Syifa menjadi kikuk dan bingung harus bersikap bagaimana. Entahlah, dia tidak siap dengan kedatangan Jodha. Yang tiba-tiba saja muncul di hadapannya, tanpa kabar apapun sebelumnya. Seperti pesan Jodha dulu, dia akan menemui Syifa tanpa kabar apapun.
Jodha berjalan mendekatinya. Lalu menurunkan maskernya hingga ke dagu. Membuat wajahnya terlihat jelas dengan ketampanan yang meningkat sepuluh kali lipat. Syifa menatapnya lekat-lekat. Membuat gelenyar itu semakin terasa di seluruh tubuhnya.
Mita melihat name tag itu. Dan otaknya yang cerdas langsung merespon dengan cepat. Mita merebut kunci rumah dari tangan Syifa, dan dengan cepat meninggalkan mereka. Dia mengintip di balik gorden sambil merekam adegan pertemuan mereka berdua.
Jodha tersenyum sambil menenteng helm miliknya. Mengucapkan salam untuk wanita yang selalu ingin dilihatnya. Sungguh, ini adalah senyum termanis yang pernah Syifa lihat. Lengkungan yang dibentuk sudut bibir itu sangat berbeda.
"Assalamu'alaikum," ucap Jodha.
Sungguh, Syifa ingin sekali menjawab salam itu. Entah kenapa, lidahnya menjadi kaku. Membuka mulutpun serasa tidak mampu ia lakukan. Dia mencoba tersenyum senatural mungkin agar tidak terlihat gugup, tapi sayang usahanya gagal.
Jodha menangkap kegugupan itu dengan sangat jelas. Dia membalas senyuman Syifa. Ingin menggoda Syifa tapi takut jika nanti wanita itu akan semakin menjauh darinya.
"Wa-wa'alaikum salam," jawab Syifa sangat gugup.
Mereka sama-sama diam. Tidak tahu kalimat apa yang tepat untuk menyambung obrolan selanjutnya. Jika Syifa bisa berlari, maka saat ini dia akan lari dengan sangat kencang dan membuang rasa gugupnya. Jangankan untuk lari, hanya untuk tersenyum saja dirinya merasa ada masker kering yang menempel di wajahnya. Sangat keras dan bisa membuat masker itu retak.
Jodha berhati-hati dalam memilih kalimat. Dia tidak mau salah lagi dan membuang kesempatan yang ada. Dia menyusun kalimat dengan apik sebelum akhirnya mengucapkannya. Alih-alih mengucapkan kalimat yang telah disusunnya, dia malah dengan sederhana menanyakan kabar Syifa. Otak dan mulutnya perlu diberi pelajaran agar selalu kompak saat berhadapan dengan Syifa.
"Apa kabar?"
"Apa kabar?"
Mereka mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan. Yang dibalik gorden pun tertawa cekikikan dengan terus merekam mereka. Wajah Syifa menjadi memanas. Sekarang, pipinya dijalari semburat merah muda. Untung saja dia masih memakai masker, jadi Jodha tidak begitu menyadarinya.
Jodha tersenyum mendengar pertanyaan itu. Artinya masih ada harapan untuk mendekati gadis pujaannya itu.
"Baik,"
"Baik."
Lagi-lagi mereka mengucapkannya secara bersamaan. Mereka sama-sama tersenyum dan kembali terdiam. Memikirkan apa lagi yang harus diutarakan. Tiba-tiba saja deru motor membuyarkan pikiran mereka. Jodha dan Syifa sama-sama menoleh untuk melihat siapa yang datang.
Mita memutar bola matanya malas dan berdecak dari dalam rumah. Hatinya merutuki pria yang datang di waktu yang salah. Membuat suasana romantis itu menguap dibawa kabur oleh hembusan angin.
"Assalamu'alaikum," sapa Irul dari atas motor.
Mereka semua menjawabnya, "Wa'alaikum salam."
Jodha dan Irul saling bertanya dalam hati, siapa dia? Mita segera keluar dan melakukan perannya. Dia tidak ingin sahabatnya itu kehilangan momen bersejarah itu.
"Mau nganter pesenan obat, kah?" tanya Mita tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Syifa.
"Tadak, cuma mau lihat dik Syifa aja. Kebetulan pas lewat sini," terang Irul.
Telinga Jodha sangatlah berfungsi dengan baik. Semua ucapan Irul dengan perlahan masuk dan disaring untuk diteruskan ke otaknya. Panggilan spesial Irul untuk Syifa begitu mengganggunya. Ada hubungan apa mereka?
"Maaf, Syifa lagi nggak bisa diganggu. Kami bertiga akan rapat koordinasi untuk pelaksanaan tracing di desa X." Mita berharap Irul segera pergi dari rumah Syifa.
Sedangkan Jodha dan Syifa hanya bingung mendengar alasan yang diucapkan Mita. Rapat koordinasi? Yang benar saja! Jodha baru saja kembali dari satgas luar negerinya. Dia belum mendapatkan tugas apapun.
"Aku nggak lama kok, cuma mau ngobrol bentar je. Dik, bise kan?" Irul menatap penuh harap pada Syifa.
Jodha tahu diri. Mungkin kesempatannya sudah hilang begitu saja. Mungkin dia kalah start. Dan mungkin tadi, Syifa hanya menunjukkan keramahan sebagai tuan rumah pada tamu yang menyapanya. Sebelum melihat mereka berdua lebih lanjut, dia memilih undur diri dari sana. Berpamitan dengan Syifa, lalu menentukan langkah selanjutnya.
