"Lepaskan, Bang! Biar aku bunuh sekalian anak itu! Selalu buat masalah saja die!"
Semua menahan Pak Ute agar lebih tenang. Menyuruhnya membaca istighfar agar dirinya tidak dikuasai oleh amarah. Tapi, tenaga Pak Ute lebih besar dari semuanya. Dengan cepat Pak Ute mengambil gelas di dekatnya dan melemparkannya ke tembok dekat kamar Dini.
Jodha langsung menghambur keluar dan melihat pecahan gelas itu berserakan. Dia langsung memukul mundur pergerakan Pak Ute yang sangat menggebu-gebu. Dibantu dengan yang lain, akhirnya Pak Ute berhasil dijauhkan dari kamar Dini.
Jodha memberinya minum agar lebih tenang, tapi Pak Ute menolaknya. Dia menyuruh yang lain untuk keluar. Ia ingin bicara berdua dengan Pak Utenya. Pak Ute terkenal orang yang agamis dibandingkan dengan saudaranya yang lain. Tapi, semua hal yang ada dalam diri Pak Ute kalah dengan amarah yang begitu berkobar.
"Pak Ute malu, Jodh! Pak Ute malu! Pak Ute gagal mendidik anak gadis Pak Ute! Padahal, setiap orang bertanya sama Pak Ute bagaimana cara mendidik dan menjaga anak perempuannya? Sedangkan Pak Ute telah gagal!" terang Pak Ute kepada Jodha.
Jodha mengelus-elus pundak Pak Ute, "Sabar Pak Ute, semuanya juga malu. Tapi, sekarang kita tidak punya waktu untuk mengurusi rasa malu kita. Masalah kita jauh lebih besar, yaitu mempersiapkan mental Dini untuk bisa kuat menghadapi cobaan berikutnya."
"Usir dia dari sini, Jodh! Pak Ute muak sama die! Pak Ute udah nggak punya anak perempuan lagi!"
Pak Ute meninggalkannya lewat pintu belakang. Jodha memberitahu keluarganya tentang kepergian Pak Ute. Membuat Mak Ute cemas, takut kalau Pak Ute melakukan sesuatu yang buruk.
"Bapak saja yang cari. Ngah, kau suruh istri kau kesini. Temankan Ute dan Dini dulu. Jodh, panggil mamak suruh kemari. Kalian, atasi itu tetangga kite yang sibuk pengen tahu urusan orang!"
Semua mengangguk mematuhi instruksi Bapak. Jodha segera pulang memanggil emaknya. Sementara yang lain menyebar melaksanakan tugasnya. Dengan sangat jelas telinga Dini mendengar ucapan bapaknya. Membuat hatinya sungguh perih, bagaikan ada luka di hatinya yang masih menganga dan diberi perasan air jeruk. Membuatnya semakin nyeri menahan sakit yang teramat sangat.
Dengan cepat dia mengambil tas ranselnya. Memasukkan beberapa baju dan barang yang diperlukannya. Namun dia bingung, hendak pergi kemana dia? Siapa yang mau menampungnya? Semua menyalahkan dirinya atas kelakuan bodoh itu, dan hanya Jodha yang mampu menerima kesalahannya. Dia juga tidak punya tabungan untuk menyambung hidupnya jika keluar dari rumahnya.
Pikirannya sudah benar-benar kacau, dia hanya memiliki modal tekad yang kuat. Akhirnya dia nekat pergi dari rumah.
Mak Ngah datang dan menenangkan adiknya yang masih saja menangis meratapi kejadian itu. Membuatnya juga tidak tega hati melihat keadaan yang kacau gara-gara keponakannya. Mamak juga datang dan ikut bergabung dengan Mak Ngah dan Mak Ute.
"Mane Dininya?" tanya Mamak.
"Dalam bilik, Long," terang Mak Ute.
Mamak melihat ke dalam kamar Dini. Tapi tidak ada siapapun di kamar itu. Mamak berpikir, mungkin di dapur ambil minum atau makan? Mamak juga masih melihat serpihan pecahan gelas berserakan.
"Ngah, coba kau bersihkan dulu ini pecahan gelas. Kasihan nanti kalau kena kaki orang." Mamak memerintahkan adiknya, sementara dia mencari keberadaan Dini.
Mak Ngah mengangguk dan segera mengambil sapu dan tempat sampah. Mamak kembali mencari keberadaan Dini, tapi daritadi tidak menemukannya. Mamak mulai curiga dan takut kalau Dini minggat dari rumah. Akhirnya dia kembali ke kamar Dini dengan tergesa-gesa.
