Asmara Jodha Syifa

Asmara Jodha Syifa

Tugas Bidan

Bruk!

Syifa melemparkan dirinya ke atas ranjang empuk miliknya. Matanya ingin terpejam walau hanya sesaat. Sungguh kenikmatan yang tiada tara dan sudah lama dia rindukan. Kesempatan untuk bisa menikmati waktu senggangnya untuk memanjakan dirinya sendiri.

Sudah hampir satu tahun dirinya tidak bisa menikmati kebebasan itu. Pandemi yang tidak kunjung usai adalah penyebab hilangnya kenikmatan itu. Ya, Syifa adalah seorang tenaga medis. Lebih tepatnya profesinya adalah seorang bidan di kota Ketapang, Kalimantan Barat.

Setiap hari dirinya harus berangkat kerja ke puskesmas. Hari liburnya kini digunakan untuk melakukan tracing pada penduduk yang dicurigai menjadi penyintas Covid-19. Apalagi dengan varian baru yang kini lebih ganas, hanya berpapasan saja bisa tertular. Semakin membuat dirinya tidak memiliki waktu untuk menikmati hari liburnya. Mau bagaimana lagi? Protes? Tidak akan bisa, itu sudah peraturan pemerintah. Lagipula, itu adalah tugasnya. Syifa hanya bisa mensyukuri itu semua tanpa mau mengeluh.

Banyak masyarakat membutuhkan tenaganya. Dia sangat ingat dengan sumpah jabatannya, yaitu menolong semua yang ada di maya pada.

"Empuk banget, Ya Allah ...." Syifa mengusap-usap samping ranjangnya yang kosong dengan senyum mengembang.

"Hmm ... tidur bentar bisa kali, ya?" gumamnya pada dirinya sendiri.

Nama lengkapnya Syifa Zahratus Sita. Dia adalah seorang bidan PNS. Sebenarnya asalnya adalah dari Jepara. Dia lahir dan besar di kota yang merupakan kelahiran Ibu Kartini. Iseng-iseng berhadiah saat ada seleksi CPNS, dia memilih kota Ketapang, Kalimantan Barat yang saat itu membutuhkan lima bidan. Sudah hampir tiga tahun dirinya menjadi penghuni kota Ketapang, mencoba akrab dengan kebiasaan yang terjadi disana.

Rumahnya berhadapan dengan rumah dinas Kodim, kata lainnya adalah seberang jalannya. Dia juga membuka praktik sendiri di rumahnya. Dia tinggal seorang diri, merupakan gadis yang mandiri tapi agak tertutup jika menyangkut masalah pribadi.

Usianya sekarang menginjak 29 tahun. Usia yang sangat matang untuk membangun rumah tangga, bukan? Begitulah masyarakat memberi patokan. Tapi tidak berlaku untuk dirinya, dia memiliki satu prinsip. Prinsip yang saat ini selalu dipegangnya teguh. Dia akan menikah dengan orang yang selalu membuatnya jatuh cinta setiap hari.

Drrttt ....

Getaran ponsel yang berada di dalam tasnya membangunkannya. Syifa merogoh tasnya dan mengangkat panggilan itu. Tanpa melihat siapa yang menelponnya.

"Assalamualaikum, bantuin kakak, Fa. Ada partus buka delapan G3P1A1," seru suara seorang perempuan dari ujung telepon itu.

Dia adalah Rani, seorang bidan yang merupakan senior Syifa di puskesmas. Rani adalah penduduk asli Ketapang, sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak perempuan berusia sekitar 3 tahun. Suaminya seorang perawat di RSUD Kota Ketapang.

"Waalaikum salam. Oke kak, Syifa berangkat sekarang," ucapnya lalu bangkit dan merapikan diri di depan cermin.

"Kakak tunggu, oh ya tolong bawakan kakak abochate ukuran delapan belas. Punya kakak habis punyamu ada, kan?"

"Ada tenang aja, stok banyak. Asal diganti aja. Ha-ha-ha. Bercanda kak Ran, Syifa tutup teleponnya, ya?"

"Iya, hati-hati di jalan." Pesan Rani pada Syifa.

Syifa mengambil pesanan Rani dan segera keluar dari rumahnya. Menaiki motor matic kesayangannya itu dan mulai melaju di jalanan. Sedikit menambah laju motor agar tak terlambat sampai di rumah Rani.

