Es Lilin

Jodha menoleh dan menjawab salam itu. Syifa tidak tahu harus mengatakan apa setelah salam itu dijawab oleh lelaki berseragam loreng itu. Sang pria terkejut mendapati pujaan hati ada di depan rumahnya.

"Seorang lelaki seharusnya bersikap lebih dewasa jika ada masalah dengan wanita. Jangan main mendiamkan saya tanpa mengatakan apa kesalahan yang telah saya lakukan." Syifa melipat tangan di depan dada.

Jodha mengulum bibirnya, menggaruk tengkuk dan tersenyum. Ah, sungguh senyum itu terlalu manis hingga membuat pipi Syifa memanas. Wanita berhijab hitam itu segera mengalihkan pandangannya, takut jika dia melihat terus menerus senyum itu ia menjadi pengidap diabetes.

Senyum Jodha memang sangat memikat hatinya. Sama seperti saat mereka pertama kali bertemu, Jodha menunjukkan senyum termanis itu. Gelenyar itu menyapa Syifa lagi.

"Duduk di teras nggak papa?" tanya Jodha.

Syifa mengangguk malu. Lalu keduanya duduk di kursi yang ada di teras rumah. Wanita itu memberikan barang bawaannya pada Jodha. Lelaki itu penasaran dengan isinya, segera ia membuka. Lalu dia tertawa, pasti Dini yang memberitahunya.

"Makasih lah ...," ucap Jodha tersenyum sembari membuka ikatan es lilin pisang itu.

Bukan untuk dia makan, tapi menyodorkannya pada Syifa. Wanita itu tersanjung sekali dengan bahasa tubuh Jodha.

"Same-same. Sudah tidak marah lagi ke?" tanya Syifa.

Jodha menoleh dan menggigit es yang dingin itu. Wah ..., rasa manisnya pas. Perpaduan manis buah dan tambahan gula terasa nikmat sekali di mulutnya. Ah, dia mengingat kemarin Syifa berbelanja di pasar dan membawa buah pisang.

"Kemarin belanja untuk Abang ke?" tanya Jodha sambil menikmati es lilin itu.

"Jawablah dulu pertanyaan Syifa, Abang masih marah ke?"

Jodha menggelengkan kepala, "Abang nggak marah ke Adik, cemburu sih iya."

Syifa melirik Jodha saat dia menyatakan bahwa ia sedang cemburu. "Syifa nggak ada hubungan apapun dengan Irul."

Jodha mendapatkan angin segar. Tanpa harus mencari tahu kebenaran itu datang dengan sendirinya. Syifa seperti menjawab perasaannya yang masih belum tersampaikan.

"Dan Abang nggak suka dia menjelek-jelekkan Adik di depan Abang, mengatakan seakan-akan kamu itu wanita gampangan yang dengan mudah nemplok sana-sini."

Syifa tidak mengerti ucapan Jodha. Apa maksudnya dengan dijelek-jelekkan? Lelaki itu memberitahu tentang ucapan Irul. Wanita itu sangat kecewa mendengar cerita itu. Tega sekali menjelek-jelekkan orang dengan cara merendahkan harga dirinya.

"Sibuk apa sekarang?" Jodha sudah tidak mau membahas lagi masalah kemarin. Kesempatan yang langka bisa duduk berdua dengan Syifa tanpa adanya gangguan harus digunakan dengan sebaik mungkin.

"Vaksinator. Hmm ..., kapanlah pandemi berakhir?" tanya Syifa menatap langit cerah sore itu.

"Tak tahu, kalau kamu tanya kapanlah kita ke pengajuan, Abang akan segera melalukannya," jawab Jodha mantap sambil menikmati wajah ayu tanpa polesan makeup itu.

Syifa menoleh dan beradu pandang dengan lelaki berbaju loreng itu. Beberapa detik mereka hanya diam, lalu sang wanita menundukkan pandangannya.

"Adik nggak mau serius dengan Abang kah?" tanya Jodha sangat menginginkan jawaban.

"Ha? Abang sedang melamar ke?" goda Syifa tidak tahan untuk menahan tawa karena senang.

Jodha tertawa dan mengangguk. Aduh, Syifa salah mengira. Lelaki itu benar melamarnya. Sangat serius ingin menghalalkannya. Tapi, secepat itukah?

"Berikan Abang kesempatan untuk mengisi hatimu. Percaya atau tidak, selama dua tahun Abang bertugas, selalu namamu yang ku langitkan. Tidak pernah barang sedetikpun wajahmu lepas dari otak ini. Sampai Abang dibilang orang gile, cinta buta. Kata mereka, tidak mungkin hanya karena luka di kepala bisa menjadi jatuh cinta. Tapi itu memang terjadi pada Abang."

Jodha kembali menggigit es lilin itu. Fiuh, satu beban yang dia pendam selama ini akhirnya terungkap. Ia lega bisa mengutarakannya pada Syifa, wanita yang selalu merajai hatinya.

Jika saat ini ada cermin, Syifa pasti terlihat sangat malu. Wajahnya merona merah, telinganya memanas karena ungkapan cinta dari Jodha. Sekarang dia bingung harus menjawab apa. Bolehkah dia meminta waktu untuk berpikir?

Namun, kenapa harus berpikir lagi? Bukankah selama ini dia memang merasakan getaran yang aneh di dalam hatinya ketika bertemu dengan Jodha? Mungkin untuk meyakinkan perasaan itu lagi.

"Abang ..., apa yang membuatmu jatuh cinta dengan Syifa?" tanya wanita itu dengan percaya diri.

