Video Call

Pesanan Syifa sudah selesai. Dia segera meninggalkan Bang Burhan dengan hati yang masih diliputi penasaran dan sedikit kesal karena tidak mendapatkan petunjuk apapun. Malah Bang Burhan seperti sengaja mengalihkan perhatian dengan cara membicarakan hal lain. Ia juga kesal dengan dirinya sendiri. Kenapa dia sangat ingin tahu orang itu?

Setelah Syifa tidak terlihat lagi, Bang Burhan mencoba mengirim pesan untuk Jodha. Memberitahukan agar Jodha menghubungi Syifa. Bang Burhan kasihan melihat Syifa penasaran sampai seperti itu. Bayangkan saja, dua tahun dikirimi salam tapi tidak pernah tahu wajah siapa yang mengirimkannya.

Pesan balasan datang dari Jodha. Hanya jawaban singkat. Hanya kata iya. Membuat Bang Burhan mengomel sendiri.

Syifa sudah sampai di rumah lalu menyiapkan makanan untuk pasiennya.

"Mari makan, Pak, Bu!" kata Syifa mempersilahkan.

"Ya Bu Syifa terima kasih," balas pasangan suami istri itu.

Syifa menikmati makanannya sembari membuka IG. Membaca pesan masuk yang membuat hatinya menaburkan harapan. Dia membaca dengan seksama pesan itu. Isi pesan itu adalah memberitahukan bahwa pemilik akun Prajuritperang_90 akan segera pulang ke Indonesia.

Syifa menerima pesan lagi.

Prajuritperang_90 : Lagi sibuk, kah?

Syifazahro : Habis ada kerjaan. Memang kamu lagi nggak di Indonesia? Kok mau pulang ke Indonesia?

Prajuritperang_90 : Iya, aku di Libanon. Tunggu aku pulang, ya?

Syifazahro : Dih! Emang kamu siapanya aku? Kok aku suruh nunggu kamu!

Prajuritperang_90 : Jangan galak-galak. Nanti rindu lho! Hahaha. Aku? Aku calon imam kamu lah!

Syifazahro : Dasar kang halu! Psikopat ya kamu?

Prajuritperang_90 : Astaghfirullah, mulutnya pedas kali, Dik! Nggak, aku bukan psikopat kok. Aku boleh video call kamu?

Syifazahro : Mau ngapain ngajak video call?

Prajuritperang_90 : Memang kamu nggak ingin tahu wajahku?

Syifa memilih mengabaikan pesan itu. Kembali mengunyah makanannya dengan cepat sebelum menjadi dingin. Tapi, dia berpikir lagi, ini adalah kesempatan emas untuknya tahu bagaimana wajah dari penggemar rahasianya.

Namun, kekhawatiran juga meliputi hatinya. Bagaimana jika pemilik akun itu memang psikopat? Syifa berada dalam keadaan galau. Dia menghentikan makannya. Sudah tidak berselera lagi untuk makan.

Syifa mengembalikan piringnya di dapur. Dia duduk termenung di ruang tamu miliknya. Berpikir dengan keras dan memantapkan hatinya. Melihat akun itu masih online. Akhirnya dia membalas pesan itu.

Syifazahro : Memang kamu punya nomor WA ku?

Prajuritperang_90 : Kalau jawabannya begini, artinya kamu setuju aku ajak video call?

Syifa semakin malu dengan tingkahnya. Kentara sekali jika dia penasaran dan menyetujui ajakan video call itu. Dengan hati-hati jari lentik milik Syifa membalas pesan itu.

Syifazahro : Coba saja kalau tersambung!

Bukan balasan itu yang ingin Syifa ketik dan kirim. Tapi jarinya memang tidak bisa diajak kompromi oleh hatinya.

Panggilan masuk tertera di layar ponselnya. Syifa menarik nafas dalam lalu menghembuskan perlahan. Menata jilbabnya agar kelihatan rapi.