Dia ingat sekali dengan perkataan Rani, bahwa pasiennya G3P1A1. Itu bisa jadi pembukaannya akan berjalan lebih cepat. Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit Syifa tiba di rumah bercat abu-abu itu.

Dia segera mengucapkan salam dan masuk seperti biasanya.

"Assalamualaikum," ucapnya sembari menuju wastafel. Mencuci tangan pakai sabun enam langkah sesuai anjuran WHO.

"Waalaikum salam," jawab Rani memberikan celemek dan APD untuk Syifa.

Di masa pandemi ini, hanya sedikit bidan yang masih mau menerima persalinan di rumah. Dengan catatan wajib menerapkan protokol kesehatan. Penggunaan APD yang sangat lengkap dibanding sebelumnya menjadi pembeda yang sangat mencolok untuk saat ini.

Selain itu pasien yang hendak melahirkan wajib untuk tes rapid antigen minimal satu kali 24 jam. Jika hasilnya positif, maka bidan perlu melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. Bukan apa-apa, itu semua demi keselamatan ibu dan bayinya juga.

"Hasil antigennya negatif, Insyaallah bisa lahir normal, Fa." Rani menunjukkan hasil tes rapid antigen itu pada Syifa.

Syifa mengangguk sambil bersiap memakai baju hazmat, kacamata google, masker dua lapis, sarung tangan steril dua lapis, dan sepatu boot. Jangan ditanya panasnya seperti apa, tapi inilah salah satu bentuk ikhtiar mereka untuk melindungi pasien, keluarga, dan diri sendiri tentunya.

Seperti biasa Syifa akan menyapa pasien itu terlebih dahulu. Menanyakan perasaannya saat ini, dan memberikan semangat untuk berjuang bersama.

"Sore Bu Nia, saya bidan Syifa temannya bidan Rani. Gimana perasaannya, nih? Wah, nambah momongan lagi nih. Bahagia? Sudah tidak sabar, ya?" sapanya pada pasien dengan senyum mengembang di balik masker.

"Sore bu Syifa, senang bu bidan, sudah tidak sabar lagi. Anak saya yang pertama sudah pengen ikut kemari, tapi dilarang sama neneknya."

"Alhamdulillah, saya juga tidak sabar mau ketemu dedek bayinya. He-he-he. Bapak nanti saat Bu Nia kencang-kencang punggungnya dielus ya, Pak. Ditawari makan dan minum juga, nanti pokoknya semangat, ya?"

"Harus semangat, dong! USG nya cowok, nih!" timpal Rani.

"Semoga benar ya bu Rani, saya sudah tidak sabar!" seru suami bu Nia.

Rani memasang infus terlebih dahulu. Agar jika ada kegawatan mereka bisa langsung memperbaiki keadaan umum pasiennya. Baru lima menit berlalu, bu Nia sudah merasakan tanda-tanda dirinya akan melahirkan. Dia seperti orang ingin buang air besar.

"Bu bidan, saya sudah ingin buang air besar!" serunya membuat Rani dan Syifa terperanjat dari duduknya.

Rani melakukan pemeriksaan dalam ketika kontraksi itu berakhir. Memastikan bahwa rahim telah membuka sempurna.

"Lengkap, Fa. Ketubannya masih utuh, kakak pecah saja, deh!" Syifa mengambilkan peralatan persalinan dan dibawa mendekat ke arah Rani.

Saat di sela-sela kontraksi yang melemah, Rani memecah kulit ketuban.

Pyok!

Suara ketuban yang pecah terdengar di telinga keduanya. Rani menilai jumlah, warna, dan bau air ketuban itu. Lalu menyampaikannya kepada pasien dan keluarga.

Rani mulai memimpin persalinan, "Tarik napas dalam dulu, nanti saat ingin mengejan langsung tekan di bawah sini"

Bu Nia mengikuti instruksi bidan Rani. Saat mengejan untuk yang ketika kalinya kepala bayi sudah keluar sempurna. Rani mengarahkan Bu Nia untuk bernapas seperti orang yang kepedasan. Rani melakukan sangga susur dan melahirkan secara sempurna bayi mungil itu.

"Alhamdulillah, laki-laki jam 16. 35 WIB." Syifa menyuntikkan oksitosin untuk merangsang kontraksi tepat satu menit setelah bayi lahir.

