Syifa membuka tempat praktiknya seperti biasa. Sembari menunggu pasien datang periksa, dia masuk ke dalam rumah. Duduk di samping Dini dan Mita yang sudah ada di ruang makan. Syifa mengisi piringnya dengan nasi, sayur lodeh dan ikan nila goreng yang tadi dibelinya di warung.
Tidak lupa menambahlan sedikit sambal dan kerupuk sebagai pelengkap. Dia mulai melahap makananya dengan tenang. Hingga isi piring mereka habis, tidak ada yang membuka obrolan. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Syifa yang bingung bagaimana cara membantu Dini agar tidak tertekan dan takut karena keluarganya sendiri. Dini yang bingung akan bagaimana langkahnya setelah ini. Dan Mita yang sedari tadi belum tahu awal kisah tentang Dini.
Mita tidak tahan lagi untuk tidak bertanya. "Jadi, Dini ini siapa?" tanya Mita menjurus ke Syifa.
"Hmm?" Syifa seperti tidak siap pertanyaan itu ditujukan padanya. "Oh, Dini ini pasien aku, dia periksa kemarin sore. Dia ... hamil di luar nikah dengan pacarnya. Saat ini, dia sedang ketahuan oleh keluarganya. Dan respon keluarganya ya ... kamu pasti tahu keadaannya."
Mita manggut-manggut mendengarkan cerita Syifa. "Terus urusannya sama Bang Jodha?"
"Saya adik sepupu Bang Jodha, Bu." jawab Dini.
Mita kembali menggut-manggut paham dengan keadaannya sekarang. "Jadi kamu adik sepupunya bang Jodha? Tuh kenalin calon istrinya bang Jodha, bu bidan Syifa Zahratus Sita!"
Syifa memelototi Mita, sedangkan Dini menoleh pada Syifa. "He-he-he, Bu Mita kalau omong suka asal, Din"
"Abang beruntung kalau bisa dapatkan hatinya Ibu, Ibu orangnya tulus," terang Dini.
Mita tersenyum mendengarnya, "Berarti kamu setuju dong kalau bu Syifa jadi istri bang Jodha?"
"Mita ... ampun deh! Jangan ngasal deh, ah! Kami belum ada hubungan apa-apa!" sanggah Syifa.
"Apa tadi? Belum ada hubungan apa-apa? Berarti besok bisa jadi ada hubungan apa-apa dong, ya?" goda Mita kembali, menghasilkan keringat dingin di tubuh Syifa karena salah ucap.
Pipi Syifa memanas, "Maksudku, aku nggak ada apa-apa sama Bang Jodha! Udah deh, ah!"
Dini bisa tersenyum karena Syifa dan Mita malah bertingkah seperti ABG yang baru pertama kali jatuh cinta. Memang inilah pertama kalinya Syifa jatuh cinta setelah dulu mengalami cinta monyet. Dini teringat akan teman-temannya, yang selalu ceria setiap harinya.
Kompak dalam menghadapi segala sesuatunya. Dini merindukan mereka. Tiba-tiba saja air matanya meleleh di pipi. Membuat Syifa dan Mita menghentikan candaan mereka dan menenangkan Dini.
"Kamu kenapa, Din?" tanya Mita.
Dini mengusap air matanya, "Nggak papa Bu, Dini hanya teringat akan teman-teman Dini di sekolah. Sekarang, kami jarang bertemu karena sekolah juga daring."
Syifa mengelus-elus rambut Dini, "Jangan sedih, Din. Kamu kan bisa nelpon mereka, ajak buat kesini mungkin?"
"Dini udah jual hp buat pegangan, Bu."
Syifa dan Mita menatapnya sendu. Prihatin dengan keadaan yang menimpa gadis remaja itu. Syifa teringat akan atm yang diberikan Jodha, lalu segera mengambilnya. Dia menyodorkannya pada Dini, membuat Dini maupun Mita diliputi kebingungan.
"Itu ATM dari bang Jodha, untuk keperluanmu katanya. Kamu simpen sendiri, kalau butuh apa-apa tinggal ambil dari situ. Pinnya 2005xx."
Dini menggelengkan kepalanya, "Ibu saja yang simpen. Saya takut menyalahgunakannya, Bu. Sudah cukup masalah yang saya buat. Saya nggak mau menambah masalah lagi."
"Sumpah! Kalian tuh udah kayak suami ngasih jatah bulanan ke istri! Nah, Dini bagaikan anak kalian. Lanjutkan pak tentara dan bu bidan. Ha-ha-ha!"
"Astaghfirullah mulutnya Mita ...." Syifa geram mendengar ocehan Mita.
Suasana rumah menjadi hidup karena olok-olokan Mita kepada Syifa. Hingga akhirnya Syifa memilih untuk mengerjakan laporannya, begitu juga dengan Mita yang mengerjakan laporan sambil ditemani Dini di ruang tv.