"Hatimu selalu menampakkan ketulusan. Kamu perlu waktu untuk berpikir?" tanya Jodha sudah tidak sabar ingin segera mendengar jawaban dari Syifa.

Bagaimana ini? Syifa bimbang harus langsung menjawab atau mengulur waktu lebih lama untuk mengetahui perasaan Jodha.

"Abang tunggu, dan jika kamu sudah siap berikanlah pesan agar hati kita saling mendekat," ucap Jodha.

Romantis sekali pria satu ini. Selalu mengatakan suatu hal yang membuat Syifa tenang dan melayang. Wanita itu benar-benar jatuh dalam palung hati Jodha. Inikah cinta?

Mereka menikmati suasana sore dengan memakan es lilin itu. Dalam diam tenggelam dalam pikiran masing-masing. Semburat jingga membuat Syifa harus beranjak dari duduknya. Sebentar lagi pasti masuk waktu maghrib.

Seakan tahu kemana langkah Syifa akan pergi, lelaki itu izin menyimpan sisa es lilin ke dalam kulkasnya dahulu.

"Abang antar sampai depan rumah, jangan sampai kamu digoda oleh kawanan Abang tuh, nggak bakalan ikhlas!" kata Jodha sambil menyunggingkan senyum.

"Dulu sebelum Abang pulang, Syifa selalu digoda oleh mereka. Katanya ada yang menitipkan salam dari pemilik rindu. Abang yakin dengan kata tidak ikhlas?" Syifa memutarbalikkan ucapan Jodha sambil berjalan.

Jodha tergelak mendapati pertanyaan itu. Baiklah dia akui, para temannya memang selalu usil dengan Syifa karena dia pernah menitipkan salam pada Bang Burhan.

"Besok Abang kasih mereka pendidikan, Dik. Berani sekali menggoda calon istriku!"

Mata Syifa langsung membelalak lebar. Calon istri? Hei, dia saja belum menjawab pernyataan cinta itu. Kenapa lelaki ini sangat percaya diri bahwa dirinya juga memiliki rasa yang sama terhadapnya?

"Kenapa? Tidak senang, kah?" tanya Jodha.

"Ha? Apanya?" tanya Syifa berlagak polos.

"Ih, berlagak pula dia tak dengar. Abang ni sebenarnye dah tahu dah jawaban Adik nin. Cume Abang nak, Adik sendiri lah yang jujur same Abang." Jodha berjongkok mengambil sampah yang berserakan di jalan. (Ih, berlagak juga dia tidak dengar. Abang ini sebenarnya sudah tahu jawaban Adik. Cuma Abang ingin, Adik sendiri yang jujur dengan Abang.)

Saat melewati pos penjagaan, jadilah kedua insan itu menjadi bulan-bulanan para tentara. Wajah keduanya memanas dan menampakkan semburat jingga seperti milik sang langit. Syifa ingin berlari dan masuk ke rumahnya secepat kilat.

"Cie-cie-cie ..., akhirnya ..., langkahku dan langkahmu menjadi satu irama. Akan kubawa dikau menuju bahtera rumah tangga. Wahai bidan Syifa, terimalah aku sebagai calon imammu, calon bapak dari anak-anak kita nanti ...." Bang Burhan menyuarakan puisi itu dengan penuh senyuman.

Jodha hanya bisa tertawa dan geleng kepala. Dia merasa menjadi anak remaja lagi. Syifa dan Jodha menyeberang jalan.

"Fiuh ..., lega akhirnya sampai rumah. Ih, Abang tuh cerita sama satu Kodim atau bagaimana sih? Kenapa semuanya bisa tahu tentang perasaan Abang ke Syifa? Malu tahu, Bang!" Syifa mengipaskan tangannya ke wajah.

Jodha hanya tersenyum dan melihat wajah itu. Lucu sekali, terlalu gemas untuk tidak diabadikan. Secepat kilat tangan Jodha mengambil ponsel dan memotret wajah Syifa.

"Masuklah, masih ingin digoda sama mereka?" tanya Jodha yang melihat Syifa masih tetap diam.

"Hish, bukan! Usah marah lagi ye, Bang. Syifa minta maaf kalau memang salah." Entah ada angin apa, wanita itu masih tidak rela momen kebersamaannya usai.

Jodha mengangguk. "Cemburu Abang dah padam karena es lilin spesial dah. Abang boleh pamit?" Jodha pamit karena sedari tadi kawanannya melonglong seperti serigala kelaparan.

Syifa mengangguk. "Hati-hati, Abang."

Jodha tertawa, hanya pulang ke rumah dinas diberikan pesan hati-hati. Itu terlewat spesial bagi lelaki itu. "Assalamu'alaikum, Sayang."

Wanita itu kembali membelalakkan matanya. Mulut Jodha seenaknya memanggil dia, tapi jujur saja wanita itu senang karena romantisme Jodha.

"Wa'alaikum salam, Abang." Syifa masuk ke dalam rumah dan siap membuka praktik.

Sudah? Tidak penasaran lagi? Hari ini othor mau ke jogja. Ada yg rumahnya sana? Ketemuan yuk di malioboro.

Terpopuler

Comments

Tata google

Tata google

bahasanya kayak upil dan ipin ya. /CoolGuy/

2024-11-13

0

rorosableng

rorosableng

walaikumsalam bang.. 😘😘😘😘

2024-05-02

0

Rina Wati

Rina Wati

bang jodha maniis bangeet siih..

2022-10-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!