Rani memotong tali pusat bayi laki-laki tersebut tepat saat dua menit pertama kehidupannya di luar rahim. Syifa mengambil bayi itu. Membersihkan bagian kepala dari cairan ketuban dan meletakkannya di atas perut ibu antara payu dara ibu.

Merangsang bayi tersebut agar bisa mencari pu ting sendiri. Syifa memakaikan topi bayi dan handuk kering pada bayi itu. Rani berfokus pada ari-ari yang masih di dalam rahim. Sedangkan Syifa menyiapkan keperluan untuk bayi.

Setelah lima menit barulah ari-ari itu keluar secara utuh dan lengkap. Rani memeriksa kelengkapan ari-ari itu.

"Pak, istrinya dikasih selamat, dong!" kata Syifa membuyarkan lamunan suami bu Nia.

"Selamat ya, Bu. Anak kita laki-laki. Terima kasih sudah mengandung dan melahirkan anak kita, Bu. Pengorbananmu tidak bisa digantikan oleh apapun. Terima kasih, Bu!" ucap suami bu Nia penuh haru.

Membuat Syifa menyunggingkan senyum di balik masker dobel itu. Rani pun ikut tersenyum menyaksikan keharmonisan keluarga pasiennya.

"Kenapa, Fa? Ingin?"

"Ih, kakak ...."

"Ha-ha-ha, ya nggak papa kalau ingin. Cari suami dulu sana!"

"Oh, Bu Syifa masih lajang?" tanya suami bu Nia yang ikut nimbrung dalam percakapan itu.

"Iya pak, dia masih lajang. Tahu tuh nunggu apa. Nunggu siapa sih, Fa? Yang dulu nggak usah diingat terus, dong," sungut Rani mengompori Syifa.

"Ih, yang dulu siapa? Mulai deh," kata Syifa sebal dengan pembahasan itu.

Iya, dia akan menikah. Nanti, tunggu. Tunggu sampai orang yang berhasil membuatnya jatuh cinta setiap hari itu datang padanya.

Syifa mengambil bayi laki-laki itu dari perut ibunya. Menimbang, mengukur panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada. lalu membungkus tali pusat itu dengan kassa kering yang steril.

Syifa tidak memandikan bayi itu, karena sesuai prosedur, bayi bisa dimandikan setah lebih dari enam jam. Syifa memakaikan bayi itu baju. Menyuruh suami bu Nia untuk mengambil wudhu agar dapat mengadzani anaknya.

"Beratnya tiga ribu gram persis, panjangnya 52 senti meter. Lingkar kepalanya 31 senti meter. Lingkar dadanya 33 senti meter, gerakan aktif."

Persalinan kali ini lancar. Pasien tidak mengalami kesulitan saat proses melahirkan. Bayi juga sehat. Syifa dan Rani mendokumentasikan persalinan itu dalam bentuk laporan ASKEB. Sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.

**

Tugas bidan menolong setiap wanita yang ada di mayapada. Mayapada artinya semesta. Bekerja tanpa mengenal waktu. Meski pandemi menyerang, itu bukan sebuah alasan kami berhenti. Bukan tanda jasa yang kami ingin, semua hanya ikhlas adanya. Jaya selalu profesiku, aku bangga menjadi Bidan Indonesia. Cintai profesi kalian, karena buah dari rasa cinta adalah memiliki dan kebahagiaan.

Hymne IBI

Setiap waktu ku berjuang untuk kemanusiaan

Itu semua tugasku an tak mengenal waktu

Berat serasa ringan tugas seorang bidan

Ku tak ingin tanda jasa, semua hanya ikhlas adanya

Ikatan bidan Indonesia berazas pancasila

Seluruh jiwa dan ragaku demi bahagia seluruh bangsaku

Terpopuler

Comments

Nuris Wahyuni

Nuris Wahyuni

waa lengkap sekali mantap kayaknya memang nakes betul👍 lengkap Sampek detil laporan partesnya ,skg kan gak blh lg 4tgn hrs 6tgn ,trus klau blh tambahan abocat memang blh pakai yg no18 tp lebih baik klau mau partes pakai yg no 16 biar tambah lancar klau ada apa2,tu askepnya partograf jg LP semangat bubidan Syifa n bidan Rani 💪💪👍

2022-12-06

1

Nii

Nii

hhh

2022-09-30

1

rini_adirini

rini_adirini

baru mampir mak

2022-08-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!