"Saya permisi dulu, masih ada yang harus diurus. Mari semua." Jodha berpamitan lalu menyeberang, naik ke motornya. Mengenakan helmnya dengan benar, menstater motor matic itu lalu berlalu meninggalkan rumah Syifa dengan keadaan hati yang ambyar. Sampai-sampai dia lupa mengucapkan salam.
Usaha Mita untuk menyelamatkan momen itu gagal. Sang pemeran utama dalam drama romantisme tentara dan bidan memilih untuk mundur. Membuat semangatnya yang menggebu untuk memperjuangkan mereka berdua ikut sirna. Di dalam hati Mita, dia bersungut-sungut kesal pada pria tidak tahu diri itu. Ingin menyumpah serapahi Irul agar dia sadar seharusnya dialah yang pergi meninggalkan rumah Syifa.
"Dik, bise kah Abang bicara bentar?" tanya Irul lagi.
Syifa mengangguk. Sedangkan Mita menghela napas malas. Dia segera meninggalkan teras kembali masuk ke rumah. Dia kembali sibuk dengan ponselnya. Mengirimkan video pertemuan Syifa dan Jodha ke Rani.
Sedangkan di ruang tunggu praktik, Irul dan Syifa duduk berdampingan dan berjarak. Social distancing tetap harus mereka terapkan.
"Kamu punya uang berapa, Dik?" tanya Irul langsung tanpa basa-basi.
Syifa kaget mendapati pertanyaan itu. Jadi Irul kesini masih dengan niatan meminjam uang? Ini benar-benar tidak beres. Ini bukan lazimnya pria mapan pada umumnya. Dia bingung harus menjawab apa.
Dia sudah berjanji pada Rani dan Mita untuk tidak meminjamkan uang lagi pada Irul. Tapi bagaimana menolaknya? Tiba-tiba saja kepala Syifa pening.
"Syifa cuma punya pegangan dua juta Bang, hanya cukup untuk makan sebulan," tolak Syifa masih cukup halus.
"Pinjamkan ke Abang sejuta dulu bisa? Kan nanti akhir bulan pasti dapat gaji, nah pasti ada pegangan lagi dong kamu. Abang janji bakalan balikin duit kamu awal bulan nanti." Irul masih tidak ingin menyerah untuk mendapatkan keinginannya itu.
Membuat Syifa semakin ilfeel terhadapnya, "Maaf Bang, nggak bisa. Kalau ada dana mendadak bagaimana? Kalau ada pasien yang butuh pertolongan dana bagaimana? Maaf Syifa nggak bisa kasih pinjam sama Abang."
Irul menghembuskan napas pasrah, "Ya sudah kalau memang tidak bisa, Abang pasrah kalaupun nanti harus kena pecat."
Pecat? Batin Syifa.
Membuatnya tidak tega terhadap Irul. Akhirnya dia mengubah pendiriannya, "Syifa pinjamkan sejuta."
"Ha? Bener, Dik? Makasih lah." Irul berhasil mendapatkan keinginannya.
Syifa mengangguk dan ikut tersenyum ketika melihat senyum bahagia Irul. Dia menyuruh Irul untuk menunggu sebentar. Syifa masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan uang. Lalu bergegas keluar sambil membawa amplop.
Mita yang hendak mandi melihatnya. Berpikir apakah Irul meminjam uang lagi pada Syifa? Dia hanya mengangkat bahunya. Tidak ingin tahu urusan mereka berdua.
Syifa menyerahkan amplop itu pada Irul. Dengan senang Irul menerimanya dan menghitungnya.
"Pas, Dik! Abang janji nanti awal bulan Abang ganti semua uang Adik." Irul memasukkan uang itu ke dalam tasnya. Lalu segera berpamitan pulang pada Syifa.
"Oh ya, itu tadi siapa?" tanya Irul.
Syifa mengerutkan alisnya bingung dengan pertanyaan Irul. Dan baru memahami siapa yanh ditanyakan Irul.
"TNI depan tuh, dulu pasienku pula."
"Oh, tapi Abang lihat dari sorot matanya dia suka tuh sama Adik. Ingat ye, jangan main hati."
"Ha? Main hati? Maksudnya?" tanya Syifa bingung, pasalnya mereka memang tidak ada apa-apa. Baik itu dengan Jodha ataupun dengan Irul.
Irul malah tertawa dengan pertanyaan polos Syifa, "Dah lah, tak usah dipikir. Abang pamit lok! Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikum salam."
Irul dan Syifa berpisah. Irul pergi entah kemana lagi. Dan Syifa masuk ke dalam rumah. Bersiap membersihkan diri dan membuka tempat praktiknya.
***
Teruntuk kamu yang menjadi do'aku di malam pekat,
Entah bagaimana aku harus bertindak,
Bak hujan yang datang dengan kilat,
Tiba-tiba mengingat harap padamu membuatku sesak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Bunda Aish
duh bang TNI jga cepat menyerah lah, Syifa juga gmn kok bisa mudah diperdaya sama orang yg baru di kenal.....gemes
2023-01-22
1
Nuris Wahyuni
Du Syifa kok JD gak peka banget si dgn mudahnya minjamin duit sama laki2 gak jelas 🤔🤔
2022-12-06
1
Ayu
hee.. siapa elu bambang.. untung gaka ku yg dsna jd temanmu Syifa, kalau gak udah ku damprat ni cowok gak punya malu
2022-08-21
2