Jodha dan Syifa saling menatap mata satu sama lain. Entah suasana apa yang sedang mereka ciptakan sehingga bisa membicarakan hati masing-masing. Syifa harus mengakhiri obrolan ini sebelum jantungnya melompat keluar dan menari-nari. Sebaliknya dengan Jodha, dia ingin terus menggali obrolan itu hingga menemukan secercah jawaban dari Syifa.
Syifa mencoba menyibukkan diri dengan mencari sesuatu di laci meja praktiknya. Membuat Jodha menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Jika tidak memakai masker, maka senyuman termanis akan tersaji di depan Syifa tanpa perlu tambahan gula.
Jodha tahu jika Syifa sedang salah tingkah. Dan dia malah menikmati momen itu. Keadaan yang jarang sekali dia lihat, bahkan belum pernah!
"Nyari apa sih, Sayang?" tanya Jodha.
"Nyari ... eh, tadi Abang panggil apa?"
Jodha sengaja mengucapkan panggilan itu, dan Syifa mendengarnya dengan jelas.
"Apa?" tanyanya
"Sa-sayang?" ucap Syifa kembali.
Jodha berhasil memancingnya, "Iya apa, Sayang?"
"Ih! Abang nih, ya! Berani panggil-panggil begitu!"
Semburat merah muda menjalari pipi Syifa. Membuat suhu tubuhnya naik dan menghasilkan keringat. Jodha berhasil menggodanya.
"Fokus ke masalah Dini, jadinya bagaimana?" tanya Syifa mengalihkan pembicaraan.
Jodha mengulum senyum di balik masker itu sekali lagi. "Seperti Abang bilang tadi, biarkan dia disini dulu sampai keadaan di rumah sedikit tenang dan bisa terkendali. Abang juga nggak tenang kalau Dini di rumah, pak Ute hilang akal dan benar membunuhnya. Bisa, kan?"
Syifa mengangguk, "Iya bisa, Abang tahu siapa pacarnya Dini?"
Jodha menggeleng dan menghela napasnya, "Coba panggilkan Dini kesini, Abang coba mau tanya sekali lagi ke dia. Siapa pacar dia sebenarnya? Enak saja main hamilin anak orang terus ditinggal kabur. Abang cari sampai dapat! Nggak peduli gimana caranya. Minta diseret, Abang seret dia!"
Jodha mengucapkannya sambil menggebu-gebu. Membuat Syifa tertawa melihatnya. Tapi, Syifa juga menangkap rasa belas kasihan dan sayang yang besar dari mata Jodha untuk Dini. Beruntungnya Dini masih memiliki orang yang mau mendukungnya sekalipun dia sudah melakukan kesalahan yang fatal. Dosa besar dan aib untuk keluarga.
"Aku panggilkan Dini dulu, kalian ngobrol santai saja. Aku juga mau mandi."
"Boleh Abang, ikut?" Jodha mulai menggoda Syifa kembali.
Syifa yang sudah berdiri dari kursi dan menenteng tasnya melewati Jodha lalu berbalik lagi. Memukulkan tas itu ke punggung kekar Jodha.
"Aduh! Sakit, Dik!" Jodha berpura-pura kesakitan karena mendapat pukulan dari tas kerja Syifa.
"Biar! Mulutnya suka sembarangan, sih!"
Syifa meninggalkannya masuk ke dalam rumah. Sedangkan Jodha tertawa cekikikan karena pukulan itu. Jodha tiba-tiba tersenyum sendiri. Ternyata, hikmah di balik musibah yang menimpa keluarga Dini, dialah yang mendapatkan berkahnya.
Berkah untuk bisa berkomunikasi lebih intens dengan Syifa. Berkah untuk bisa bertemu dengan Syifa tanpa harus mencari alasan lagi. Dan berkah karena hubungan mereka menghangat karena interaksi yang mereka bangun.
Dini datang menemui Jodha. Duduk di samping abang sepupunya itu. Dini menunduk dan terdiam. Jodha memandanginya sesaat, tidak tega karena mengingat umur Dini yang masih belasan tahun harus mengalami nasib tragis seperti itu. Di dalam hatinya dia mengutuk pria yang telah menghancurkan hidup Dini.
"Dini nggak mau pulang, Bang. Bapak udah nggak mau nganggap Dini anak lagi," kata Dini yang sudah terisak pelan.
Jodha menggenggam tangan adiknya itu lalu berkata, "Pak Ute nggak sungguh-sungguh bicara macam itu. Abang nggak akan maksa kalau kamu nggak mau pulang. Tapi sampai kapan? Apa kamu nggak merasa nantinya akan merepotkan bu bidan?"
Dini terdiam masih dalam isakan pelan. Mencerna omongan Jodha yang memang benar adanya. Mau sampai kapan dia di tempat Syifa? Tidak mungkin selamanya kan? Kemana lagi dia harus berteduh? Jodha membiarkan kesunyian menguasai keadaan.
Hingga menit kesepuluh, Jodha angkat bicara. "Tenangkan dirimu disini, saat nanti orang tuamu sudah bisa menerima keadaannya, Abang akan datang bersama orang tuamu. Paham?"
Dini mengangguk.
"Abang mau tanya, siapa nama pacar kamu itu? Dimana rumahnya? Biar Abang cari sampe ketemu!"
Dini tidak mau menceritakan tentang lelaki kurang ajar itu. Dia takut jika Jodha tahu dan menyebar dapat membahayakan nyawa orang itu. Jodha terus mendesaknya agar bercerita, namun gadis remaja itu juga tetap mempertahankan pendiriannya. Hanya satu hal yang ia ungkap pada abang sepupunya.