Pikiran Syifa tidak bisa fokus karena masih terngiang-ngiang olok-olokan dari Mita. Desiran lembut yang mampu menggetarkan hatinya kembali muncul kala terngiang nama Jodha. Dia sampai harus mengusap-usap wajahnya agar melupakan sejenak tentang Jodha.
Ponselnya menerima notifikasi pesan, membuat Syifa menghentikan aktifitasnya dan membacanya. Dari Irul, dia membatalkan janji bertemu dengan Syifa karena di hari sabtu nanti dia ada acara di kantornya. Syifa bersyukur karena tidak jadi ketemuan dengan Irul. Tapi dia juga masih bingung tentang uang yang dipinjam Irul darinya.
Bagaimana caranya menagih uang yang dipinjam Irul kalau sampai bulan depan dia tidak mengembalikannya? Dia yang menagih malah dia yang tidak enak sendiri. Dia hanya bisa berharap Irul menepati janjinya supaya dia tidak repot-repot menagihnya.
***
Jodha masih disibukkan dengan masalah Dini yang hilang. Dia terpaksa berbohong agar suasana bisa lebih terkendali dan tidak memanas lagi. Dia mengatakan tidak menemukan Dini di semua tempat. Pelabuhan, bandara, pasar, jalanan, toko-toko, warung makan, kafe-kafe, hingga mall. Tidak ada Dini disana.
Mak Ute yang ditemani Mak Ude dan Mak Usu tampak tidak berdaya. Pasrah dan tidak memiliki semangat, pandangannya kosong menatap ke arah luar rumah. Rouf datang tergesa-gesa dari arah luar. Membuat suasana kembali mengharu biru dihiasi tumpahan air mata.
"Adik kau minggat, Uf! Adik kau hilang! Ini semua gara-gara bapak kau! Hu-hu-hu ...." Mak Ute menyalahkan suaminya atas kepergian Dini.
Setelah bercengkrama dengan keluarganya, Rouf ditarik menjauh dari rumahnya. Jodha membawanya ke halaman depan. Membuat Rouf terheran dengan sikap Jodha.
"Siape yang ngasih tau kau?" tanya Jodha.
"Bapak, Bang. Macem mane bise begini lah, Bang. Pening aku dibuat sama Dini. Ya Allah, Din ... kenape nakal kau semakin menjadi?" gerutu Rouf atas kelakuan Dini.
Jodha berdecak karena Rouf ternyata tidak sepemikiran dengannya. "Harusnya kite ni melindungi Dini dengan tidak menyalahkannya, Uf. Itu adik kau sendiri! Jangan sampai menyesal ke depannya!"
"Iye, aku tahu Bang. Tapi Dini sudah kelewatan. Tengok! Semua sedih dan marah sama die!"
"Sudahlah, kau lebih baik bantu Abang nyari pacarnya Dini." Jodha masih merasa abu-abu tentang pacar adik sepupunya. Hanya mengingat cerita awal saja. Dia mengatakan hal yang perlu diingat pada Rouf.
Rouf mengingat semua hal yang penting dalam cerita itu. Dia sudah bertekad akan melaporkan pria itu jika tertangkap.
"Minta tolong dengan teman-temannya Dini, Bang. Abang nggak tau Dini dimana?" tanya Rouf menyelidik. Instingnya sebagai seorang polisi sudah dilatih hingga tajam.
Tapi Jodha juga seorang prajurit yang memiliki kemampuan untuk meyakinkan musuh bahwa dia tidak tahu apapun. Dia hanya menggeleng dan menampilkan wajah sendunya yang paling serius. Dia memainkan perannya dengan sangat baik dan rapi, sehingga Rouf percaya dengan dirinya.
Pak RT datang bersama kepala dusun dan bidan desa ke rumah pak Ute. Mencoba mencari tahu kebenaran berita yang sedang menyeruak dan menimbulkan huru-hara. Jodha dan Rouf menerimanya dengan baik lalu mengantarkannya untuk bertemu keluarga. Bapak menjadi juru bicara dalam keluarga Ute, menyatakan bahwa berita tersebut nyata adanya.
"Pak RT, saya mohon bisa menangani warga yang suka nyinyir, ya? Kasihan kalau keluarga pak Sam mendapatkan tekanan terus menerus dari warga. Himbau warganya agar memberikan dukungan, bukan malah menjatuhkan!" imbau kepala dusun pada pak RT.
Bidan desa mencari keberadaan Dini tapi sayang, beliau tidak dapat menemuinya karena gadis itu pergi dari rumah. Padahal banyak yang ingin ditanyakannya terkait dengan kehamilannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Ayu
bidan desanya teman Bidan Syifa itu ya?
2022-08-29
2
Ayu
blm tahan insting nya bang Rouf nih.. 😁
2022-08-29
2
Ayu
kebanyakan emang gini, yg minjamain yg segan nagih, yg ngutang santuy bgt..
2022-08-29
3