"Eih, Kak Long nih! Ape pula bolak balik tak jelas?" protes Mak Ngah.
"Dini dimane, Ngah?"
"Ck, dalam bilik, Kak ...."
"Ndak ade, Ngah! Sudah kutengok tadi!"
Mak Ute langsung bangkit dan mencari keberadaan Dini di dalam kamar. Tapi sama halnya seperti Mamak, dia tidak menemukan keberadaan Dini. Mak Ute membuka lemari dan melihat tumpukan baju Dini berkurang. Mencari keberadaan tas ranselnya juga tidak ada. Ponselnya juga tidak ada.
Mak Ute kembali menangis sambil terduduk lemas di ranjang Dini. "Kemane lagi kau, Nak? Belum cukup kau buat kami malu? Sekarang kau malah menghilang pula?"
"Hah? Dini minggat maksud kau, Te?" tanya Mamak. Mak Ute hanya terisak semakin keras.
"Ngah ... Ngah ...." panggil Mamak.
Mak ngah datang sembari tergopoh-gopoh. "Ape, Kak?"
"Datang ke rumah aku, bilang sama Jodha, Dini kabur! Buru!"
"I-iye, Kak." Mak Ngah langsung keluar dan menuju rumah mencari Jodha.
Jodha yang baru saja sarapan bersama Maya heran melihat kedatangan Mak ngah. "Entar, jangan tanya! Mak haus! Minum dulu!"
Mak Ngah langsung menegak air putih di dalam gelas itu. Entah milik siapa.
"Jodh, Dini minggat dari rumah!" terang Mak ngah langsung mulus membuat Jodha tersedak sambal.
Tenggorokannya sangat pedas dan terbakar. "Kabur kemane, Mak?" tanya Jodha.
Maya memukul kepala adiknya itu. Namanya minggat ya tidak memberitahukan kemana akan pergi. "Kau ini! Mana ada orang minggat pakai bilang tempatnya?"
"Oh iya, Jodha lupa. Kan Dini minggat! Ya udah Jodha cari dia!"
"Mau nyari kemane?" tanya Mak Ngah.
Membuat langkah Jodha terhenti. Dia juga bingung harus mulai mencari Dini darimana.
"Coba Usu cari ke rumah saudara ataupun kerabat. Siape yang tahu, kan? Kakak tahu, dia pasti nggak punya uang. Pastilah yang dituju rumah saudara dan kerabat," kata Maya.
Jodha mengangguk, dia segera mengambil kunci motor untuk mencari keberadaan Dini. Mengingat-ingat baju terkahir yang dipakai Dini pagi ini. Itupun kalau dia belum berganti baju. Dia mulai menyusuri jalanan kampung, tapi sayangnya jalanan itu sepi. Ia memutar arah mencoba langsung lewat jalan besar. Melajukan motor dengan kecepatan minimal, berharap segera menemukan keberadaan sepupunya itu.
Sudah jauh Jodha mencari, tapi tak kunjung menemukan keberadaan Dini. Matahari semakin naik, membuatnya menepi sebentar dan membeli minuman. Kerongkongannya masih terasa panas karena sambal tadi.
Jodha mulai mengikuti saran Maya. Datang ke tempat saudaranya satu per satu menanyakan keberadaan Dini. Bukan mendapatkan jawaban atas kepergian Dini, yang dia dapatkan adalah main menyalahkan atas kejadian itu. Membuat ia geleng kepala dan segera pamit dari sana.
Jodha kembali menyusuri jalanan dan mencoba berpikir, kemana Dini pergi jika bukan ke rumah saudara? Dia mencoba mencari tahu ke pelabuhan dan bandara, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil.
***
Syifa dan Mita akhirnya bisa pulang awal dari puskesmas. Hari ini mereka bebas tugas karena memang bukan jadwal mereka dan tidak ada namanya kekurangan tenaga untuk saat itu. Mereka mampir membeli lauk dan nasi untuk makan siang mereka di rumah.
Setelah selesai, mereka segera bergegas pulang, mampir sebentar ke warung makan. Saat mereka memarkirkan motor, Syifa sedikit terkejut melihat gadis yang kemarin sore periksa padanya datang kembali dengan membawa ransel dan penampilannya sangat tertutup.
"Assalamualaikum, Bu Syifa. Masih ingat saya, kan? Dini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Ummi Khai
yups, Dini dateng ke tempat yg bener
2022-12-17
1
Ayu
nah kan benar...
2022-08-29
2
Ayu
ke rumah pujaan hati kamu gak mas Jodha? coba kesana.. 😁
2022-08-29
2