Mita dan Syifa sedang bercengkrama di ruang tamu rumah. Belum ada pasien yang datang untuk periksa. Membuat mereka sedikit memiliki waktu senggang. Televisi menyala membuat suasana menjadi lebih ramai.
Mita membuka ponselnya karena ada pesan masuk. Dari bidan desa sebelah yang ingin meminta bantuannya. Dia membacanya dengan seksama.
"Fa, Kak Yuni minta aku gantikan dia tiga hari stand by di desa. Dia ujian tugas akhir ke Pontianak," kata Mita memberitahukan isi pesan itu.
"Kapan tu?" tanya Syifa
"Tiga minggu lagi. Dia juga udah izin Kapus. Kita pisah lagi deeh ...."
Syifa memanyunkan bibirnya. Lalu mereka bersama-sama mengucapkan kalimat keramat itu.
"Lha terus aku kudu piye?"
"Lha terus aku kudu piye?"
Mereka tertawa bersama setelah mengatakannya.
"Tadi si Irul ngapain lagi kesini? Ngerusak momen kamu sama Bang Jodha aja, sih!" kata Mita membuka obrolan.
Syifa menceritakan tujuan Irul datang tadi sore. Membuat Mita berdecak sebal dan heran dengan sikap Syifa. Kenapa harus dipinjami uang lagi? Terkadang hati sama mulut itu berbeda. Mereka tidak bisa sinkron dalam beberapa hal.
"Awas aja itu si Irul kalau sampai nggak mengembalikan uangmu! Aku datangi rumahnya, aku bawakan air sungai ...."
Ucapan Mita terpotong karena ada pasien hendak periksa. Syifa hanya tertawa melihat ekspresi kesal Mita.
"Kayaknya sih dia serius mau niat balikin. Dah, aku mau periksa pasien dulu."
Syifa bergegas menuju ruang praktiknya. Melayani pasien yang berkunjung ke tempatnya. Pasien itu sedang hamil anak pertama. Tapi, Syifa miris saat mendata dirinya.
Dia masih berumur tujuh belas tahun. Dia belum menikah, dan pacarnya tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Dia menyembunyikan hal sebesar itu dari keluarganya selama lima bulan. Saat ditanya orang tuanya kenapa memakai pakaian yang longgar, jawabannya sepele. Tidak ingin menunjukkan lekuk tubuhnya kepada orang lain.
Dia bercerita kepada Syifa sambil menangis. Sungguh miris dan tragis nasib gadis itu. Syifa merangkul dan menenangkannya.
"Dik, harusnya kamu cerita sama orang tua kamu. Ibu yakin pasti nanti akan ada jalan keluar atas masalah ini," kata Syifa memberi nasihat gadis tersebut.
Gadis tersebut menggeleng. Dia takut memberitahu keluarganya. Dia tidak ingin menambah beban orang tuanya lagi. Syifa menyuruhnya untuk tenang terlebih dahulu. Dia menunggu gadis itu selesai menangis untuk meluapkan beban emosinya. Lalu menyiapkan vitamin untuk gadis itu.
"Bulan depan, Ibu tunggu kehadiran kamu. Datang sama orang tua kamu ya? Nanti Ibu bantu ngomong." Syifa tetap menyarankan agar gadis itu jujur pada orang tuanya.
"Bu, tolong jangan kasih tahu orang tua saya. Saya takut, Bu!" ujar gadis itu sedikit membentak.
Syifa tersenyum mendengarnya. Dia menggenggam tangan gadis itu. Lalu memeluknya. Rasanya seperti memeluk seorang adik. Maklum, Syifa anak terakhir dari empat bersaudara.
"Mau kamu sembunyikan kayak apapun, pasti mereka akan tahu. Lebih cepat memberitahu, akan membuat kita dapat menemukan solusi yang tepat. Terima kasih sudah mau bertanggung jawab atas perbuatan kalian. Jaga dia yang ada dalam perutmu. Suatu saat akan ada hidayah atas semuanya, Dik. Ini bukan hanya masalah kamu, tapi ini masalah semuanya. Termasuk Ibu. Karena itu artinya, kami harus menggalakkan pembinaan pengetahuan remaja tentang hubungan se ks." Syifa melepaskan genggaman tangannya.
Gadis itu mulai tersenyum. Mulai percaya dengan ucapan Syifa yang menenangkan. Gadis itu pamit pulang.
***
Jodha merebahkan diri di ranjang kecil miliknya. Tangannya yang satu digunakan sebagai bantalan kepala. Matanya menerawang ke langit-langit rumah. Masih terngiang akan pria yang mengunjungi Syifa tadi sore.
Bahkan kesempatan sekarang tidak berpihak kepadanya. Pikirannya digelayuti tentang Syifa dan pria tadi. Panggilan abang adik yang menurut Jodha sangat sakral itu terucap begitu saja. Membuat hatinya semakin tidak tenang.