Syifa menggeser tombol hijau itu ke atas. Terpampang wajah seorang lelaki menggunakan seragam loreng berwarna coklat lengkap dengan baju anti peluru, senjata, dan helm pelindung kepala. Wajahnya tertutup masker. Hanya terlihat matanya saja.

"Assalamu'alaikum," sapa seseorang itu.

"Wa-wa'alaikum salam," jawab Syifa tergugup.

Syifa bisa melihat dengan jelas name tag di seragam tersebut. Jodha Prawira. Dia tidak asing dengan nama itu. Entah kenapa ia teringat pada salah satu pasiennya yang dulu pernah mengalami trauma luka di bagian kepala.

Namun Syifa lupa dengan wajahnya. Sosok tersebut mengingatkannya pada pasien itu lagi. Jodha sengaja tidak membuka maskernya.

"Kok diam? Nggak kaget kah lihat Abang?" Jodha sengaja menggoda Syifa terus menerus.

Syifa menjadi kikuk. Bingung harus berkata apa.

"Hei, kita lagi video call-an lho. Masa mau berdiam saja begini? Kamu sudah makan?" tanya Jodha lagi.

Syifa mengangguk.

"Kenapa sih? Masih kaget kah? Mau lihat wajah ganteng Abang, tak?" Terdengar suara lelaki itu terkikik di balik maskernya.

Syifa berdecak kesal. Pria itu mulai menggodanya lagi.

"Hahaha, seneng bikin kamu kesel begitu." Pandangan mata Jodha tidak mau melepaskan momen langka itu

"Dah lah, kalau nggak ada yang penting aku matikan saja!" Syifa memutar bola mata malas dan wajah kesal.

"Nggak suka ya aku video call? Aku ganggu kamu ya?"

Syifa terdiam dan tidak tahu harus menjawab apa. Ini bukan tentang suka dan tidak suka, senang dan tidak senang, mengganggu ataupun tidak. Dia sendiri juga bingung kenapa uring-uringan begitu. Toh, Jodha hanya berbasa-basi layaknya orang baru kenal.

Jodha menikmati momentum diam itu. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Syifa sibuk bagaimana menjawab pertanyaan Jodha agar tidak menyinggung perasaannya. Sedangkan Jodha menggunakan waktu sebaik mungkin, dia hanya ingin melihat wajah itu.

"Ya sudah nggak usah dijawab. Aku tahu diri kok. Yang penting kamu sudah tahu aku. Namaku Jodha Prawira. Kalau nanti ketemu di jalan saling sapa ya? Aku pamit. Assalamu'alaikum," pamit Jodha pada Syifa.

"Wa'alaikum salam."

Panggilan video pun berakhir. Syifa merenungi sikapnya. Kenapa dia menjadi seperti itu? Seperti membangun tembok pertahanan yang amat kuat. Apa karena Jodha menggodanya? Entahlah, dia sendiri tidak tahu bahwa sikapnya sedikit keterlaluan.

"Ya Allah ... Aku ini kenapa, sih?" tanyanya sambil mengusap wajah.

"Lagi kasmaran!" jawab suara wanita muda yang sepantaran dengan Syifa. Membuatnya terlonjak kaget mendapati suara wanita itu.

"Astahhfirullah! Bikin jantungan, ih! Kangeen ...." Syifa memeluk Mita, Paramita Ayu. Bidan yang satu puskesmas dengannya. Dan menjadi teman satu rumahnya karena ada masalah dengan keluarganya.

Mita baru saja pulang dari tugas daruratnya, yaitu menjadi relawan di rumah sakit darurat Covid-19.

"Stop! Aku mandi dulu, lah!" Syifa mengangguk. Mita bergegas meninggalkan Syifa sendirian.

Sudah lebih dari enam jam sejak pasien itu melahirkan. Dan sekarang boleh pulang. Syifa sedang mempersiapkan kepulangan pasien itu. Mita membantu untuk mengantarkannya sampai rumah.

