah lilin, ibunya selalu menceritakan sebuah dongeng. Tanpa buku, ibunya sudah hapal dengan cerita-cerita turun-temurun yang akan selalu dikenang dan ditonton oleh para anak kecil. Snow white, little mermaid, Cinderella, sampai dengan Beauty and The Beast sudah pernah ibunya ceritakan.

Veila senang dan berkata jika besar kelak ia ingin kisah hidupnya seperti salah satu dongeng tersebut, bertemu pangeran dan berakhir happy ending.

Namun, kenyataannya? Yang ada ia dijebak oleh seseorang pria yang sudah ia anggap sebagai pangerannya sendiri, membawanya ke dalam kubangan hidup yang semakin sulit, menyebabkan Veila benar-benar frustrasi.

Tidak mau terlalu banyak berharap pada hidupnya yang pahit ini, yang Veila inginkan hanyalah satu, yaitu kebahagiaan kecil. Setidaknya Veila ingin sekali saja tertawa tanpa beban, melanjutkan hidup dengan santai, dan mati dalam damai. Namun sepertinya, ia tidak akan pernah mengenyam kebahagiaan lagi karena kontrak gila ini.

Bersamaan dengan berhentinya hujan, pintu kamarnya terbuka. Veila menoleh, mendapati seorang pria bersetelan jas hitam dengan formalnya berjalan mendekat. Bukan si pria yang memberikan kontrak, tetapi pria lainnya yang berambut cokelat muda. Sebelum berhenti tepat di belakang Veila, pria tersebut sudah terlebih dahulu meletakkan paper bag branded di atas kasur berukuran King size tersebut.

"Bersiaplah, satu jam lagi kau harus ikut Wilson ke rumah orang tuanya." Leo, pria tersebut membuka suaranya, melihat Veila sekilas dan menunggu balasan wanita malang tersebut.

Sedikit terkejut, Veila pun balik bertanya tanpa melihat Leo. "Untuk apa?" Pertanyaan singkat yang membuat Leo menjawab dengan cepat.

"Mengenalkanmu pada orang tuanya."

Itu jawaban Leo, berhasil membuat Veila berpikir keras. Untuk apa mesin pencetak keturunan sepertinya dikenalkan kepada keluarga besar Hovers?

"Tunggu, aku tidak mengerti maksud perkataanmu. Mengenalkanku pada orang tuanya? Untuk alasan apa? Kurasa aku tidak ada hubungannya dengan semua itu." Pertanyaan bertubi-tubi sukses Veila lontarkan dengan kepala yang kini sudah tertoleh dan pandangan yang terkunci pada Leo sepenuhnya.

"Wilson belum mengatakannya? Atau kau yang berpura-pura bodoh di hadapanku? Bukankah kalian berdua akan menikah?" tanya Leo, kini giliran ia yang bingung. Seharusnya wanita ini sudah tahu tentang rencana Wilson. Ah, Leo tebak, Wilson Alexander Hovers enggan mengatakan itu karena merasa berat dengan pada pernikahan tidak diinginkan ini. Wajar, Wilson Hover sangat mencintai Maureen Cruz lebih dari apa pun, karena itu Wilson tidak berani mengucapkan kata 'menikah' sampai detik ini. Dia tidak benar-benar bisa menduakan Maureen.

Kedua mata Veila membesar sempurna. Rasanya kedua bola mata tersebut hampir keluar dari matanya. Kaget karena ucapan Leo yang tak sepenuhnya ia bisa percayai. Jika harus menikah, kenapa itu tidak tertera pada kontrak?

"Jangan bohong. Aku sama sekali tidak menemukan kata itu dalam kontraknya," desis Veila masih tidak mempercayai Leo.

Mendengar itu, Leo menghela napasnya sebentar. Veila tidak percaya akan kata-katanya karena Wilson tak menyertakan hal tersebut dalam poin kontrak.

"Aku kaki tangannya Wilson, mana mungkin aku berbohong? Jika pun berbohong, apa untungnya untukku?" cerca Leo dan Veila langsung terdiam.

Benar juga, apa untungnya Leo melakukan sebuah kebohongan di siang bolong seperti ini? Toh, berbohong tidak akan menambahkan pendapatannya.

Leo mengangkat tangan kanannya, melirik arlojinya sekilas. Sudah pukul tiga lewat sepuluh menit, Veila harus segera bersiap jika tidak ingin dimaki Wilson karena ketidakdisiplinannya.

"Segeralah bersihkan diri dan ganti pakaianmu. Salah satu pelayan akan membantu menata penampilanmu nanti." Itu kalimat terakhir Leo sebelum akhirnya Veila kembali ditinggal sendiri di kamar yang luas ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!