"Dia bukan asli orang sini, Bang."
Jodha menghela napas pasrah. Waktu dirumah gadis itu sudah ingin mengatakan siapa nama lelaki itu, tapi kenapa sekarang berubah lagi?. Dia menggali beberapa informasi penting tentang lelaki kurang ajar itu, sayangnya Dini mengatakan sebatas pengetahuannya saja. Ia tetap memaksa adiknya untuk mengatakan nama lelaki itu. Sudah sangat bulat tekadnya menemukan pria itu. Pria yang sudah menghancurkan masa depan adiknya.
"Oke kalau kamu tidak mau menjelaskan ke Abang, sebusuk-busuknya bangkai pasti akan tercium juga. Jangan merepotkan bu bidan, kamu punya uang?"
Dini mengangguk lagi.
"Uang tabungan kah?"
"Nggak, Dini jual hp tadi. Laku lima ratus,"
Jodha mengangguk, "Ya sudah, istirahat sana. Jangan merepotkan disini. Jangan buat masalah lagi!"
"Iya, Bang."
Dini masuk kembali ke dalam rumah Syifa. Mita datang memberikan minuman untuk Jodha.
"Makasih, Bu Mita!" ucap Jodha.
"Lhah! Tahu nama saya juga, Pak?" Jodha mengangguk.
"Tahu dari siapa?"
"Hihihi, semua tentang Syifa juga saya tahu, Bu."
"Wuiss ... keren ih! Lanjutin, Bang! Saya dukung!" Mita mengacungkan dua jempol pada Jodha.
Syifa berdahem memasuki ruangan praktiknya. Membuat Mita langsung pergi dengan senyuman aneh.
"Makasih, Bu Mita!"
"Same-same!"
Jodha mengeluarkan kartu atmnya dan menyodorkannya pada Syifa. Membuat kening Syifa mengernyit bingung.
"Untuk biaya hidup Dini, tolong ambilkan dari situ. Pinnya 2005xx."
Syifa mengangguk dan menyimpan atm itu. Jodha masih ingin mengobrol dengan Syifa. Tapi, rasanya tidak etis berlama-lamaan dalam satu ruangan padahal mereka belum menjadi muhrim. Jodha meminum air sirup hijau itu sampai habis.
Dia berpamitan pada Syifa untuk pulang. Menitipkan Dini padanya untuk sementara waktu.
"Abang titip Dini sementara waktu disini. Terima kasih atas kebaikan hatimu."
"Aku hanya membantu sebisaku, Bang." Syifa merasa tersanjung dipuji oleh Jodha sedari tadi.
"Apapun itu terima kasih, Dik. Abang pulang dulu, ya?"
Syifa mengangguk, Jodha kembali jahil terhadap dirinya. Menggodanya hingga puas.
"Kamu nggak mau nahan Abang gitu, Dik?"
"Ha?" jawab Syifa bingung, sesaat kemudian paham dengan maksud Jodha.
"Hish! Abang tuh ya!"
Jodha tertawa menyaksikan ekspresi melotot Syifa. Membuatnya semakin gemas dan ingin segera menggigitnya.
"Romantis dikit kek, Dik. Itu lho kayak lagu jawa yang judulnya ... Widodo?"
Syifa malah tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Jodha. Jodha salah menyebutkan judul lagu yang dimaksud.
"Widodari! Widodo dari mana? Ada judul lagu begitu?"
"Nah itu, maksudnya! Widodari, yang liriknya Sayang, gondeli hatiku ..."
"Ck, salah!"
"Terus yang bener gimana, dong?" tanya Jodha.
Syifa hendak menyanyikan lirik yang dimaksud, tapi dia berpikir lagi. Mungkinkah ini jebakan lagi dari Jodha. Dia mengurungkan niatnya untuk menyuarakan lirik itu. Lalu menggeleng pelan. Jodha gagal menggodanya, membuatnya semakin gemas dengan Syifa.
"Tadi waktu Abang berangkat kesini tuh rasanya tenggorokan Abang panas deh, Dik! Tapi sekarang kok nggak, ya?"
"Jelaslah! Orang tadi habis minum, kok!" jawab Syifa bersungut-sungut.
"Kayaknya bukan itu deh alesannya, itu karena kamu bikin seluruh badan Abang kadang panas kadang dingin."
Semburat merah muda dan degup jantung Syifa berpacu kembali. Jodha sekali lagi mampu menimbulkan gelenyar aneh dadanya.
"Emang aku dispenser? Panas sama dingin? Dasar tukang gombal! Balik sana!" usir Syifa.
"Iya, Abang pulang. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikum salam warahmatullah." Syifa menutup pintu ruang praktiknya dulu karena belum jadwalnya. Dia tersenyum malu terngiang oleh lirik lagu widodari.
Sayang ..., gondelono atiku,
Yen takdire gandeng, yo bakale gandeng.
Tuhan ..., terima kasih hadirkan penjaga hatiku,
Yang selalu setia menemaniku.
widodari-
Denny Caknan feat Guyon Waton
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Rina Wati
laah,kok malah aku yg nyanyii😁😁
2022-10-12
2
Okie Larasati
hasyeeeek,,abang TNI bisak ae modusnya
2022-10-08
1
Okie Larasati
udah sayaaaang aja manggilnya abang ini,,
2022-10-08
1