"Mobil bisa masuk gang kan, Pak?" tanya Mita.

"Bise, Bu. Terima kasih lah! Malah jadi merepotkan begini."

"Nggak kok, nggak merepotkan sama sekali. Mari saya bantu!" Syifa membantu membawa tas perlengkapan milik pasiennya.

Pasien itu berjalan didampingi Mita, sedangkan suami pasien membawa barang bawaan mereka yang lain. Dan Syifa menggendong bayi mungil itu.

Mita melajukan mobil meninggalkan rumah.

***

Jodha agak kecewa dengan respon yang ditunjukkan Syifa. Tidak seperti perkiraannya, mereka hanya mengobrol sebentar dan setelah itu terputus lagi. Tapi dia tidak ingin berlama-lama merasa kecewa karena hal sepele.

Dia berpikir, ya mungkin Syifa masih syok mengetahui dirinya. Atau mungkin saja dirinya yang keterlaluan menggoda Syifa. Dia kembali menghembuskan napas dan kembali tersenyum.

"Oh Tuhan ... Kucinta dia, kusayang dia, rindu dia, inginkan dia ... Utuhkanlah, rasa cinta di hatiku, hanya padanya ... Untuk dia." Jodha menyenandungkan potongan lirik lagu Dia.

Menggambarkan rasa cintanya untuk Syifa yang begitu dalam dan besar.

Syifa dan Mita melipir sebentar ke sebuah kedai kopi. Sembari menunggu pesanan jadi, Syifa bercerita kepada Mita tentang Jodha. Membuat Mita gemas dengan sikap sahabatnya itu. Menurut pemikiran Mita, Syifa terlalu jual mahal terhadap Jodha.

Ya meskipun Mita setuju dengan sikap itu, tapi mendengar cerita Syifa, dia merasa ada harapan yang besar dari Jodha untuk Syifa.

"Aku setuju kita harus jual mahal sama cowok, tapi kalau kamu jatuhnya bukan ke jual mahal lagi. Malah seperti gimana ya? Judes!" Mita menyentil hidung Syifa.

"Ih ... masa aku judes? Aku kan terkenal baik hati. Hahaha!" ucap Syifa dengan begitu percaya diri.

Mita menayar kepalanya. Tingkat kepercayaan diri Syifa terlalu di atas langit saat ini.

"Terus aku harus gimana?" tanya Syifa.

"Ya minta maaf lah! Bilang aja kalau tadi baru banyak pikiran."

Syifa mengerucutkan bibirnya sambil menatap kosong ke arah depan. Membuat Mita hapal pasti setelah ini akan bilang kalimat pasrah itu.

"Lha aku kudu piye?"

"Lha aku kudu piye?"

Mereka berdua mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan. Yang artinya, terus aku harus gimana? Membuat mereka tertawa bersama dalam balutan masker itu.

*

Berharap hujan di musim kemarau,

Hanya impian anak gembala,

Beribu cintaku untuk dikau,

Tak sekalipun kau membalasnya,

Wahai calon persit,

Dalam hatiku terbesit,

Namamu selalu terucap dalam bait,

Kupasrahkan semua pada penguasa langit.

Terpopuler

Comments

rorosableng

rorosableng

thir ..gw yang deg degan... 🤩

2024-05-01

0

Ibunya'Nur5

Ibunya'Nur5

klo didunia nyata,pastinya misua Thor tiap hari,tiap jam,tiap detik jatuh cinta sama drmu....karena dapat gombalan maut...

2023-12-23

1

•Rifa_Fizka

•Rifa_Fizka

Hallo Thor ijin promosi ya😃
Mampir yuk di novel pertama ku yang berjudul "KEKUATAN HATI WANITA"

Berkisah wanita yg bangkit dari penghianatan.

Mohon dukungannya, terimakasih🙏🏻🤗🌹

2022-09-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!