Dia mencoba memejamkan mata, berusaha untuk tidur. Namun usahanya sia-sia belaka. Bukannya bisa tidur, justru bayangan Syifa malah berlarian di pikirannya. Membuatnya kesal dan frustasi.
"Ya Allah, bagaimana lah caranya aku mau tidok ni? Tak bise tidok lah kalau dia lewat terusan di pikiranku," ucap Jodha merasa putus asa.
"Kalau aku telpon, dia bakalan marah nggak ya? Coba sajalah! Daripada nggak bisa tidur."
Jodha mencari keberadaan ponsel pintar itu. Lalu mencari nomor Syifa. Mencoba peruntungan berharap Syifa mau mengangkat telepon darinya. Sayang, sampai dering terakhirpun Syifa tidak mengangkatnya.
Dia menutup wajahnya dengan bantal. Kesal dan kecewa karena tidak ada respon dari Syifa. Saat akan memejamkan mata, ada pesan WA masuk.
Pujaan hati : Maaf ini siapa?
Jodha membacanya dengan kegirangan. Dia melompat-lompat di ranjang kayu itu dengan sangat keras dan menyebabkan kaki ranjang sebelah kiri patah. Jodha tidak menghiraukannya. Dia masih asik untuk melompat-lompat karena senang.
"Dia merespon, dia merespon, dia merespon! Yeay," kata Jodha yang senang mendapatkan chat WA dari Syifa.
Segera dia membalas pesan itu. Jari-jarinya terlalu bersemangat untuk mengetik banyak pesan kepada Syifa. Dia mencoba mengendalikan dirinya. Lalu membalas pesan itu.
Anda : Eh, tidak Adik simpankah nomor Abang? Ini Jodha. Maaf mengganggu malam-malam
Pujaan hati : Oh ...
Anda : Oh doang? Nggak kaget seperti dulu?
Pujaan hati : Nggak, ada apa?
Jodha tidak tahu harus membalas pesan itu apa. Dia tidak punya topik untuk memulai obrolan dengan Syifa. Tanya sudah makan atau belum? Sudah biasa! Tanya sedang melakukan apa? Sangat biasa sekali! Lalu apa?
Jodha berpikir lama sekali untuk membalas pesan itu. Hingga akhirnya dia membalasnya.
Anda : Bisa nggak Adik panggil aku dengan embel-embel. Entah itu namaku, atau sebutan yang lebih halus lagi?
Pujaan hati : Mau dipanggil apa emangnya?
Anda : Terserah. Yang spesial pokoknya
Pujaan hati : 😂😂 kayak martabak aja minta spesial. Apa ya?
Jodha mulai tersenyum. Kekhawatirannya akan jauh dari Syifa mulai sirna.
Anda : Terserah kamu saja, Dik. Abang manut aja
Pujaan hati : Ya udah, aku panggil Abang saja. Nggak papa kan, Bang?
Anda : Makasih, sudah larut. Nggak tidur?
Pujaan hati : Niatnya tadi udah tidur, ada yang ganggu sih!
Anda : Oh, maaf. Ya udah, selamat istirahat
Pujaan hati : Nggak papa, Bang. Abang juga selamat istirahat 🙂
Jodha menyimpan ponsel itu di atas dadanya. Dia mendekapnya dengan senyuman yang merekah bagai kue bolu yang baru saja matang.
"Senangnya hatiku, dapat balasan WA mu, kini ku bisa tidur dengan nyenyak .... Hahaha. Gini amat jatuh cinta, selalu bikin perasaan nggak tentu. Haduh! Kayaknya aku harus cek jantung, nih. Heran aku, tiap ketemu Syifa kok pengennya lompat-lompat aja!"
Jodha memejamkan matanya dengan senyuman merekah. Berharap bermimpi bertemu lagi dengan Syifa. Rasa-rasanya, dia masih sangat kekurangan waktu untuk bisa berlama-lama berduaan dan memandanginya.
Tidak butuh waktu lama, Jodha telah masuk ke alam bawah sadarnya. Menikmati perjumpaannya dengan Syifa seperti yang dia harapkan.
"Iya sayang, besok Abang nikahi kamu." Jodha tersenyum dengan mata masih terpejam. Entah mimpi apa yang menggelayutinya.
Hari ini gak ada puisi ya gaes, Abang Jodh lupa bikinnya gimana karena hatinya merekah 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Ayu
yah.. padahal puisi abang jodha yg ku tunggu 😁😂
2022-08-29
2
lia278
pengen cpt2 aja Jodha Syifa tanpa irul
2022-08-11
1
💫Sun love 💫
wkwkwkw
2022-08-10
1